Mohon tunggu...
Ryu Kiseki
Ryu Kiseki Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja

Saya adalah seorang penulis yang senang menulis tentang gambaran kehidupan. Pemerhati politik dan menyukai hal-hal berbau psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meninggalkan Obsesi

26 Agustus 2014   13:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:32 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14090070051727054878



Setelah menikah, sifatnya membaik dan dia jadi lebih feminim, walau kami masih saja sering bertengkar karena perbedaan pendapat. Saya kembali jatuh cinta untuk kedua kalinya dan merasa bahwa usaha saya tidak sia-sia.



Saya terus berusaha setia dan terus mengalah, juga menasehatinya. Saya berusaha untuk mengendalikan emosi saya yang meluap-luap, apalagi saya selalu takut untuk kehilangan dia. Saya berusaha sabar ketika saya menemukan SMS mesra antara dia dan mantannya, juga untuk hal-hal lainnya yang tidak bisa saya terima.



Batas kesabaran saya mencapai puncaknya enam tahun yang lalu. Saat itu, kebetulan saya bertemu kembali dengan teman SMA saya yang pernah saya sangat sukai, namun ketika saya ingin menyatakan rasa suka saya, ternyata dia sudah punya pacar.



Awalnya kami bicara tentang nostalgia masa SMA, sampai pada akhirnya bicara tentang keluarga masing-masing. Dari sana, saya tahu bahwa dia telah lama bercerai. Entah kenapa, saya melihatnya sebagai sebuah kesempatan dan keinginan terpendam.



Saya dan dia mulai sering bertemu dan makan siang bersama. Perlahan tapi pasti, benih cinta mulai tumbuh antara kami berdua. Saya mulai membanding-bandingkan dia dan istri saya. Saya mulai merasakan sebuah perasaan yang seharusnya tidak pernah saya rasakan sebelumnya, saya merasa siap untuk bercerai.



Saya menyampaikan keinginan saya pada istri saya untuk bercerai. Namun, istri saya malah mengancam saya, bahwa jika saya melakukan hal tersebut, dia akan membawa anak-anak pergi jauh dari hadapan saya.



Lucunya, dia malah menawarkan sebuah kesepakatan. Kesepakatan untuk berjalan masing-masing dan untuk tetap tinggal satu rumah, sehingga tidak ada seorang pun yang curiga. Berkat pertemuan saya dengan teman SMA saya tersebut, saya jadi tahu banyak hal dan salah satu yang terpenting, pengakuan dari istri saya yang paling mengejutkan, bahwa dia tidak pernah mencintai saya.



Saya terdiam saat itu, hampir meneteskan airmata, tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Hati saya sakit, namun saya tetap menguatkan diri untuk bertanya apa alasan dia menikah dengan saya.



Dengan jujur, dia menjawab bahwa dia setuju menikah dengan saya, karena saya selalu memenuhi tuntutannya dan karena dia memang mencari pria mapan untuk menjamin kehidupan dia dan keluarganya.



Kasarnya, saat itu, dia “menjual dirinya” kepada saya agar saya bisa membantu dia untuk melunasi hutang orangtuanya pada bank, karena usaha mereka gagal.



Saya tersenyum kecil, antara marah dan merasa bodoh. Saya merasa tertipu selama ini oleh kepolosan dan cinta palsunya. Saat itu, saya merasa sangat menyesal tidak mendengarkan nasihat orangtua dan hati nurani saya yang masih ragu padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun