5. Â Â Pendirian rumah-rumah ibadah illegal yang menimbulkan penolakan dari masyarakat sekitar berujung pembongkaran oleh aparat setempat.
6. Â Â Ada beberapa petinggi daerah yang menolak pendirian rumah ibadah non Islam di daerahnya hingga adanya instruksi pelarangan pendirian rumah ibadah non Islam di Aceh
Berdasakan penjelasan dan analisis sebelum ini, dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa Qanun Aceh sebagai hak otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah belum memunculkan bentuk kebebasan beridentitas dalam aspek agama yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di wilayah tersebut. Konstitusi yang ada dan diberikan kepada pemerintah daerah Aceh hendaknya menjadi dasar pemersatu wilayah Aceh dengan elemen negara serta keberagaman yang lainnya. Meskipun Qanun Aceh sebagai suatu peraturan daerah yang ada memiliki tujuan untuk menjalankan syariat islam yang seluas-luasnya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, namun dalam impementasinya Qanun Aceh harus juga memperhatikan hubungan manusia secara horizontal dengan manusia yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya diskriminasi terhadap kelompok masyarakat tertentu di wilayah tersebut terkhususkan bagi para pemeluk agama minoritas. Jangan sampai karena terlalu mengatasnamakan hubungan manusia dengan Tuhan justru mendiskriminasi kelompok masyarakat yang ada bahkan mampu memunculkan tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia lain. Oleh karenanya, dalam perumusan Qanun Aceh perlu memperhatikan 4 variabel seperti yang dikemukakan oleh George C. Ward (1980) dalam (Sari,2016) yakni communication yang merujuk pada sosialisasi kebijakan kepada masyarakat secara luas, resources yang merujuk pada sumber pendukung berjalannya kebijakan (dalam hal ini masyarakat), attitude yang merujuk pada sikap pelaksana kebijakan, dan bureaucratic structure yang merujuk pada kerja sama lembaga. Dengan adanya empat variabel tersebut, maka penolakan atas adanya qanun ini dapat dihindarkan dan implementasi kebijakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan awalnya. Selain itu, dengan adanya pemahaman dan kerja sama yang baik antar berbagai elemen masyarakat dalam menjalankan kebijakan atau Qanun tersebut juga akan menghindarkan terjadinya dualisme undang-undang negara karena telah ada pemahaman dan kesepakatan bersama antara masyarakat dan pemangku kebijakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H