Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Purple Heather

4 Maret 2016   18:35 Diperbarui: 28 November 2016   22:33 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Purple Heather (sciencenordic.com)"][/caption]Makhluk tersebut berdiri di hadapan Anne yang saat itu duduk bersimpuh di lantai. Dia dikelilingi banyak monster yang berukuran lebih kecil darinya – goblin. Jumlah mereka banyak, walaupun tidak mencapai seratus. Mereka memenuhi pekarangan di bagian belakang kastil klan Branvold. Tempat di mana ia – Anne Lilla Magnhild Branvold, biasa menghabiskan waktu berlatih pedang dengan kakaknya di bawah bimbingan para ksatria klan Branvold.

Makhluk itu satu-satunya yang bukan goblin. Perawakannya tinggi besar namun wujudnya tidak lazim. Tubuhnya hitam kelam laksana bayangan, namun dia nyata adanya. Kedua lengannya panjang dengan jari-jari tangan berkuku tajam. Jari yang mampu mematahkan pedang. Jari yang kuat dan kokoh seperti baja. Jari yang dilengkapi kuku tajam tersebut mampu menembus armor musuh-musuhnya. Sungguh monster yang sangat menakutkan. Kekuatannya dahsyat dan mengerikan – seperti yang telah ia tunjukkan kepada Anne.

Dia tak bermata, hanya ada dua lubang hitam di mana seharusnya sepasang bola mata berada. Tetapi dia mampu melihat dengan baik.

Sesekali dia memiringkan kepalanya. Wajahnya seperti sedang mengamati Anne. Dia membungkukkan badannya lalu menjulurkan tangannya ke tubuh Anne.   

“Jangan,” kata Anne sambil terisak dan semakin meringkuk. Sejenak ia mengusap wajahnya dengan tangan yang berlumuran darah. Anne terus memeluk Svein – sang kakak yang berada di pangkuannya. Svein tewas dibantai makhluk ini ketika ia berusaha menjauhinya dari Anne. Tak diduga ternyata Svein yang diincar makhluk itu, bukan Anne.

Darah Svein melumuri tangan Anne yang terus mendekapnya.

“Aku … harus … melakukannya …” terdengar suara makhluk itu. Suara seperti rintihan atau erangan. Suara yang penuh kesedihan. Sementara tangannya masih berusaha menjangkau tubuh Anne.

“Harus melakukannya … melakukannya …” ulangnya, lagi dan lagi.

Anne menengadahkan wajahnya memandang makhluk itu.

“Svart Skygge,” katanya kepada makhluk itu – memberanikan diri. “Untuk kali ini saja …”
Anne kembali menundukkan kepala. Dia mulai menangis. Dia yang mencoba untuk tabah sepertinya sudah tidak kuat lagi.
“Svart Skygge, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” Anne terisak.

Svart Skygge – makhluk yang kelam seperti bayangan itu terdiam. Dia sepertinya memahami apa yang dikatakan Anne.
Namun semua itu bukan urusannya. Dia tak peduli itu semua. Dia hanya menjalankan perintah – melakukan apa yang harus dilakukan. Jadi, dia membunuh hampir semua anggota keluarga Brandvold. Hampir semuanya, kecuali si bungsu Anne Brandvold – gadis kecil berusia sepuluh tahun. Dia juga membunuh para prajurit dan pekerja lainnya di kastil ini. Kastil milik Thor Brandvold, ayah Anne.

Anne menatap lurus wajah Svart Skygge. Memandang dua lubang hitam di mana seharusnya bola mata monster itu terpasang. Svart Skygge tidak bermata. Lubang mata itu kosong dan gelap. Namun Anne sepertinya tahu Svart Skygge bisa melihatnya, Svart Skygge sedang menatapnya.
Bukan … bukan ia yang ditatap makhluk itu. Dengan refleks Anne meraih benda itu, bandul kalung dengan gambar rangkaian bunga berwarna ungu. Satu-satunya perhiasan yang dipakainya saat itu.
Satu titik bercahaya muncul di kedua lubang matanya. Hanya sekilas. Secepat kedipan mata. Namun Anne melihatnya. Svart Skygge memandangi kalungku!
“Aku … harus … melakukannya …” Svart Skygge berkata lirih. “Purple Heather …”
Kepalanya sedikit menunduk.
Anne tertegun. Terkejut. Jantungnya berdebar-debar semakin kencang.
Purple Heather? Anne mengamati Svart Skygge dengan pandangan bingung dan perasaan takut.
Purple Heather? Apa ia tidak salah dengar. Purple Heather adalah panggilan yang diberikan seseorang untuknya. Hanya dialah satu-satunya yang memanggil Anne dengan sebutan Purple Heather: bunga yang diabadikan dalam bandul kalung yang dikenakannya saat itu. Kalung pemberian seseorang yang selalu menjaganya. Siang malam selalu bersamanya. Orang yang ditakdirkan untuk selalu berada di sampingnya.
“Torbjørn?” panggilnya perlahan. “Kamu … Torbjørn?”
Svart Skygge tidak menjawab.

Salah satu goblin yang sedari tadi berdiam diri, tiba-tiba bergerak maju. Ia mencoba menyerang Anne – rupanya ia tidak sabar melihat sikap Svart Skygge yang dianggapnya ragu-ragu.
“Aaaaaahhhh!” Anne menundukkan kepala dan berteriak sambil menutup muka dengan kedua tangannya.
“Sraaaaaaat! Bluk! Gluduk-duk-duk-duk!”
Kepala goblin itu terjatuh dan menggelinding ke samping jasad Svein hingga mengenai kaki Anne. Darahnya berceceran ke mana-mana.
Rupanya Svart Skygge yang memenggal goblin itu. Jemari tangannya yang panjang dan tajam itu tampak meneteskan darah segar. Darah goblin yang baru saja dipenggalnya.
Goblin-goblin yang lain terkejut dan serentak melangkah mundur. Tidak ada yang berani bertindak gegabah lagi.
Anne mengintip dari balik jemari tangannya. Ia melihat tubuh goblin yang kini sudah terlentang tanpa kepala itu bergerak-gerak meregang nyawa.
Ia melihat kemarahan di wajah Svart Skygge. Ataukah perasaannya saja? Wajah Svart Skygge yang hitam gelap sebenarnya tidak bisa menampakkan emosi.
Para goblin itu berangsur-angsur mundur semakin menjauhi Anne dan Svart Skygge. Mereka tampak semakin ketakutan. Mereka sepertinya menyadari kemarahan sang bayangan hitam yang belum mereda. Terlebih setelah mayat rekan mereka yang dibantai Svart Skygge terhempas dan jatuh tepat di depan mata mereka.

“Purple Heather … “ kata Svart Skygge – makhluk kegelapan itu, memanggil Anne, terdengar seperti bergumam. Gumaman penuh kesedihan. Dia kemudian menurunkan kedua tangannya dan melangkah mundur perlahan-lahan. Svart Skygge memalingkan wajahnya lalu membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Anne. Dia keluar melalui pintu yang terbuka, yang menghubungi pekarangan belakang dengan bagian samping kastil. Tempat itu merupakan jalan pintas menuju gerbang utama. Kepergian Svart Skygge diikuti para goblin yang berlari tergesa-gesa di belakangnya. Tak satu pun dari mereka berani menoleh ke belakang – melihat Anne, walau hanya sesaat. Anne, satu-satunya anggota keluarga Branvold yang tersisa, yang seharusnya mereka bantai. 

“TORBJØRN!” panggil Anne. Dia mencoba bangkit berdiri namun kakinya terasa berat, terlebih ada Svein di pangkuannya. Anne merasakan tubuhnya lemas dan menggigil. Ingatannya mengulang kembali apa yang telah ia alami. Ia menyaksikan perbuatan Svart Skygge dan kelompoknya – membantai habis keluarganya dan seluruh penghuni kastil ini – tidak terkecuali kuda-kuda, ternak, dan hewan peliharaan lainnya.
Anne kembali terduduk, bersimpuh.

“Torbjørn,” Anne bergumam perlahan. Torbjørn yang dia kenal adalah seorang våpen mester, orang yang seharusnya menjaga tuannya dan menjadi wadah bagi persenjataan ksatria klan Branvold. Setiap ksatria klan Branvold memiliki seorang våpen mester. Semakin kuat kemampuan tempur si ksatria, semakin hebat juga kemampuan våpen mester-nya.

Tak ada yang tahu mengapa Torbjørn waktu itu ditunjuk sebagai våpen mester pendamping Anne. Semua orang menganggap calon pewaris klan Branvold adalah Svein, putra sulung Thor. Torbjørn, sang pemenang turnamen laga antar-våpen mester, mempunyai kemampuan menyimpan dua ratus senjata di dalam tubuhnya. Seorang remaja yang benar-benar kuat dan berbakat.
Mengapa  Torbjørn bisa berubah menjadi sosok Svart Skygge? Tak ada yang tahu. Dia menghilang ketika menemani Thor berperang melawan Tron Sørensdatter sang penyihir kegelapan. Tron memang menaruh dendam terhadap klan Brandvold – keluarga ksatria yang selama beberapa abad memburu dan menumpas kaum kegelapan.

Anne memperhatikan Torbjørn alias Svart Skygge yang semakin menjauh.
Anne tahu makhluk itu mengenalinya sebagai pewaris klan Branvold.
Apakah dia sengaja membiarkan Svein menjadi target utama pembantaian?
Tidak mungkin. Saat itu Torbjørn pasti berada dalam pengaruh kekuatan jahat. Torbjørn tidak mungkin membunuh Svein!
Rupanya Torbjørn masih ingat padaku … atau ada kesadaran dalam dirinya yang mencegahnya untuk melukaiku.
Anne memindahkan jasad Svein dari pangkuannya. Ia memaksakan dirinya untuk bangkit. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, Anne berdiri. Lututnya terasa lemas. Dia terlatih bertempur sejak kecil namun belum pernah mengalami peperangan yang sesungguhnya. Belum pernah melihat orang-orang dibunuh di depan matanya. Anne merasa gugup dan ketakutan.

Namun tekadnya begitu kuat. Dia adalah ksatria Branvold, pewaris klan dan calon pemimpin menggantikan ayahnya yang tewas dibunuh makhluk-makhluk kegelapan ini.
Aku harus kuat! 

Anne tidak tahu kalau keberadaan seorang våpen mester akan mempengaruhi kekuatan tersembunyi yang dimiliki para ksatria Branvold.
Keberaniannya muncul seketika. Tanpa ia sadari, ia sudah melesat berlari menyusul Svart Skygge dan para goblin itu!  
Aku harus mendapatkannya. Harus! Aku harus mendapatkannya …
Kekuatannya seolah-olah meningkat dengan pesat dan Anne berhasil mengejar Torbjørn. Para goblin yang melihat kedatangan Anne, serentak berpencaran seolah-olah membuka jalan baginya.
Begitu mendekat, Anne langsung menempelkan bandul kalung itu ke punggung Torbjørn. Tepat di mana seharusnya lencana itu berada. Lencana yang merupakan pasangan dari bandul itu.
Maafkan aku, Torbjørn ... 

Svart Skygge memekik keras. Suaranya melengking tinggi membuat para goblin yang berpencaran itu berlari semakin menjauh ke segala arah. Mereka kabur meninggalkan pimpinan mereka yang kini terluka.
Punggung Svart Skygge seperti membara. Luka bakar melingkari di punggungnya, mengelilingi titik di bagian mana Anne menempelkan bandul miliknya itu.

“Maafkan aku, Torbjørn,” ulangnya.
Seperti lumpuh, Svart Skygge terdiam tidak mampu bergerak. Dia jatuh bertekuk lutut.
Anne merapalkan mantera lalu menjulurkan tangannya mengorek punggung monster itu yang kini terluka dan membelah penuh darah.
Dapat!
Anne menarik keluar sesuatu – sebilah pedang. Mata pedang itu putih berkilau seperti petir. Hvit Torden, pedang pusaka klan Branvold.
“Lakukan, Purple Heather, … lakukan,” terdengar bisikan di telinga Anne – suara Torbjørn sang våpen mester. Sementara Svart Skygge tertunduk bertekuk lutut diam tak bergerak.
Aku tak mampu. Aku tak akan mampu.                            
“Kamu bisa. Kamu pasti bisa.” Suara itu terdengar lagi.
Anne terdiam menahan isak tangisnya. Bahunya terguncang-guncang berbarengan  dengan  sedu sedannya. Haruskah ini kulakukan?
Para goblin yang sebelumnya berlarian memencarkan diri kini kembali berdatangan. Mereka mengerubungi Anne dan bersiap menyerangnya. Ketika sang pemimpin sudah tiada, maka tidak ada yang menghalangi mereka untuk membunuh Anne.
“Kau kuat Purple Heather, kau pasti bisa.”
Anne mengangguk. Dengan punggung tangannya, ia mengusap air mata di pipinya.
Kerumunan goblin itu seperti memaksanya melakukan apa yang diminta Torbjørn. Anne memantapkan hatinya. Ia menggenggam erat pedang itu dengan kedua tangannya.
“Maaf, Torbjørn, maafkan aku.” 

Dengan segenap kekuatannya, Anne mengangkat pedang itu tinggi-tinggi.
Satu hentakan keras – mata pedang yang sangat tajam itu menebas leher Svart Skygge.
Seketika itu pula ratusan senjata meluncur keluar dari tubuh Svart Skygge. Senjata-senjata itu seperti berjiwa dan bermata, langsung menghantam goblin-goblin itu tepat di titik kematian mereka. Dalam sekejap semua goblin itu tewas terkena senjata dari tubuh Svart Skygge.
Seorang våpen mester memang memiliki kemampuan memetakan posisi lawan-lawan mereka untuk kemudian melakukan serangan pamungkas. Hanya saja kemampuan tersebut membutuhkan konsentrasi tinggi serta energi yang besar. Dan biasanya saat kemampuan itu dikeluarkan, itu adalah saat terakhir hidup seorang våpen mester ketika ia membela sang majikan untuk terakhir kalinya di medan perang.

Anne memerhatikan mayat-mayat goblin itu. Para monster pembunuh itu mati tanpa sempat meninggalkan kastil ini. Seolah-olah para ksatria klan Branvold yang mati di medan laga ini tidak menginginkan musuh mereka pergi meninggalkan tempat ini hidup-hidup.
“Torbjørn! Torbjørn!” panggil Anne, “bisakah kau mendengarku?” Anne tahu beberapa våpen mester mampu bereinkarnasi – mereka yang telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, mereka yang seolah-olah telah menyatu dengan alam.

Tubuh tanpa kepala Svart Skygge jatuh tersungkur. Anne terkejut.
Tubuh monster itu rusak berantakan setelah melontarkan ratusan senjata.
“Maafkan aku, maafkan aku,” Anne terus-menerus berkata dengan gugup, penuh kesedihan.
Våpen mester adalah pendamping para ksatria. Mereka disumpah untuk selalu melindungi Tuan mereka. Ketika Torbjørn telah diubah menjadi monster Svart Skygge, tak ada jalan lain bagi Anne untuk menyelamatkannya selain membunuhnya.
Kini ia berharap Torbjørn akan bereinkarnasi – untuk kembali menemaninya.
“Bangkitlah Torbjørn! Jika kau adalah våpen mester yang ditakdirkan untuk menjadi pelindungku, bangkitlah!” Anne menangis sambil memeluk tubuh Svart Skygge yang tertelungkup kaku itu.

Ia telah mampu menyingkirkan kuasa kegelapan dari raga Torbjørn yang berwujud makhluk kegelapan itu. Perlahan-lahan mayat Svart Skygge memudar lalu hilang lenyap.
Anne bangkit berdiri memerhatikan tempat di mana sosok itu sebelumnya tertelungkup.
Dari tempat itu muncullah cahaya kemilau yang perlahan-lahan membentuk wujud seorang manusia – sosok bercahaya, transparan, dan bersayap – laksana malaikat.
Sepertinya Tron Sørensdatter sang penyihir kegelapan mengetahui Torbjørn memiliki suatu kekuatan tersembunyi, sehingga ia menculik dan mengubahnya menjadi monster tempur yang sangat kuat. Namun ia tidak mampu menemukan sumber kekuatan tersebut: pedang Hvit Torden, pusaka klan Branvold. Pedang yang hanya ada ketika dibangkitkan oleh orang yang berhak: pewaris sejati klan Branvold.
Sosok bersayap itu perlahan-lahan terbang mengangkasa meninggalkan Anne sendirian. Tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Tanpa menoleh sedikit pun.

Anne memandang kepergian sosok bercahaya itu dengan penuh kesedihan. Makhluk bercahaya itu terbang semakin tinggi hingga akhirnya hanya berwujud titik berkilauan seperti bintang.
Torbjørn telah pergi. Ia telah berhasil bereinkarnasi namun ia tetap pergi meninggalkanku sendiri.
Dadanya terasa sesak tatkala ia teringat kepergian Torbjørn enam bulan yang lalu. Våpen mester itu menghilang tanpa kabar berita.
Ketika kaupergi aku selalu berharap kau segera pulang.
Titik bercahaya laksana bintang di langit itu kini sudah lenyap.
Entah terbang ke mana Torbjørn saat ini.
“Kalau kau memang ingat padaku, kau akan kembali padaku … ” Anne mengatupkan kedua tangannya menggengam bandul di kalungnya itu. “… Lys Engel.”

TAMAT

#BelajarBareng ‪#‎AlurProgesif ‪#‎FiksiSongFC

Kisah selanjutnya: My Guardian Angel - Albatross, Purple Dragon

Catatan:

Hvit Torden (White Thunder): Guntur Putih – nama pedang pusaka klan Branvold yang diwariskan secara turun temurun. Hvit Torden mampu menahan tenung ataupun serangan sihir lainnya. Pedang pusaka tersebut juga mampu memunahkan ilmu sihir dari para penyihir kegelapan. Seperti pedang pusaka lainnya, Hvit Torden bisa memotong baja dan membelah batu karang. Hvit Torden hanya dapat digunakan oleh semua anggota klan Branvold tetapi kekuatan sesungguhnya akan muncul saat pedang itu digunakan oleh sang pewaris klan. Pewaris sejati Hvit Torden saat ini adalah Anne.

Lys Engel (Light Angel): Malaikat Cahaya. Makhluk ini merupakan perwujudan dari orang yang memiliki tingkat kesadaran (kekuatan roh) yang tinggi semasa hidupnya. Kekuatan roh dibentuk dari hasil latihan bertahun-tahun menempa karakter, mental, spiritual, dan fisik hingga eksistensi mereka seolah-olah menyatu dengan alam. Semakin besar kekuatan roh seseorang, semakin kuat kemampuannya ketika bereinkarnasi menjadi Lys Engel. Lys Engel umumnya tidak mengingat jati dirinya pada penghidupan yang lampau – hanya segelintir yang masih mengingat hal-hal tertentu yang melekat pada dirinya.

Svart Skygge (Black Shadow): Makhluk kegelapan yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Mereka umumnya berasal dari para ksatria (knights) ataupun yudhaka (warriors) yang dikalahkan oleh para penyihir dan kemudian diubah wujudnya menjadi monster kelam tersebut. Kemampuan tempur dan kekuatan Svart Skygge tergantung dari kemampuan dan kekuatan ketika mereka masih hidup sebagai ksatria ataupun yudhaka – termasuk kemampuan sebagai Våpen mester. Itu sebabnya Torbjørn sebagai Svart Skygge masih menyimpan persenjataan di tubuhnya. Kekuatan Svart Skygge juga tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh sang majikan (penyihir yang menenung mereka). Dalam kisah di atas, Torbjørn masih memiliki kesadaran bahwa Anne adalah majikannya. Svart Skygge sulit untuk diubah kembali menjadi sosok sebelumnya (ksatria atau yudhaka). Salah satu cara untuk menyelamatkan para ksatria dan yudhaka tersebut adalah dengan membunuh penyihir yang telah menenung mereka.

Våpen mester (weapon master): Master persenjataan. Orang yang diberi kuasa untuk menyimpan (arsenal), menjaga, dan menggunakan senjata-senjata tersebut. Biasanya ia menyimpan persenjataan itu di dalam tubuhnya. Semakin kuat seorang våpen mester semakin banyak dan beragam senjata yang dapat ia simpan di tubuhnya. Seorang våpen mester memiliki kekuatan yang setara dengan sepuluh hingga seratus prajurit reguler. Våpen mester juga ahli menggunakan berbagai macam senjata. Beberapa våpen mester tercatat memiliki kemampuan tempur melebihi majikan mereka. Para ksatria, majikan dari våpen mester, umumnya memiliki benda sebagai kunci pembuka arsenal di tubuh abdi mereka itu. Wujud kunci dan lokasi disembunyikan dengan sihir. Anne sebagai majikan Torbjørn menggunakan bandul kalungnya sebagai kunci dan satu titik di punggung Torbjørn sebagai mulut (lubang) kunci tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun