Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Djarum Melahirkan Juara, KPAI Ngapain Aja?

9 September 2019   20:22 Diperbarui: 9 September 2019   20:39 3127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Legenda PB Djarum, sumber foto: https://www.bola.com

Orang negara ber-flower +62 ini sukanya bikin ribut, apa-apa gaduh, padahal baru saja saya ingin leyeh-leyeh setelah capek ber blog-war ria menjelang Pilpres lalu.

Tapi kali ini kita tidak membahas politik atau soal rudalnya ayah Naen, tapi soal isu rokok PB Djarum yang di protes oleh KPAI. KPAI menuding bahwa PB Djarum menyimpan muslihat tersembunyi soal kampanye rokok terhadap anak-anak berbalut pembinaan olahraga Bulutangkis.

Ini menyoal tentang audisi pencarian bakat Bulutangkis dengan beasiswa yang disponsori oleh PB Djarum.

KPAI pun di kritik, lho emang kenapa sih?

Asal tahu saja, misi KPAI ini sungguh mulia. KPAI ingin agar yang namanya olahraga ya olahraga, tidak ada embel-embel bakul rokok yang notabenenya justru merusak kesehatan. 

Tidak ada lagi propaganda psikoanalisis Sigmund Freud yang di gunakan perusahaan rokok untuk memperdaya anak di bawah umur bahwa rokok identik dengan kejantanan dan kebebasan.

Sudah sejak dulu olahraga di Indonesia selalu identik dengan rokok, dulu ada yang namanya Liga Dunhill, Liga Kansas hingga Copa Dji Sam Soe yang semua dari rokok. Strategi para bakul rokok ini cerdas, mereka menjadi sponsor olahraga yang identik dengan kesehatan karena bisnis mereka justru menghasilkan sebaliknya. Bisnis yang menjual ironi.

Masalahnya, PB Djarum ini beda dari bakul rokok lain. Mereka konsisten bukan hanya untuk dukungan sponsorship, tapi juga pembinaan yang betul-betul serius. Buktinya adalah seorang Liem Swie King, legenda Bulutangkis yang menjuarai All England 1978, 1979 dan 1980, di tambah sebagai juara Thomas Cup tahun 1976 yang membuat Liem menjadi idaman gadis-gadis termasuk ibu saya, pada zamannya.

Kartono dan Heryanto, mereka ini berhasil menyabet juara pada kejuaraan All England 1981 dan Thomas Cup 1984. Lalu Christian Hadinata, maestro gaek Bulutangkis yang paling sering kita dengarkan komentarnya di hampir setiap pertandingan Bulutangkis, beliau adalah juara All England 1972, 1973, Japan Open 1981 dan dua medali emas Asian Games 1982! What a legend!

Legenda berikutnya adalah Ardy B Wiranata dan tentunya Alan Budikusuma, dua legenda yang membuat anak-anak era 90'an bercita-cita menjadi mereka, piawai di lapangan dan jadi idola di luar. 

Anak 90'an pasti masih ingat tangisan epic Susi Susanti pada Olimpiade Barcelona tahun 1992 kan? Nah di tunggal putra, Alan Budikusuma lah orangnya. Dan kemudian mereka pun berjodoh.

Belum lagi nama-nama besar seperti Minarti Timur, Haryanto Arbi, Chandra Wijaya, legenda Tantowi Ahmad bersama partnernya Liliyana Natsir hingga nama besar baru Kevin Sanjaya, yang bersama Marcus Gideon baru saja merebut emas di Asian Games 2018 hingga memecahkan rekor 7 gelar BWF Superseries 7 tahun berturut-turut!

KPAI memang benar, tapi di sisilain, disitulah saya dan kawan-kawan tumbuh bersama kebanggaan Merah Putih.

Disitulah saya ikut menangis ketika smesh keras Alan Budikusuma tidak dapat dihentikan oleh Thomas Stuer Lauridsen asal Denmark, dan memastikan all Indonesian Final di Olimpiade Barcelona 1992. 

Darah saya berdesir melihat perjuangan Tantowi bersama Liliyana Natsir menggondol medali emas di Olimpiade Rio de Jeneiro, Brasil pada 2016. Dan yang terbaru, terharu ketika Kevin Sanjaya merebut emas di nomor ganda putra Asian games 2018.

Momen-momen itulah titik dimana rasa Indonesia saya memuncak, gue Indonesia! Disitulah saya bangga menjadi orang Indonesia. Gegap gempita riuh rendah suara suporter selalu sesak mengisi dada ini. 

Saya ikut melonjak, ikut berteriak, ikut kecewa, ikut bahagia dan ikut mengepalkan tangan ini ke udara hanya untuk mendukung negara Indonesia yang kaya namun masih miskin.

Disinilah titik dimana saya melupakan tentang negara yang bobrok akibat korupsi masa lalu, negara yang tak kunjung usai mengurus polemik negara merdeka, negara yang baru punya MRT setelah bertahun-tahun mangkrak, negara yang katanya punya mental di jajah, mental "Inlander". 

Ya, saya melupakan itu semua, saya sangat bangga melihat bendera Merah Putih terkerek gagah di tiangnya bersama lagu Indonesia Raya. Bangsa kita bukan bangsa "Inlander", bangsa kita mampu untuk mengalahkan negeri penjajah.

Dan sekarang, KPAI mau merenggut itu semua?

Apakah anak cucu saya nanti masih bisa melihat bendera kami berkibar di Negara adidaya? Masihkan anak cucu saya merasakan rasa patriotisme yang saya rasakan?

KPAI memiliki tanggung jawab moral untuk itu. 

Dilema? Ya. Disatu sisi bisnis rokok memang kejam, tapi disisi lain siapa yang bisa menjamin kelangsungan prestasi anak negri? 

Ooh saya lupa, bukankah KPAI sudah berhasil menggerus sinetron Ganteng-Ganteng Tukang Bubur yang berhasil mendapat rating tertinggi? Bukankah KPAI juga sudah berhasil menghapus anak umur sekolah dari profesi pengemis?

Bukahkah KPAI juga berhasil meningkatkan minat baca anak-anak ketimbang main PUBG?

Atau keberhasilan KPAI hanya halusinasi bagi saya? Jikalau saya masih halu, artinya KPAI hanya seperti komisi-komisi lain di Indonesia, hanya sanggup untuk berkomentar tanpa menawarkan solusi.

Kenapa KPAI tidak segera cepat melakukan tindak lanjut dengan menggandeng Tokopedia misal untuk jadi sponsor, atau Gojek, atau menggandeng BUMN raksasa seperti Pertamina untuk ikut serta dalam pembinaan bibit prestasi bulutangkis? 

Hohoho....Tidak semudah itu Fergusooo ~

KPAI harus mengakui, bahwa perusahaan manapun, akan sulit se-konsisten Djarum dalam soal pembinaan olahraga yang bisa dibilang untungnya sedikit, tidak semewah sepakbola. 

Dalam rentang waktu selama itu, Djarum sudah punya program jangka panjang yang establish melahirkan bibit prestasi. Tidak segampang itu pula untuk perusahaan lain bahkan hanya untuk meng-copy paste program yang telah di kembangkan oleh Djarum.

Jika masih tanpa solusi seperti ini, mungkin KPAI lebih memilih anak Indonesia menjadi youtuber ala-ala ketimbang mengangkat bendera Merah Putih. 

Mungkin juga bagi KPAI apa gunanya anak Indonesia jadi atlet kalo ujung-ujungnya misqueen? Bukankah jadi youtuber bisa lebih cepat kaya?

Oya, lagipula, emang iya anak-anak itu lantas jadi perokok karena di biayai oleh Djarum? Apakah atlet-atlet itu otomatis jadi tukang udut gitu? Come on Fergusooo, berilah hamba pencerahan hidup..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun