Ahok memang magnet, gak ada selesai-selesainya bahas Ahok eh BTP. BTP memang fenomenal di Negeri +62 yang rakyatnya masih sibuk meributkan bubur ayam pisah atau campur.
Setelah keluar penjara, hidup BTP adem ayem. Padahal tadinya penuh nestapa. Bukan cuma di penjara, BTP pun cerai dengan istrinya, Veronica Tan. Eh begitu keluar dari penjara BTP menikah dengan wanita cantik yang tak kalah cantiknya dari bu Vero.Â
Sama dengan publik figur lain, merasa terkenal, BTP pun buat vlog di youtube, eh viral. Subscribernya per 16 Oktober 2019 lalu genap satu juta.Â
Ya, satu juta subscriber!!
Tentu saja youtube bisa mendatangkan uang yang (sangat) cukup buat BTP, belum jika BTP punya bisnis yang lain.Â
BTP tetap magnet, uang mengalir dengan sendirinya.
Tapi bukan BTP namanya kalau cuma ngandelin youtube, itu receh. Harus ada sesuatu yang dia kerjakan yang efeknya berimbas bagi negara. Maka dari itu, ketika Menteri BUMN, Erick Thohir memanggil, BTP siap. Mau jadi apapun siap, yang penting buat negara, itu kata BTP.
Tapi lagi-lagi +62 kembali ribut. Keberatan disampaikan oleh kelompok alumni 212.
Bahkan mungkin tanpa perlu baca beritanya, kita sudah tau apa keberatannya. Ya, BTP mantan narapidana kasus penistaan agama dimana gerakan 212 sebagai pendorong utama BTP di kasuskan, jelas jika kelompok 212 menolak BTP jadi pejabat (apapun itu).Â
Bahkan BTP ketika jadi youtuber pun ada kawan saya yang alumni 212 mengkritik BTP dan ingin melaporkan akun BTP ke pihak youtube agar di blokir. Entah apa alasannya.
Mari kita berfikir. Gini deh, BTP sudah melalui masa hukumannya, 1 tahun lebih sesuai putusan pengadilan. BTP pun sudah meminta maaf kepada pembencinya melalui tulisan surat dari Mako Brimob.
Apalagi? Saya rasa hukum di Indonesia sudah jelas ya. Ketika seseorang telah selesai menjalani masa hukuman dan meminta maaf, selesai. Haknya menjadi sama dengan kita untuk jabatan non politik. BTP pun tahu diri untuk tidak lagi mengisi jabatan pejabat publik/politik di Pemerintah.
Nah, sekarang mantan narapidana yang BUKAN kasus korupsi, dicalonkan menjadi Komisaris BUMN bidang Energi (mungkin Pertamina), apa yang salah? Bahkan seorang Soekarno pun mantan narapidana.
Secara profesional BTP dan anda yang membaca ini boleh kok untuk duduk jadi Komisaris Pertamina. Tinggal masalahnya anda layak apa enggak. Gitu aja
Jadi apa manfaat alumni 212 yang ingin berdemo (lagi) menolak BTP jadi Komisaris?Â
Tidak ada kebijakan publik yang akan di hasilkan oleh seorang Komisaris BUMN. Kebijakannya adalah kebijakan korporasi. Tidak seperti Gubernur, kebijakan rakyat langsung terasa disitu.Â
Hubungan Pertamina dan rakyat adalah hubungan jual-beli. Ya! jual-beli. Anda kehabisan bensin, ya belinya di depot Pertamina, isi bensin disana, bayar, dapat struk. Sesederhana itu.Â
Tinggal kemudian berputar, BUMN milik Pemerintah, Pemerintah mendapat uang rakyat dari pajak, sehingga BUMN harus betul-betul bekerja profesional melayani rakyat. Itu filosofi dasar.
Menjadi tanggung jawab Pemerintah bagaimana agar Pertamina sebagai tulang punggung Migas Nasional bisa mendistribusikan migas ke masyarakat secara adil. Adil dalam arti adil sebenarnya. Masyarakat tidak berat, harga BBM merata di seluruh Indonesia (seperti BBM satu harga di Papua), bensin pun tersedia dan Pertamina tetap untung untuk kelanjutan bisnisnya.
Migas adalah objek vital nasional, sudah saatnya dikelola oleh orang-orang yang tegas dan tanpa pandang bulu, apalagi bisnis migas erat dengan istilah mafia. Kerja profesional dan sekali lagi: Bisa bekerja.
BTP, diluar dari kasusnya, harus diakui adalah orang yang profesional, tegas dan betul-betul tidak kompromi, semua pihak mengakuinya. BTP tidak terlibat korupsi. Kasus Sumber Waras? Toh kasus Sumber Waras masih ditangani KPK.Â
Memangnya kita yang mau tangani kasusnya? Tidak kan. Yasudah, sebelum ada putusan KPK soal Sumber Waras, BTP memiliki hak yang sama dengan kita untuk dipilih menjadi Komisaris, apapun itu perusahaannya.
Jika nanti ternyata putusan KPK resmi dan BTP menjadi tersangka atau kemudian terpidana, yasudah, BTP tinggal copot jabatan dan kembali tidur nyenyak di dalam jeruji besi.Â
Tidak ada yang aneh, tidak ada yang perlu diributkan.
Malah bagi saya jabatan Komisaris bagi BTP ini sama sekali tidak menarik. Jadi menarik jika BTP jadi Direktur Utama Pertamina, ini baru seru.Â
Direktur menentukan arah visi misi perusahaan. Komisaris hanya memantau dan mengawasi kinerja direksi dan jalannya korporasi. Komisaris berhak menegur direksi, bahkan memecat direksi apabila ditemukan hal yang diluar kontrol.
Tapi Komisaris tidak masuk ke ranah detail teknis seperti halnya direksi, ini bukan Ahok eh BTP banget. BTP tidak bisa membuat aksi seperti waktu dia jadi Gubernur. Jadi buat apa ngeributin BTP yang jadi Komisaris, santai aja bisa gak sih?
Capek kita ini ribut melulu, demo melulu, tidak produktif. Tapi sebenarnya yang mau demo itu ngerti gak sih Komisaris itu apa?
Ya Tuhan, tolong Baim..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H