Sepak terjang Jonan cukup memukau, Jonan berhasil membawa revolusi industri Kereta Api yang memanusiakan manusia setelah sekian lama manusia Indonesia disamakan dengan kambing di dalam gerbong kereta ekonomi yang kotor.Â
Pun begitu ketika memimpin "kerajaan" ESDM. Jonan mampu mengguncang panggung ESDM dengan divestasi saham Freeport, pengambilalihan blok Rokan dari Chevron dengan skema gross split sekaligus memberikannya ke Pertamina.
Dengan kata lain, kedaulatan energi perlahan kembali ke NKRI. Dan karena itulah salah satu alasan saya untuk mendukung kuat pak Jokowi pada Pilpres 2019 lalu.
Pun demikian dengan Archandra, beliau adalah tokoh minyak dan gas yang sepak terjangnya memukau pak Jokowi, bahkan terkesan dipaksakan ketika beliau ternyata masih memiliki passport Amerika. Ide gross split adalah dari dirinya.Â
Beliau berani menggedor tirani sampai membuat beberapa ekonom mencak-mencak. Di situ saya yakin pak Jokowi sangat menghargai orang-orang pintar (dan berani) seperti ini.
Entah ada apa sehingga Jonan dan Archandra justru lengser dari jabatannya. Apakah karena semata-mata akibat target pajak ESDM yang tidak tercapai? Atau karena banyaknya "setan" yang marah karena tertutupnya lubang-lubang korupsi?
Ah entahlah, bisnis mutiara hitam ini memang sehitam warnanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H