Makkah 2030
Menjelang musim haji tahun ini, Pemerintah Saudi Arabia mengumumkan bahwa proses perluasan dan pembangunan padang Arafah dan Mina hampir 100% tuntas.Â
Siap menampung sekitar 10 juta jamaah. Begitu juga di area atau lokasi prosesi thawaf dan sa'i, aman terkendali. Renovasi masjid Haram sesuai rencana sudah 99,9% rampung.Â
Seluruh jamaah haji tahun ini insyaallah bisa thawaf, sa'i, sholat dan ibadah lainnya dengan nyaman. Tidak terganggu lagi dengan polusi udara dan suara, atau pemandangan berbagai crane dan alat berat lainnya yang membuat jamaah jadi tidak betah berlama-lama itikaf di masjid.
Untuk penginapan juga tidak masalah. Seluruh hotel di Makkah siap menampung berapapun jamaah yang hadir. Puluhan hotel mewah sudah berjejer rapi di sekeliling Masjidil Haram.Â
Hotel-hotel tersebut kelasnya setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan yang ada di area zamzam tower di tahun 2022. Para penghuninya tinggal turun lift hotel langsung masuk pintu masjid, dimana mereka akan disambut oleh askar-askar yang ramah dan santun.Â
Bukan seperti tahun-tahun lalu (tahun 2022 ke bawah), dimana para pengunjung masjid masih harus melewati pintu gerbang yang dijaga oleh askar-askar yang kadang "resek" dalam menghadapi para jamaah. Tak peduli mereka itu "tamu-tamu Allah".
Belum lagi puluhan atau bahkan ratusan hotel dan apartmen yang banyak tersedia di sekitar Haram. Dengan jumlah total hotel yang ada, Makkah siap menerima kunjungan hingga 30 juta orang peziarah umroh setiap tahun.
Alhamdulillah... Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, di tahun 2030 ini mendapat jatah hampir 1 juta jamaah atau +- 10% dari kuota yang tersedia. Jumlah ini 5 kali lipat dari 10 tahun sebelumnya yang "cuma" 200 ribu orang lebih sedikit.Â
Dari satu juta kuota tersebut, 300 ribu diantaranya ikut paket haji plus. Jumlah tersebut bisa dikatakan merupakan lonjakan dahsyat dibandingkan 10 tahun sebelumnya yang "cuma" sekitar 20 ribu orang. Padahal untuk ikut haji plus atau VVIP ini mereka harus merogoh kocek minimal 300 juta perak.Â
Jangan heran, bagi sebagian jamaah Indonesia itu uang receh. Maklum, orang Indonesia kan banyak yang kaya. Tahun 2022 aja ditawarin haji jalur furoda dengan biaya Rp 500 juta banyak yang rebutan.Â
Namun yang bisa ikut paket haji reguler pun tetap harus banyak bersyukur. Bayangkan, dulu dengan kuota hanya 200 ribuan banyak orang Indonesia terpaksa harus nunggu antrian hingga belasan atau puluhan tahun. Bahkan di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan ada yang dapat jatah antrian setelah 97 tahun. Mana tahan!
Di tahun 2030 ini, dengan biaya kurang dari seratus juta, kira-kira "hanya" 60-70 juta rupiah, semakin banyak orang Indonesia bisa berhaji. Biaya ini hanya seperlima dari haji plus. Yang beda cuma fasilitas hotel. Dari hotel ke area ka'bah pun gampang. Karena kini sudah tersedia bus umum yang bersih dan nyaman, yang beroperasi 24 jam, dan free alias gratis selama musim haji. Bus tersebut dioperasikan oleh MMRT atau Makkah Mass Rail Transit.
Dengan adanya bus umum tersebut, pemerintah Indonesia tidak perlu lagi repot-repot atau mengeluarkan banyak dana untuk pengadaan bus sholawat.Â
Selain urusan bus, pemerintah Saudi juga sudah mengatur masalah akomodasi atau penginapan jamaah haji. Pemerintah Indonesia tidak perlu lagi repot-repot bernegosiasi dengan pemilik penginapan. Semua aman terkendali lewat satu pintu. Bebas dari celah kolusi dan korupsi yang banyak merugikan keuangan negara.
* Demikianlah kira-kira gambaran haji pada tahun 2030. Sesuai visi 2030 yang telah dicanangkan oleh pangeran Muhammad bin Salman atau populer dengan sebutan MbS. Terlepas dari pro kontra terhadap sang pangeran, banyak hal positif yang bisa kita saksikan di Saudi Arabia, terutama terkait penyediaan sarana dan prasarana ibadah umroh dan haji.
Tahun 2022 ini busway ala Makkah tersebut mulai diujicobakan saat musim haji. Alhamdulillah saya berkesempatan mencoba bus tersebut. Sistem atau sarana dan prasarana Makkah Bus ini boleh dikatakan sedikit berbeda dengan konsep busway yang ada di Jakarta.Â
Penampakan haltenya mungkin lebih mirip halte bus Damri Jakarta tempo dulu, tapi agak lebih modern karena telah dilengkapi papan informasi jadwal dan rute bus secara realtime. Sepintas sistem bus di Makkah ini lebih mirip di Eropa, seperti yang banyak terlihat di kota-kota di Swiss atau Jerman.
Bagi penduduk Makkah maupun pengunjung kota tersebut terobosan ini tentulah sangat menyenangkan. Nanti kalau mereka mau bepergian dari ujung ke ujung wilayah Makkah atau sekedar pelesiran keliling kota, akan sangat mudah dan hemat. Kalaupun nanti berbayar tetap saja itu irit, dibandingkan saat ini yang kalau kemana-mana harus pakai taksi yang lumayan mahal.Â
Apalagi kalau dikurs ke rupiah. Jarak dekat saja yang kurang dari 5 km taksi "omprengan" minta 10 real. Agak jauh dikit seperti dari Masjid Haram ke kampus Ummul Qura atau Haram ke Jabal Nur, ke miqat di Taneem dan Ji'ranah mintanya 20-30 real. Kalau pakai taksi argo tarifnya bisa lebih mahal lagi. Belum lagi kalau supirnya jahil, diajak muter-muter dulu supaya argonya nambah. Orang yang belum faham kota Makkah ya apa boleh buat, siap-siap aja merogoh kocek lebih dalam.
Setelah mencoba sejumlah rute bus gratis ini saya jadi punya lebih banyak gambaran tentang Makkah. Ternyata kota ini lumayan luas. Dibalik gunung atau jabal-jabal yang berserakan di Makkah, yang terletak di ujung rute-rute bus tersebut, ternyata ada semacam kawasan mandiri seperti halnya kota penyangga Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (bodetabek) di sekitar Jakarta, namun dengan skala yang lebih kecil tentunya. Info yang saya peroleh, banyak penghuni di kawasan-kawasan mandiri tersebut merupakan warga gusuran atau yang pindah dari pemukiman yang dulu banyak di sekitar Masjidil Haram.
Sebelum di Makkah, saya sempat tinggal +- 1,5 bulan di Jeddah. Dibandingkan dengan Jeddah mungkin Makkah tampak kalah modern, kalah luas. Tapi bagi saya pribadi "Makkah is much much better than Jeddah," diluar faktor adanya tempat suci Ka'bah di kota tersebut.
Saya suka tanah Makkah dengan jabal-jabalnya yang unik. Saya suka udara Makkah yang memberikan energi tersendiri. Saya cinta orang-orang Makkah dengan segala atributnya. Yang kurang mungkin...uang yang saya bawa tidak memungkinkan saya untuk menginap barang semalam dua malam di hotel yang ada di zamzam tower...hehehe. becanda. Maklum backpacker.
* Note:
Tulisan ini tidaklah menggambarkan fakta sebenarnya. Ini hanya sekedar kesan dan sedikit imajinasi berdasarkan berita di media, info sejumlah orang dan pengalaman penulis sendiri selama ziarah +- 2 bulan di Jeddah dan Makkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H