Dilema? Ya. Disatu sisi bisnis rokok memang kejam, tapi disisi lain siapa yang bisa menjamin kelangsungan prestasi anak negri?Â
Ooh saya lupa, bukankah KPAI sudah berhasil menggerus sinetron Ganteng-Ganteng Tukang Bubur yang berhasil mendapat rating tertinggi? Bukankah KPAI juga sudah berhasil menghapus anak umur sekolah dari profesi pengemis?
Bukahkah KPAI juga berhasil meningkatkan minat baca anak-anak ketimbang main PUBG?
Atau keberhasilan KPAI hanya halusinasi bagi saya? Jikalau saya masih halu, artinya KPAI hanya seperti komisi-komisi lain di Indonesia, hanya sanggup untuk berkomentar tanpa menawarkan solusi.
Kenapa KPAI tidak segera cepat melakukan tindak lanjut dengan menggandeng Tokopedia misal untuk jadi sponsor, atau Gojek, atau menggandeng BUMN raksasa seperti Pertamina untuk ikut serta dalam pembinaan bibit prestasi bulutangkis?Â
Hohoho....Tidak semudah itu Fergusooo ~
KPAI harus mengakui, bahwa perusahaan manapun, akan sulit se-konsisten Djarum dalam soal pembinaan olahraga yang bisa dibilang untungnya sedikit, tidak semewah sepakbola.Â
Dalam rentang waktu selama itu, Djarum sudah punya program jangka panjang yang establish melahirkan bibit prestasi. Tidak segampang itu pula untuk perusahaan lain bahkan hanya untuk meng-copy paste program yang telah di kembangkan oleh Djarum.
Jika masih tanpa solusi seperti ini, mungkin KPAI lebih memilih anak Indonesia menjadi youtuber ala-ala ketimbang mengangkat bendera Merah Putih.Â
Mungkin juga bagi KPAI apa gunanya anak Indonesia jadi atlet kalo ujung-ujungnya misqueen? Bukankah jadi youtuber bisa lebih cepat kaya?
Oya, lagipula, emang iya anak-anak itu lantas jadi perokok karena di biayai oleh Djarum? Apakah atlet-atlet itu otomatis jadi tukang udut gitu? Come on Fergusooo, berilah hamba pencerahan hidup..