Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Nomadland": Lanskap Puisi Para Pengembara

26 April 2021   07:24 Diperbarui: 26 April 2021   19:00 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Frances McDormand sebagai Fern dalam film
Frances McDormand sebagai Fern dalam film "Nomadland" (2020) dir. Chloe Zhao (Sumber: imdb.com / Searchlight Pictures)

Bicara hidup mengembara abad kiwari, terutama di Amerika, barangkali yang kerap muncul dalam imaji kita adalah apa-apa yang berelasi dengan semangat pemberontakan dan lepas dari sistem ala kaum Hippies atau tak jauh-jauh dari semacam representasi film Into The Wild (2007). Tetapi, saya rasa, Nomadland melampaui jenis yang seperti itu.

Para karakter di Nomadland bukanlah tipikal pengembara ekstrem yang menantang dirinya sendiri berjalan kaki puluhan hingga ratusan kilometer. Mereka juga bukan tipikal pengembara yang mengandalkan sumber makanan di pedalaman hutan.

Justru karena masih mengandalkan mobil van sebagai hunian sekaligus teman berkelana dan harus bekerja serabutan di tempat-tempat singgah tertentu demi memenuhi pangan, kehidupan karakter di Nomadland bak puisi kontemplatif manusia-manusia hibrida abad modern sekaligus perintis.

Karakter di Nomadland jelas-jelas adalah pemukim tulen dan sempat mencicipi privilese dari gaya hidup menetap (settle). Tetapi American dream nyatanya tak lagi membutuhkan orang-orang usia senja. 

Bagi mereka, pilihan menjadi seorang vandweller--sebutan untuk pengembara dengan mobil van--tampak lebih masuk akal daripada musti berakhir di ruang-ruang panti jompo lengkap dengan kesepian akut. 

Dalam konteks Nomadland, menurut saya ada dua jenis vandweller. Mereka yang harus terlempar atau sengaja melemparkan diri keluar dari rumah. Dan Fern, sang karakter utama, merupakan jenis yang pertama--ia 'harus terlempar' lantaran keadaan.

Dari jalanan demi jalanan yang dijelajahi, kita akan mendengar berbagai kisah hidup yang dituturkan para pengembara tanpa terbebani diri dengan petuah-petuah klise dan romantisisme realita.

Kita akan mendengar rasa kehilangan dan kesendirian sekaligus penerimaan dalam diri sosok Fern. Tentang bagaimana ia mengenang mendiang suaminya dan tempat tinggalnya terdahulu di kota Empire, Nevada, yang kini telah jadi kota mati.

Kita juga akan mendengar kisah pengembara lain. Tentang harapan hidup dari sosok Linda May yang sempat punya keinginan bunuh diri dipicu impitan ekonomi dan Swankie yang divonis kanker paru-paru saat telah menjadi seorang vandweller. Juga sosok Dave yang memilih kembali hidup menetap (settle) bersama keluarganya dan sempat merayu Fern agar tinggal di rumahnya.

Di antara serpihan sendu, individualitas, dan--kadang-kadang--alienasi, Bob Wells--karakter laki-laki yang nyata--muncul bak juru selamat. Ia menawarkan apa yang disebutnya sebagai "sekoci penyelamat" dengan mendirikan perkumpulan dan pertemuan tahunan untuk para vandweller di Quatrzsite, Arizona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun