Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Sexy Killers" dan Ajakan untuk Golput

16 April 2019   14:31 Diperbarui: 16 April 2019   18:09 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah video menarik diputar oleh warga di sebuah warung kopi, katanya sudah 1.5 jam menonton video ini belum habis-habis karena bagus  dan menarik karena bercerita tentang aktivitas tambang yang banyak merengut nyawa dan tidak pro lingkungan. 

Sebuah narasi normatif khas penggiat cinta lingkungan, biasa saja sebetulnya hingga tiba-tiba kawan saya bilang bahwa video ini juga membuka "aib" para elit politik nasional.

Saya pun ikut menyaksikan video itu. Video itu dibuka dengan aktivitas suami-istri di dalam rumah yang menggunakan energi listrik, di tampilkan dengan detail berapa watt listrik yang digunakan dalam aktivitas ringan rumah tangga, seperti lampu, kulkas, laptop, televisi, AC hingga aktivitas "Sunah Rasul".

Selanjutnya masuk ke inti video. Darimana listrik di dapat? Dimulai dari pertambangan batubara, dimana bumi di ledakkan dengan kekuatan besar untuk kemudian dikupas menggunakan alat berat untuk diambil batubaranya. 

Si Intan hitam ini kemudian di kirim ke berbagai wilayah menggunakan kapal tongkang yang bermuatan hingga 50.000 metric ton. Salah satu konsumennya adalah perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan bakarnya menggunakan batubara, baik PLN maupun Swasta.

Cerita berlanjut ke inti masalah, yaitu perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan batubara berujung pada kelalaian pengelola tambang dengan tidak ditutupnya mulut tambang yang berakibat jatuhnya banyak korban anak kecil. Mulut tambang hanya di batasi seng bekas yang bertuliskan "dilarang bermain".

Belum lagi ditemukan kerusakan terumbu karang akibat aktivitas kapal tongkang yang kerap menjatuhkan ampas batubara ke laut. Seperti sebuah anekdot bahwa adanya korban atau isu lingkungan dari suatu bisnis pasti mengundang aktivis atau LSM untuk berkerumun membahas, entah ujung-ujungnya apa. 

Disisi hilir, PLTU pun mendatangkan masalah, yaitu mengambil lahan warga sekitar plus kerusakan lingkungan yang berakibat pada menurunnya panen warga, terutama kelapa. Karena PLTU memang letaknya di pinggir laut/sungai. 

Video tersebut juga menyoroti program listrik 35.000 MW era Presiden Jokowi yang akan berdampak pada membesarnya aktivitas tambang batubara.

Tidak sampai disitu, video itu kemudian  mengupas tentang PT Toba Bara Sejahtera, perusahaan terbuka (Tbk) yang bergerak pada bisnis batubara yang dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan. PT Toba ternyata berkoloni bisnis dengan Sandiaga Uno. Nah, disinilah letak kecurigaan saya terhadap video ini, bahwa video ini dimainkan kelompok tertentu menjelang Pemilu.

Saya lanjutkan menonton video ini hingga habis. Di  menit 1:06:50, video ini mengupas juga tentang PT Rakabu milik Presiden Jokowi. Lho apa hubungannya? Ternyata Greenpeace juga menyoroti bisnis PT Rakabu yang bergerak dibidang meubel dan kayu, juga advertising dan sabun yang bahan bakunya dari Kelapa Sawit.

PT Rakabu tidak ada hubungannya dengan aktivitas batubara yang sedang disorot, namun video tersebut ternyata menyoroti PT Rakabu yang sahamnya dibeli oleh Luhut untuk mengembangkan bisnisnya di bidang lain selain batubara. 

Ya, PT Rakabu tidak terafiliasi dengan bisnis batubara kecuali pembelian saham oleh PT Toba Sejahtera.

Sedangkan di menit 1:08:51, video yang di garap oleh Watchdoc Image bekerjasama dengan Greenpeace itu menuliskan tentang 7 (tujuh) perusahaan tambang milik Prabowo Subianto, diantaranya mungkin anda kenal; PT Kaltim Nusantara Coal, PT Erabara Persada, PT Kaltim Santan Coal dsb.

Video ini pun terus menerus menyorot soal keterlibatan tim pemenangan baik TKN maupun BPN, bahkan yang agak konyol video itu menyoroti juga keterlibatan KH Ma'aruf Amin sebagai ketua MUI untuk "meloloskan" perusahaan tambang yang sudah go public sebagai saham syariah.

Saya agak ketawa menonton momen ini, karena saham syariah memiliki aturan yaitu perusahaan yang masuk ke daftar saham syariah harus perusahaan yang tidak terlibat penjualan narkoba, minuman keras, perdagangan ilegal, makanan non halal dan riba.

Sedangkan perusahaan tambang adalah perusahaan bisnis dagang semata, mengambil sumberdaya lantas menjual ke pengguna. Secara syariat tidak ada yang perlu dilarang. Jika perusahaan tambang tersebut bermasalah soal AMDAL, maka aturan dan UU-nya yang harus di tegakkan.

Sehingga lucu jika video ini lantas mengaitkan segala rupa elit bangsa ini kedalam satu skema "dosa" lingkungan, yang semestinya "dosa" tersebut bisa di minimalkan.

Jika video ini menyoroti soal lingkungan, maka fokus sorotlah lingkungan, bahas Undang-Undangnya dan solusi alternatif. Toh saya dan rekan-rekan pun sangat setuju jika aturan AMDAL betul-betul ditegakkan. 

Mari viralkan video soal terumbu karang yang rusak, petani yang merugi dan korban akibat kelalaian perusahaan tambang. Pemerintah harus turun tangan. Harus dan wajib.

Kerusakan AMDAL akibat eksplorasi perut bumi terjadi sudah sejak lama. Dan di era Jokowi ini telah terjadi perbaikan besar-besaran. Saya masih ingat bagaimana proyek PLTU di hentikan akibat adanya terumbu karang milik petani di Teluk Balikpapan rusak. Kontraktor mengganti rugi cukup besar ditambah perbaikan desain struktur Jetty agar tidak merusak lingkungan.

Disinilah saya melihat ada kecenderungan video ini mengarah ke ajakan golput. Bagaimana tidak, mereka membuat infografis soal keterlibatan para elit sampai sedemikian detail. Bahkan disini justru saya melihat sisi lain, bahwa video soal kerusakan lingkungan hanyalah latar belaka.

Mari kita juga berpikir jernih, berapa banyak rumah tangga yang 'hidup' karena listrik, berapa banyak pendidikan yang bisa dikejar karena listrik. Bahkan berapa banyak peradaban yang berubah karena listrik?

Kenapa batubara yang digunakan? Karena batubara memiliki nilai yang paling ekonomis, stabil, jumlah yang banyak dengan nilai kalor yang tinggi, dibanding dengan gas, angin, air apalagi matahari. 

Bayangkan di daerah terpencil, dimana tidak ada sumber gas, angin tidak menentu, debit air kecil dan Matahari kadang muncul kadang tidur, tidak ada yang bisa diandalkan kehandalannya selain batubara dan diesel. 

Sehingga proyek 35.000 MW adalah target prestisius untuk membangun peradaban Indonesia yang selama ini tidak tersentuh. Meskipun saya setuju, isu lingkungan soal batubara belum tuntas.

Saya adalah pendukung garis keras renewable energy atau energi terbarukan, diantaranya penggunaan kayu kaliandra sebagai energi biomassa. Kenapa bukan ini yang disorot oleh aktivis Greenpeace? Tentu, karena isu renewable energy tidak seksis.

Tidak ada yang akan menonton video soal green energy, paling banter 3000-an orang. Beda halnya jika mengaitkan isu lingkungan dengan para elit politik, ditambah mengeluarkan video ini menjelang Pemilu, yang nonton bisa jutaan. Video ini bahkan mungkin bisa mengalahkan Atta Halilintar.

Pembelaan para aktivis ini menjadi lucu bagi saya, mereka berdalih bahwa tidak ada kaitan politik dengan isu lingkungan. Padahal faktanya, video ini viral karena berisi para elit politik. Ditambah dengan timing waktu penayangan yang terkesan disengaja.

Semua elit dibahas, terkesan "diserang", tidak pandang bulu, bahkan yang tidak nyambung sekalipun, terkesan othak-athik-gathuk. Padahal kita semua tahu, tidak ada elit yang betul-betul bersih. 

Sandiaga dan Prabowo punya pengalaman masuk ke Panama Papers, Sandiaga terkenal punya saham besar di Adaro Energy (pemilik konsesi tambang batubara terbesar), dimana Adaro Energy identik dengan Erick Thohir, timses Jokowi, silahkan googling. Namanya saja para pengusaha, link dan kaitan hubungan saling menguntungkan pasti terjadi. 

Lalu apakah kita akan golput begitu saja? Sangat disayangkan karena meskipun mereka saling terkait dari sisi bisnis, tapi berbeda soal visi dan misi untuk negara ini. Siapa yang berniat membangun bangsa itulah yang harus kita pilih. 

Tidak memilih adalah langkah pengecut, tidak berani bertanggung jawab atas pilihan namun tetap mencari makan di negri ini,

Satu suara kita adalah penentuan nasib bangsa kita kedepan. Nasib anak cucu kita bergantung pada "jari ungu". Jangan Golput, gunakan hak suara kita, sebaik-baiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun