Di Amerika lebih tinggi lagi angkanya. India jangan ditanya.
2.9 juta jiwa bakal kehilangan pekerjaan tanpa ada penggantinya. Lha banyak pabrik dan perusahaan yang tutup, mending cuma tutup bro, gulung tikar, alias bangkrut.
Mau buka usaha? Es kopi susu gitu misalnya. Yang beli siapa? Orang-orang sudah di PHK, yang masih kerja pun gaji dipotong. So, alokasi anggaran rumah tangga cuma untuk satu tok: Makanan. Boro-boro ngupi santuy sambil liat senja. Pret.
Lebih jauh lagi, pengeluaran untuk sekolah anak kita pun sudah tidak ada. Asumsi dari 2.9 juta jiwa tadi punya satu anak saja, maka potensi 2.9 juta anak putus sekolah. Padahal rata-rata ada 2 anak sekolah dalam satu rumah tangga, bahkan ada yang 5 anak!.
Ah, ngayal lu bro!
Eits, kata siapa om? Dari driver ojek online yang saya naikin sore ini, dia cerita kalo anaknya bakal ditunda masuk SD karena gak sanggup bayar. Awalnya dia jadi ojek online sebagai sampingan, tapi karena pabrik tempat dia kerja tutup, jadilah ojek online sebagai penghasilan utama.
“Boro-boro THR om, gaji bulan Mei ini aja masih di awang-awang..” Ujarnya.
“Trus, sampeyan mau gimana?”
“Ya yang penting bisa makan deh, sama anak masuk sekolah, bodo amat lah itu corona, saya sama istri mau coba jualan baju, siapa tau masih ada yang beli kan om, mau lebaran gini”
Itu yang saya dengar. Terus saya harus ceramah gitu kalo ini-itu-ini-itu soal virus? Gak bakal ngaruh. Perut sudah berbicara.
Kata filsuf kuno; “jika perut telah berbicara, itulah lidah sebenarnya, maka diamlah anda semua wahai jelata dan penguasa”.