Coba pikirkan sisi lain. Uang juga merupakan puncak toleransi manusia. Mengapa? Sebab semua orang di dunia ini, terlepas dari latar belakang budaya, bahasa, agama, suku, ras, bahkan politik, bisa 'mempercayai' uang.Â
Kalau kata abang Yuval Noah Harari dalam kitab suci Sapiens; uang adalah sistem kesaling-percayaan paling universal dan paling efisien yang pernah diciptakan. Uang, sebetulnya, hanya produk imajinasi kolektif yang diciptakan manusia.
Seandainya umat manusia di bumi ini tak ada satu pun yang mempercayai uang lagi -pada semua mata uang dan alat pertukaran lainnya seperti emas dan perak- maka sistem-sistem yang menyokong peradaban modern ikut hancur.Â
Sebab sistem keuangan kita bertalian erat dengan sistem politik, sosial, dan ideologi kita. Dengan kata lain, kedaulatan negara akan terancam.
Jangankan terbayang ketidakpercayaan semacam itu, tindakan memalsukan uang pun -iya, Profesor mencetak uang aslinya sendiri- sama artinya dengan menentang kedaulatan, kekuasaan, dan hak istimewa pemerintah.Â
Itu sebab, tugas sistem politik adalah memastikan agar kepercayaan itu tetap langgeng, dengan menetapkan hukuman, mendirikan serta menghadirkan polisi, pengadilan, dan penjara.
Ujung-ujungnya kita bisa bilang kalau idealisme Profesor dan Enric Duran kelewat utopis. Namun itulah jalan ninja mereka (ya elah, jalan ninja cuy). Sembari di sudut seberang sana, penganut nasionalisme harga mati, fasisme, dan otoritarianisme tulen mulai resah dan gerah, gara-gara posisinya terancam, hihi.
***
Sekadar bacaan: "'The Resistance' - An Anarchist Insight on Alex Pina's Money Heist" oleh Anandita Pagnis, Mithibai College of Arts.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H