Proyek Kereta Cepat jakarta Bandung di Indonesia masih menghadapi berbagai macam masalah. mulai dari target pembangunan yang terlambat, anggaran yang membengkak hingga Rp18 triliun, dan bunga pinjaman yang ditaksir terlalu tinggi oleh China.
Ahli ekonomi dari Institute For The Development of Economy and Finance (INDEF), Rizal Taufikurahman mengatakan proyek tersebut bermasalah "ya, karena ada pembengkakan biaya dari perencanaan awal dan perencaan yang belum matang sehingga ada kemungkinan negara Indonesia menggunakan APBN dalam proyek KCJB" kata Rizal Taufikurahman.
Sejauh ini pemerintah Indonesia masih berusaha melakukan negosiasi untuk menurunkan bunga pinjaman KCJB dari 4% menjadi 2%, sementara pemerintah China hanya ingin menurunkan bunga di level 3,4%. jika bunga tidak bisa turun hingga 2% maka ini berdampak pada Indonesia yang harus siap memikul beban utang yang sangat tinggi.
Sebelumnya, Indonesia dan China sepakat menaikan anggaran biaya proyek KCJB sebesar $1,2 miliar atau Rp17,8 triliun. Pinjaman tersebut merupakan bagian dari struktur keuangan KCJB: 25% dari ekuitas konsorsium dan 75% dari pinjaman China Development Bank (CDB).Â
China Development Bank (CDB) meminta indonesia untuk menjadikan APBN sebagai jaminan untuk membayar utang proyek KCJB. Bila hal ini terjadi maka sangat berbahaya bagi Indonesia.Â
Pengamat Ekonomi, Bhima Yudhistira mengatakan "Bila bunga pinjaman hal ini tidak membuat indonesia gagal untuk membayar utang, namun RI akan menanggung beban utang yang sangat berat dan berpotensi mengandalkan APBN untuk membayarnya" ia menambahkan "Kreditur China bisa mengambil alih pengelolaan KCJB jika utang tersebut gagal dibayar. pemasukan tiket kereta langsung jadi pendapatan kreditur"
Upaya Pemerintah Indonesia Mengatasi Permasalahan
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan "Pemerintah berupaya menegosiasikan bunga pinjaman utang agar bisa turun lagi." sehingga Indonesia dapat menyanggupi pelunasan hutang proyek KCJB tanpa APBN sebagai jaminan. ia memastikan bahwa pemerintah sedang melalukan lobi pada pihak China terkait penyelesaian pinjaman tersebut bisa lebih rendah hingga 2%. Luhut mengatakan "Maunya kita kan 2%, tapi kan enggak semua bisa kita capai karena kalau kamu pinjam keluar negeri juga bunganya itu sekarang bisa 6%. jadi kalau dapat 3,4% ya we're doing okay, walaupun tidak oke oke amat." ujarnya.
Luhut Binsar Pandjaitan tidak mengiyakan permintaan China untuk menjadikan APBN sebagai jaminan utang, Luhut merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) alias PII.
Tentang bunga pinjaman, Luhut yakin pemerintah Indonesia mampu membayar 3,4% tersebut. Ia berharap masyarakat tidak meragukan pemerintahan Indonesia  di tengah penerimaan pajak yang sangat baik.
Tujuan Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung
Pemerintah bertekad terus melakukan kemajuan dan modernisasi transportasi nasional, khususnya transportasi massal dan infrastruktur pendukungnya. Tekad tersebut konsisten dilakukan dengan membangun dan mengembangkan sarana dan infrastruktur pendukung serta melakukan medernisasi transportasi massal di tanah air.
Pembangunan Kereta Cdepat Jakarta Bandung (KCJB) merupakan ikon sekaligus momentum Indonesia melakukan modernsasi transportasi massal di era kemajuan yang sedang berlangsung terus menerus.
Pada kenyataannya Proyek KCJB memiliki banyak permasalahan di dalamnya, mulai dari target waktu pembangunan yang molor, biaya proyek yang membengkak dan berbagai permasalahan yang lainnya. Pemerintah perlu menjadikan permasalahan permasalahan sebagai bahan evaluasi dan secepatnya menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan yang akan terjadi, sehingga indonesia tidak terperangkap utang China untuk Indonesia dan tidak mengalami kerugian yang lebih besar.
Menurut Rizal Taufikurahman, ada kemungkinan pengelolaan Kereta Cepat ini diambil alih oleh China jika Indonesia jika Indonesia dinyatakan gagal membayar utang. ia menilai bunga pinjaman yang dipatok China sebesar 3,4% itu tidak bijak karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan, belum lagi biaya pengelolaan yang tidak murah.
Bila ini terjadi maka kemungkinan Indonesia akan menggunakan APBN karena konsorsium Indonesia misalnya hanya bisa membayar hutang di level 2% maka 1,4% ditanggung oleh APBN. Sementara Kondisi APBN sudah sangat terbebani dengan besaran utang yang semakin membengkak. Apalagi Indonesia sedang menanggung pembiayaan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H