Mohon tunggu...
Andi Ryza Fardiansyah
Andi Ryza Fardiansyah Mohon Tunggu... Adokat -

A Lawyer who love AC Milan\r\n\r\n@ryza77

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lykophron, Melacak Pemikiran Awal Teori Kontrak Sosial

1 Februari 2016   07:47 Diperbarui: 1 Februari 2016   07:57 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lykophron dan Nihilisme dalam Teori Kontrak Sosial 

Pendapat Lykophron ini kemudian membuat saya mencoba berfikir ulang mengkaji segala konsekuensi logis dari perspektifnya tentang Hukum, Keadilan, Kontrak Sosial dan Pemenuhan Hak-Hak Secara Mutual. Setidaknya bahwa skeptisisme dan nihilisme yang berujung pada relativisme ternyata tidak memberikan kontribusi apapun terhadap ide-ide dasar tentang keadilan. Hal mana kemudian menyebabkan lahirnya sebuah konteks masyarakat tanpa nilai, etika dan standarisasi kebenaran. Karena yang ada hanyalah upaya untuk merumuskan pola-pola konsensus dalam kerengka komunikasi interpersonal demi mencapai sebuah pemenuhan hak secara mutual.

Ini merupakan ciri utama konteks masyarakat era sofisme. Dimana segala sesuatu didasarkan pada konsensus yang terlepas dari standarisasi mutlak tentang apapun. Kita bisa melihat bagaimana Georgias yang harus meninggalkan filsafat dan menekuni retorika sebagai konsekuensi logis dari pemikiran nihilismenya. Begitupun dengan tafsir tentang apa yang dimaksud dengan pemenuhan hak-hak secara mutual oleh Lykophron. Dimana apabila dipandang dari perspektif nihilisme dan skeptisismenya terhadap aspek metafisika, maka apa yang dimaksud dengan pemenuhan hak-hak secara mutual dalam teori kontrak sosial seungguhnya tidak lebih dari bagaimana dua subjek yang berkontrak merasa terpuaskan atas konsensus yang dibuat bersama tanpa pernah dan harus mengerti apa yang dimaksud dengan “hak”. Karena terminology “hak” bukanlah terminology empiris sehingga membutuhkan pengkajian secara filosofis.

Skeptisisme Lykophron terhadap metafisika yang dititik ekstrim sampai pada pandangannya yang menghilangkan “adalah (-is)” dalam kalimat sebagai predikat berpengaruh sangat besar terhadap bagaimana dia memandang masyarakat. Dimana predikat-predikat sosial yang melekat pada manusia dianggap sebagai sebuah kepalsuan yang harus dihilangkan karena seungguhnya semua manusia pada dasarnya adalah setara. Pandangan ini sama dengan bagaimana asumsi dasar Thomas Hobbes, Jhon Locke dan J.J. Rosseau menyusun bangunan teorinya tentang kontrak sosial yang didasarkan pada kondisi kesamaan manusia secara kodrati.

Sekilas, pandangan ini tampaknya biasa-biasa saja dan tidak berpengaruh apapun. Malah pandangan ini nampak selaras dengan cara berfikir mayoritas teoritisi ilmu-ilmu sosial hari ini yang sepakat dengan keadilan non predikatif dalam masyarakat. Sayangnya, sofisme yang berujung pada relativisme yang menjadi akar dari perspektif Lykophron tetap saja akan menjadi sofisme yang tidak akan melahirkan apapun kecuali sikap skeptis. Begitupun dengan konsekuensi dari penerapan teori kontrak sosial, yang juga hanya berujung pada skeptisisme tentang konsep keadilan sosial. Hal mana dikarenakan sampai hari ini kita bahkan tidak pernah menemukan bentuknya yang paling nyata selain bahwa penerimaan terhadap sebuah konsensus didasarkan pada ketidakmampuan setiap orang untuk keluar dari wilayah otoritas.

Kondisi kodrati sebagai dasar dari teori kontrak sosial modern sebagaimana yang didengung-dengungkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke dan J. J. Rosseau setidaknya mengalami nasib yang sama dengan kodrat manusia dalam pandangan Lykophron. Konsep yang lahir dari nihilisme predikatif metafisika yang berujung pada penafian status dalam masyarakat ternyata belum bisa menjawab pertanyaan paling mendasar tentang masyarakat. Bahwa bukankah masyarakat dalam terminologinya yang paling praktis juga merupakan sebuah predikat? Ataukah pertanyaan bahwa apakah eksistensi masyarakat merupakan fitrah ataukah hasil dari konsensus? Lalu kalau merupakan sebuah konsensus, apakah konsensus pembentuk masyarakat tersebut juga dilahirkan dari sebuah konsensus dalam arti adanya konsensus sebelum konsensus? Bukankah konsensus juga pada dasarnya adalah sebuah predikat?

Sofisme akan tetap menjadi sofisme, walaupun telah bermetamorfosis dalam bentuknya yang paling modern. Tetap saja merupakan argumentasi yang dilahirkan dari intellectual culdesac, namun setidaknya membutuhkan pengkajian yang lebih filosofis untuk melacak konsep dasar epistemologinya. Begitupun dengan Teori Kontrak Sosial yang berakar dari sofisme Lykophron, yang apabila saat ini diposisikan sebagai hujjah utama demokrasi, maka keadilan seperti apa yang diharapkan bisa lahir? Ataukah kita harus skeptis untuk menerima fakta bahwa sebenarnya manusia tidak membutuhkan Negara dalam pengertiannya sebagai konsensus interpersonal? Atau masih ada harapan untuk menemukan rasionalisasi dari konsep keadilan sambil menerima kenyataan bahwa predikat tidak akan mungkin dihilangkan pada ranah sosial.

---------------------------------------------------------
[1] Aristotle. 2004. Rhetoric. W. Rhys Roberts, terj. Mineola, New York: Dover Publications.
[2] Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. Hal. 107.
[3]  K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 72-73.
[4]  Michael Gagarin. 2002. Antiphon the Athenian: Oratory, Law, and Justice in the Age of the Sophists. Austin: University of Texas Press. Hal. 17.
[5] Op Cit, Edward Zeller. Hal. 104-107.
[6] Op Cit. Edward Zeller.
[7] Ibid.
[8] Frederick Copleston. 1993. A History of Philosophy Volume I: Greece and Rome. New York: Doubleday. Hal. 94.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun