Karena film ini berpusat di kehidupan dua orang, yang semuanya menjadi tokoh utama, saya merasa cerita dari mereka saja sudah cukup dan tidak perlu ada bahasan dari orang lain.Â
Mungkin di beberapa film dokumenter, kita biasanya disuguhkan pendapat dan cerita dari berbagai narasumber. Ada yang sejalan dan ada yang saling berbeda pendapat.Â
Saya pribadi sering merasa ada beberapa film yang masih kurang menayangkan narasumber yang berbeda pendapat. Jadi informasi-informasi yang ada tidak cover both sides.Â
Lain cerita di film ini. Informasi mengenai G30S/PKI dan kehidupan eks tapol (ET) sudah banyak bertebaran dalam berbagai media. Jadi di film  yang fokus ke kehidupan pribadi memang tidak perlu ada narasumber yang berlebihan. Itu yang membuat perasaan ketika menonton film ini berbeda.Â
Tidak ada proses komparasi informasi dan lain sebagainya. Sehingga menonton You and I hanya akan membuat perhatian kita terisap ke Ibu Kaminah dan Kusdalini.Â
Singkatnya, saya menyarankan jika ada kesempatan menonton film You and I yang LEGAL, lebih baik disegerakan. Film-film seperti ini bisa menambah pengetahuan, khususnya bagi saya, mengenai tragedi G30S/PKI dan segala kesimpangsiurannya dengan bonus kisah romantis dari dua orang yang dipersatukan di penjara.Â
Kisah hidup dua orang yang bersama melawan stigma dan ketakutan kan penilaian masyarakat. Kisah hidup mengenai perhatian anak muda mengenai sejarah bangsa yang masih perlu digali lebih dalam dengan sudut pandang yang lebih beragam.
Bacaan lebih lanjut
Sinema Persahabatan Perempuan Eks Tapol - Tempo
Menangkan Anugrah Film Bergengsi, "You and I" Bukan Film Biasa - VoA Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H