Paulette adalah gadis kecil yang berasal dari kota Paris dan tidak mengenal konsep keagamaan. Michel-lah yang memperkenalkan konsep keagamaan pada Paulette, meski hanya mengajarkan doa-doa sederhana dan berbagi sedikit pengetahuan soal "kelayakan" suatu kuburan. Ketika Paulette menggali lubang untuk membuat kuburan Jock, Michel datang membantu dan menyarankan untuk membangun pemakaman kecil.
Michel   : "We'll make a little cemetery."
Paulette : "What's a cemetery?"
Michel   : "It's where they put the dead to be together."
Paulette : "Why do they put them together?"
Michel   : "So they're not sad."
Paulette : "But my dog will be all alone. I'll find him another one."
Bahkan Paulette tidak mengenal konsep pemakaman (cemetery), ia hanya mengerti tentang lubang kuburan (grave). Ketika akhirnya ia tahu bahwa pemakaman itu dibuat agar yang mati tidak merasa sendirian, tumbuh suatu keinginan untuk membuat kuburan yang lainnya agar Jock tidak sendirian.
Ada sebuah adegan yang paling mengejutkan bagi saya, yaitu ketika mereka berdua menyebutkan hewan apa saja yang akan dikubur di pemakaman kecil ini agar Jock tidak sendirian. Mereka saling menimpali usul: kucing, landak, kadal, kuda, sapi, ular, singa, macan... Yang terakhir, Paulette berseru keras seperti dipenuhi hasrat juga disertai wajah yang menekan dan mata yang membelalak, "Manusia!", usulnya.
Michel tentu saja terkejut mendengar usulan itu, meski akhirnya tak menggubrisnya. Tetapi ruang jeda keterkejutan itu dan ekspresi Paulette yang penuh dengan tekanan serta tarikan nafas yang memburu, menciptakan detik-detik yang mengerikan bagi saya. Betapa tidak, ucapan Paulette merupakan bentuk dari tidak adanya penyangkalan duka kematian atas ayah dan ibunya. Kalu bisa, ya, kalau bisa, Paulette ingin menguburkan jenazah kedua orang tuanya dengan layak, sama seperti Jock. Ucapan Paulette jelas menunjukkan hasrat terdalamnya mengenai makna kematian manusia.
Selanjutnya, Michel menambahkan saran lagi. Michel membuat nisan berbentuk salib dari patahan kayu disekitarnya. That's the good Lord, ujar Paulette, mungkin ia teringat salib yang dilihatnya di dinding rumah Michel----ibu Michel-lah yang memberi penerangan pada Paulette bahwa tanda itu adalah tanda salib. Yes, jawab Michel. Paulette mengaku bahwa salib di dinding rumah Michel termasuk salib yang bagus. Paulette menginginkan salib-salib yang indah untuk menghiasi pemakaman kecil yang hendak mereka buat. Maka mulailah rencana mereka selanjutnya: mengumpulkan hewan mati dan tanda salib.
Awalnya Michel mencoba membuat sendiri tanda salib dari kayu, tetapi berbagai macam bentuk salib yang sudah jadi, lebih menarik hatinya dan tentu saja menarik hati Paulette. Mulailah mereka terobsesi dengan salib-salib yang bentuknya bagus dan indah, mulai dari salib yang berdiri di atas kereta milik ayah Michel, salib yang menjulang di altar gereja, hingga salib yang ada di pemakaman sungguhan. Mereka mencurinya secara diam-diam, bahkan nekat pergi ke pemakaman pada malam hari demi mengumpulkan salib-salib.
Film ini jelas tak hendak mengambil moralitas yang sempit dan hitam-putih. Forbidden Games sangat menonjolkan simbol-simbol yang tak bisa kita bahasakan secara banal. Seperti yang dikemukakan William Baer dalam tulisannya, Forbidden Games merupakan film yang sederhana sekaligus film yang kompleks. Baer menyebut bahwa film ini bukan sekadar film tentang "kepolosan" anak-anak, bukan sekadar film "anti-perang", dan jelas bukan film "anti-Katolik".
Pemakaman yang mereka bangun merupakan representasi dari ketidakmampuannya untuk "memanusiakan manusia". Sudah disinggung tadi, kalau bisa, ya, kalau bisa, Paulette ingin menguburkan jenazah kedua orang tuanya dengan layak. Tapi, orang-orang yang tewas akibat perang hanya dikuburkan dalam satu lubang besar, semua jenazah bertumpuk untuk dijadikan satu kuburan saja. Itu pun masih untung. Tak jarang, jenazah-jenazah dibiarkan tergeletak dan membusuk di jalanan. Atau mungkin dibakar secara massal, atau dibuang ke sungai.