Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kotak Pandora Novel Baswedan Dibuka, Siapa Disasar?

11 November 2019   14:59 Diperbarui: 11 November 2019   17:32 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KompasTV.com

11 April 2017, seorang Novel Baswedan, senior penyidik KPK yang juga saudara sepupu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang berjalan pulang dari Sholat Subuh di Mesjid. Ini diluar kebiasaannya, karena menurut pengakuan ketua RT Pegangsaan Dua, Wisnu Broto, biasanya Novel berdzikir terlebih dahulu setelah sholat Subuh, tapi kali ini beliau terlihat langsung pulang ke rumahnya.

Tak berapa lama, tepat dalam sorotan CCTV, Novel diserang oleh seorang penjahat yang terlihat menyiram sesuatu ke arah wajah Novel. Indonesia gempar, seorang penyidik KPK disiram air keras, mata kirinya tidak berfungsi sehingga harus dilakukan operasi Osteo Odonto Keratoprosthesis (OOKP).

Selang 9 hari setelah kejadian itu, tepatnya 20 April 2017 (sebelum operasi OOKP) seorang wartawati Net TV terlihat mewawancarai Novel yang sedang dituntun di kursi roda di area Rumah Sakit Singapore National Eye Centre di Singapura. 

Yang paling mengejutkan adalah wajah Novel Baswedan yang biasa-biasa saja, kulitnya tampak biasa saja, matanya pun normal bahkan bisa ikut melirik ke arah kameramen, seperti tidak ada tanda-tanda bahwa Novel baru tersiram air keras.

Warganet terkejut, bahkan seorang kompasianer, Gatot Swandito membandingkan kondisi Novel dengan Carla Whitlock. Wanita yang disiram air keras di Southampton, Inggris pada 2015. Di tulisan tersebut Gatot mendetailkan kondisi Carla yang bukan hanya kehilangan penglihatan, tapi juga kerusakan pada wajahnya. 

Namun Gatot juga menggaris-bawahi kondisi mata Novel yang lebih buruk dari Carla setelah dilakukan operasi OOKP. 

Tapi memang tidak bisa di bandingkan antara Novel dan Carla. Novel, menurut Kapolri saat itu Tito Karnavian, disiram oleh air keras tidak pekat, sedangkan Carla, disiram dengan air keras dengan kepekatan 89-93%. 

Entah definisi tidak pekat itu seperti apa. Tapi menurut rekan saya yang seorang dokter, meskipun tidak pekat pun air keras punya daya rusak tinggi, meskipun cuma cipratan.

Air keras sendiri terbagi menjadi 4, yaitu HCL (asam klorida, konsentrasi asam sekitar 38%), HNO3 (asam nitrat, 68%), H3PO4 (asam fosfat, 70%), dan H2SO4 (asam sulfat, 80-96%).

Saya sendiri punya bekas luka di betis, hasil cipratan pembersih kerak Asam Klorida (HCL), luka bakar itu masih membekas hingga kini.

Okelah saya tidak menuduh apakah kasus ini rekayasa atau tidak, toh Novel sendiri sudah mengklarifikasi, plus klarifikasi tambahan dari wartawati Net TV yang meliput Novel langsung. 

Prasangka baik saya berkata, pertama, penanganan luka Novel sangat cepat. Kedua, air keras yang menyerang Novel bukan kategori H2SO4 (sesuai informasi yang beredar). Ketiga, Rumah Sakit di Singapura betul-betul canggih. Disini Dewi Tanjung jelas offside. So, biar publik yang menilai. 

Namun hal di atas baru point pertama.

Point keduanya, pertanyaan warganet ala SJW, mengapa video yang diunggah Net TV dengan judul "EKSKLUSIF: Kondisi Terkini Novel Baswedan Jalani Perawatan - NET24" pada 20 April 2017 baru viral dua tahun kemudian?

Net TV bukanlah stasiun TV ecek-ecek, pentolannya adalah tokoh kreatif yang ikut membesarkan Trans TV, bahkan sekarang jadi Menteri Ekonomi Kreatif, Wishnutama.

Meskipun di kabarkan Net TV hampir kolaps, namun pada tahun 2017 lalu, Net TV masih jadi program andalan untuk penonton televisi kalangan menengah atas. Apalagi disrupsi teknologi hiburan dari televisi ke media sosial seperti youtube, pasti sudah disadari oleh Net.

Jadi mengherankan ketika postingan Net TV tidak mendapat respon sama sekali, padahal itu program eksklusif mengangkat kasus nasional, dimana Novel saat itu sedang menangani kasus simulator SIM yang menyeret petinggi Polri, Irjen Djoko Susilo dan juga megakorupsi E-KTP, kasus heboh Setya Novanto dan suap impor daging.

Net TV saat ini punya 1,65 juta subscriber, 2017 lalu saya tidak tahu berapa, tapi minimal lebih dari 100 ribu subscriber kan? Mosok sih orang sebanyak 100 ribu tak ada yang ngeh sama sekali dengan postingan Net? 

Bisa saja, jika memang postingan itu "di sembunyikan". Oleh siapa? Entah, ada tiga pihak yang "biasanya" berurusan dengan postingan video youtube: Yaitu; Kepolisian (Cyber), Kominfo dan pihak youtube sendiri.

Saya jadi ingat kasus buku merah yang menyeret nama Kapolri saat itu, Tito Karnavian. Terkait kontroversi halaman buku merah milik pengusaha impor daging, Basuki Hariman yang diduga dirobek oleh penyidik KPK (yang terekam CCTV, bisa dilihat disini). 

Halaman tersebut, diduga bertuliskan nama penerima aliran uang kasus suap daging impor, salah satunya adalah Tito Karnavian. Justru kasus ini, yang menurut Novel tidak masuk dalam list Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang di bentuk oleh Tito dan diketuai oleh Idham Aziz, Kapolri saat ini, untuk mengungkap kasus penyiraman Novel.

Hubungan Novel dengan Kepolisian jelas enggak baik-baik amat, tapi apakah sampai segitunya jika (katakanlah) Polisi Cyber sampai menahan akses viral postingan youtube Net TV?

Disinal ada pejuang keadilan (SJW) ala medsos yang membela Novel berteriak, bahwa viralnya video Net TV secara mendadak adalah dalih untuk mengelabuhi publik, dan video tersebut di tahan viralnya oleh divisi Cyber Polri.

Dalih bagaimana? Secara logika, siapa pihak yang paling diuntungkan jika persepsi publik tentang kasus Novel adalah rekayasa?

Tentunya adalah pihak yang merasa dirugikan oleh Novel, bisa pihak Basuki Hariman, bisa pihak Setya Novanto, atau pihak Kepolisian sendiri, tempat Novel pernah bernaung. 

Bahkan ada warganet yang ke-SJW-SJW-an terus berbicara bahwa viral video Net TV adalah upaya untuk melindungi Mendagri Tito Karnavian. 

Pertanyaannya, mengapa harus menunggu dua tahun? Kenapa tidak ketika Tito masih menjabat Kapolri?

Jika Tito ingin menggiring opini publik, tidak perlu menunggu dua tahun, saat itu juga semua bisa dibuka. Justru lebih menguntungkan untuk Tito. Tidak ada faedahnya Polri menahan viral video itu.

Bagi saya, video itu tidak viral karena Net TV kurang nge-hitz aja untuk urusan politik, Net TV dianggap media hiburan. Tidak perlu berpikir rumit.

Naiknya Tito menjadi Mendagri dan Idham Aziz sebagai Kapolri juga saya tidak melihat ada hubungannya dengan kasus Novel. Tito naik menjadi Mendagri lebih kepada kecakapannya dalam menghadapi radikalisme berbaju organisasi politik. Plus sebagai triumvirat bersama Menlu Retno Marsudi untuk menemani Menhan, Prabowo Subianto yang notabenenya adalah "bekas" oposisi.

Sedangkan Idham Aziz memang memiliki track record sebagai penghancur teroris yang bersisihan dengan radikalisme. Jadi urusan Tito dan Idham adalah soal terorisme dan radikalisme. Dunia ini bukan cuma soal Novel Baswedan.

Tapi kembali lagi, kuncinya kasus Novel harus dituntaskan, agar publik tidak terus bertanya-tanya.

Jadi kotak pandhora siapa yang dibuka? Polri, Novel sendiri atau Paijo?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun