Hijrah, bukan hanya dimiliki oleh kaum beragama Islam tapi juga non Islam, bahkan atheis. Hijrah berarti perjalanan berubah menjadi lebih baik, meskipun harus berganti ideologi, keyakinan, pakaian hingga nama sekalipun.
Inilah yang melatarbelakangi Ahok tidak lagi ingin dipanggil Ahok, melainkan BTP. Perubahan nama panggilan bisa berarti banyak, salah satunya mengubur masa lalu.
Jika seorang bernama Donna, tiba-tiba ingin dipanggil dan disebut sebagai Ustad Abu Malik Al Donari, bisa berarti dia ingin mengubur masa lalu sebagai Donna sang bartender, misal. Yang jadi masalah adalah mengubur masa lalu BTP dengan segala sepak terjang yang membuat publik kadung mencintai sekaligus membencinya adalah sangat tidak mudah.
Ahok..eh BTP dilahirkan sebagai politikus dari tingkat bawah, DPRD tingkat 2, lalu kemudian Bupati, Wakil Gubernur dan Gubernur. Setengah masa hidupnya dihabiskan di lingkup politik. Lantas apakah rekam jejak ini ingin dihapus begitu saja?
Sah saja, dan sangat mungkin. Menghapus masa lalu sudah dilakukan jutaan orang. Tapi masalahnya, apakah dari BTP sendiri menginginkan itu?
Kok saya cenderung ragu. Meskipun saya menulis bahwa selain politikus BTP bisa berkarir sebagai ketua KPK, youtuber, host atau artis instagram sekalipun.
Tapi itu hanyalah guyon, dan dalam diri saya, BTP hanyalah alter-ego seorang Ahok. Nama BTP hanya sebuah "pelarian" dari trauma politik yang menghancurkan dirinya. BTP di masa lalu tidak menginginkan itu. Dari perubahan nama itu sebetulnya justru saya melihat sisi lain Ahok dua tahun lalu, yaitu Ahok tidaklah sekuat yang kita bayangkan.
Ahok tampak tertekan. Dia memang ksatria dengan tidak kabur dari jerat hukum, tapi Ahok sendiri tidak bisa terima dengan keadaan dan tekanan, ditambah cerainya dia dengan sang istri, dengan latar belakang itulah maka lahirlah BTP.
BTP ingin terlahir baru? Ya, sah saja. Tapi ingin berbeda? Nanti dulu. BTP dan Ahok hanya beda nama. Casing sama, isinya sama, yang beda hanya "baju"nya. Bahkan saya masih melihat karakter Ahok di BTP ketika curhat ke OSO tentang Veronica yang katanya tidak bisa masak. BTP masih blak-blakan, masih cas cis cus.
Benar mau berubah? Saya kok enggak yakin. Gejolak kawula muda BTP ketika melihat ketidaksesuaian dalam tatanan masih terlihat jelas. Apalagi soulmate-nya sedang berjuang sendirian di pucuk pimpinan negeri ini.
Ya, BTP adalah Ahok, dan Ahok adalah Politik.
BTP tidak bisa diam. Dari sekian banyak eks-narapidana politik yang keluar penjara, saya tidak pernah melihat yang lantas berubah menjadi kalem. Yang ada malah justru semakin vokal.
Lantas kemana jalan yang akan BTP tempuh? Kendaraan politik yang mampu menampung ritme vokal dan frekuensi BTP hanyalah PDI Perjuangan, disana sudah jelas ada Jokowi.
PDIP tidak butuh sebuah pencitraan. PDIP adalah satu-satunya partai yang tidak pernah goyah akan arus, tetap pada landasan ideologinya. Konsepnya satu: Nasionalis dan merakyat (konsep sejak orde baru), dan Ahok..eh BTP sudah membuktikan ketika menjadi Wagub dan Gubernur DKI, bagaimana dia memberantas sarang mafia. PDIP tidak butuh lip service untuk menaikkan elektabilitas.
BTP tidak bisa berpura-pura, kalo A dia katakan A, kalo B dia katakan B, inilah yang membuat BTP cocok dengan Jokowi. Mereka cocok pastilah karena  mereka satu frekuensi.
Sangat menarik ketika kubu sebelah menggoreng bahwa BTP didholimi oleh Jokowi, Jokowi tidak membantunya ketika BTP tersangkut masalah. Mereka bukan orang bodoh, mereka tahu Presiden tidak boleh intervensi hukum, apalagi menyangkut soal pribadi. Yang "bacot" BTP kok yang tanggung jawab Jokowi.
Dan mereka berdua paham, saat 2016 ketika bagaimana pola gorengan makar berkedok agama sedang digarap. Saya membayangkan mereka berdua rapat internal.
"Hok, ini kasusnya begini, targetnya saya, sedangkan kamu kok ya ada-ada saja.."
"Ya, aku ngerti pakde, ngerti banget, aku minta maaf dan akan menanggung semuanya, ini alasan pribadi, lidah aku, dan Presiden tidak boleh ada intervensi, demi kita bersama.."
Gitu lho kalo berpikir. Ini kok malah dibalik Presiden yang men-dholimi BTP. Kan ngawur.
Dan saat ini partai yang siap untuk menampung aspirasi Ahok.. eh BTP ya cuma PDIP. Bahkan saat ini PDIP terus terang saja, membutuhkan striker haus gol. Hasto masih terlalu santun untuk bertanding dengan Fadli Zon.
Jadi, kemana sebaiknya BTP melangkah? Kemana saja, asalkan yang penting nikah dulu mas bro...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H