Mohon tunggu...
Rorry Nurmawati
Rorry Nurmawati Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Freelance writer || I love and passion for photography || If you have any question, please let me know at aslirorry@gmail.com or DM Instagram @ryrorry_

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Fiksi | Lyra, Si Pelacur yang Menanti Fitri!

23 Mei 2019   23:43 Diperbarui: 23 Mei 2019   23:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepulan asap rokok, begitu pekat memenuhi ruangan. Sayup-sayup terdengar suara musik disco diiringi tawa para pelanggan yang tengah duduk menikmati segelas bir.

Sedangkan tak jauh dari sekumpulan para lelaki itu, ada sebuah pemandangan yang umum terlihat di kawasan Gang Cindot. Para perempuan cantik yang duduk sambil menyilangkan kaki, tampak mempesona di dalam sebuah ruangan berkaca.

Ibarat ikan dalam sebuah akuarium, para perempuan tersebut tinggal dipilih untuk dicicipi para lelaki yang telah memesannya. Lyra salah satu pelacur yang ada di kawasan Wisma Gang Cindot ini, sejak pukul tujuh malam sudah mentereng di dalam akuarium.

Sesekali perempuan berambut panjang ini tertawa melihat handphone miliknya yang sejak tadi ia mainkan. Ia pun dengan asyik menekan tuts pada layar handphone yang terus menghubunginya.

Pesan-pesan tersebut terus bermuncul pada layar handphone, tak lebih dari sekedar gombalan para pelanggan. Namun ada pula yang serius mengajaknya untuk berkencan.

Namun bagi Lyra, pelacur dilarang jatuh cinta dengan pelanggan. Karena pelanggan hanyalah pelanggan yang ingin menikmati nafsu sesaat.

"Lyr, kamu masih kosong," kata Mami Eve.

Sambil beranjak dari tempat duduknya, Lyra menghampiri Mami Eve yang tidak lain adalah mucikari di Wisma Cahaya Kembang di Gang Cindot.

"Kosong mi sampai jam 10 nanti," jawab Lyra sambil menghisap rokok yang ia bawa.

"Oke, kebetulan ada Om Wirno pengen pakai kamu! Temuin agih," suruh mami sambil mendorong tubuh Lyra ke depan.

"Ini Om Wirno yang cuma kuat satu ronde itu," celetuk Lyra.

"Layanin aja, yang penting duitnya," bisik Mami Eve.

Lyra pun menghampiri Om Wirno yang tengah duduk di pojok bar wisma. Tanpa basa basi, Lyra menarik tangan Om Wirno.

"Ayok om. Mau sekarang atau nanti," kata Lyra

"Sekarang aja, soalnya om nanti mau pergi," jawab Om Wirno sambil menaruh gelas minumannya.

Om Wirno pun pergi meninggalkan bar wisma menuju kamar yang ada di lantai dua. Rasa senangnya kepada Lyra, ia tunjukkan dengan sesekali menggoda pelacur asal Terorong itu.

Keduanya berjalan menyusuri lorong yang cukup remang-remang. Sesekali terdengar desahan dan teriakan dari balik pintu yang berdekatan itu. Tapi, hal tersebut lumrah buat Lyra atau pelanggan lainnya.

Saat pintu kamar Lyra dibuka, wangi pengharum ruangan begitu menyengat. Kamar yang tak begitu besar hanya berukuran 3x3 dengan tembok dua meter sebagai penyekat antara kamar dengan kamar mandi, Lyra melayani para tamu dengan sepenuh hati.

"Om mau pakai pengaman atau enggak," tanya Lyra.

"Pakai aja biar om aman! Ini om bawa kok," jawab Om Wirno sambil merogoh saku celana mengambil alat kontrasepsi.

Malam itu, Lyra menghabiskan waktu dua jam pertamanya dengan Om Wirno. Seorang lelaki yang berusia setengah abad ini, merupakan pengusaha batu bara di Kaltapara.

Om Wirno merupakan pelanggan setia di Wisma Cahaya Kembang. Namun bagi Lyra, Om Wirno merupakan pelanggan yang baru dikenalnya tiga kali ini.

Selama prosesi 'ritual' berlangsung, Lyra tak pernah satu pun bertanya soal keluarga, pekerjaan, ataupun urusan pribadi para pelanggan. Karena pada prinsipnya, ia pantang menanyakan urusan pribadi seorang pelanggan.

"Om mandi dulu ya," kata Om Wirno kepada Lyra.

"Iya om," jawab Lyra sambil menyalakan rokok di atas tempat tidur.

"Kamu gak mudik Lyr," tanya Om Wirno yang saat itu berada di kamar mandi.

"Enggak om," jawabnya singkat.

Seakan tak puas dengan jawaban Lyra, Om Wirno pun melanjutkan pertanyaannya.

"Kenapa? Gak punya ongkos buat pulang? Atau gak punya keluarga," tanyanya.

"Saya pelacur om, apa pantas menanti Idul Fitri," kata Lyra sambil beranjak dari kasur dan berdiri menatap jendela.

"Idul Fitri itu milik semua orang Lyr, pelacur pun boleh merayakannya," kata Om Wirno kepada Lyra.

Lyra yang masih terpaku, tiba-tiba duduk termenung di sebuah kursi meja rias. Perlahan ia menatap wajahnya di dalam cermin. Wajah seorang pelacur yang sudah menjajakan dirinya sejak bertahun-tahun lamanya.

Seorang pelacur yang tak pernah menunaikan ibadah salat maupun puasa. Seorang pelacur yang selalu berbuat dosa dan maksiat. Lalu, apakah kini ia pantas mendapatkan Idul Fitri bersama keluarganya di kampung.

Tiba-tiba, butiran air menetes deras dari kelopak mata yang indah itu. Lyra pun tertunduk lesu, menangis sejadi-jadinya. Ingat dosa yang ia perbuat demi mengumpulkan pundi-pundi uang dari pekerjaan haramnya ini.

"Pulang Lyra, kamu layak mendapatkan Idul Fitri," kata Om Wirno sambil meninggalkan Lyra dan setumpuk uang tip buatnya.

Malam itu, malam yang begitu memukul buat Lyra. Malam ke-29 di bulan Ramadan yang ia lewati, dengan menjual tubuh indahnya kepada para lelaki hidung belang.

"Ya Tuhanku, apakah aku masih diperbolehkan menikmati Idul Fitri. Apakah hamba mu yang hina dan pendosa ini masih dizinkan menanti Idul Fitri," kata Lyra sambil bersimpuh.

Lyra yang saat itu menangis, tiba-tiba berdiri. Ia menyeka air matanya. Tak lama kemudian, tatapannya pun teralihkan ke sebuah kran yang sedari tadi gemericik mengeluarkan air.

Ia mendekatinya. Lyra mensucikan dirinya untuk kali pertama, sejak 16 tahun lamanya. Malam itu, Lyra memohon ampun kepada Tuhan yang selama ini ia lupakan.

"Tuhan, berilah pengampunan kepada hamba mu yang hina ini. Berilah kesempatan untuk hamba menikmati Idul Fitri bersama keluarga," ucap Lyra dalam sujudnya.

Malam itu, merupakan malam terakhir bagi Lyra si pelacur Wisma Gang Cindot. Malam yang tak pernah disangka sebelumnya bagi Lyra yang sejak umur 18 tahun menjadi pelacur karena himpitan ekonomi.

Kini Lyra tak harus kembali menjadi pelacur untuk mencari pundi-pundi uang. Karena dalam sujudnya, Lyra kembali kepada Tuhan-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun