Soal gas ini sekilas agak konyol memang. Namun beberapa studi dan literasi, salah satunya dari Michael L. Ross dalam bukunya  Understanding Civil War: Evidence and Analysis (2005) mengungkapkan latar belakang GAM utamanya adalah soal Sumber Daya Energi. Inilah juga yang akhirnya melatarbelakangi mengapa Megawati menyebut "Gas Arun" dalam pidatonya.
Konflik terus berlangsung hingga pada tahun 1989 Indonesia memberlakukan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Status inilah yang membuat kontroversi HAM akibat perlakuan TNI (Kopassus) kepada masyarakat sipil Aceh.
Terbukti dari ucapan permintaan maaf mantan Komjen Kopassus Prabowo Subianto  kepada rakyat Aceh atas perlakukan Kopassus masa lalu. Secara tidak langsung, Prabowo mengakui adanya kontroversi kelakuan Kopassus bawahannya.
Nah, setelah era '98 GAM kembali bergolak. Di dorong oleh keingingan yang sama terhadap Timor Timur yang lepas dari Indonesia, GAM merasa Aceh pun bisa. Perundingan sejak era Habibie dan Gus Dur tidak berhasil. GAM kembali berulah, bahkan setelah Presiden BJ Habibie menarik pasukan TNI dari Aceh.
Bukannya melunak, GAM malah merekrut banyak anak muda sebagai anggota dengan cerita kelakuan Kopassus masa Orba sebagai bumbu penyedap.
Hingga akhirnya Mei 2003, Presiden Megawati yang ingin kedaulatan Aceh tetap di tangan Indonesia 'nekat' mengeluarkan status Aceh Darurat Militer dan disusul Darurat Sipil.
Boom! Tidak ada kata damai bagi separatis, jiwa tegas Megawati tercermin disitu. Mega ingin Aceh terbebas dari separatisme. Aceh kembali ke ibu pertiwi. Gak tanggung-tanggung, 30.000 tentara dan 12.000 polisi dikerahkan ke Aceh. Tumpas habis separatis.
Akibat Operasi Militer jaman Megawati inilah kekuatan GAM melemah lebih dari setengahnya. Dan berujung pada perjanjian damai 9 Desember 2003 di Jenewa, Swiss.
Tapi kan banyak timbul korban masyarakat sipil, om?
Operasi Militer memang tidak pernah ada yang "clean" alias betul-betul bersih. Terutama dari sisi separatis. Banyak anggota separatis yang menjadi intelijen menyamar jadi masyarakat, jadi tukang sayur atau gundik. Bahkan Bung Karno pernah menyebut bahwa pelacur adalah intel paling ampuh. Untuk itu diberlakukan 'KTP khusus' untuk membedakan rakyat Aceh dengan anggota GAM.
Dari situ pun, masih belum bisa menghindari adanya korban jatuh dari warga sipil. Inilah 'konsekuensi' dari gerakan separatis. Pentolan separatis adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika ada tindak kekerasan, baik kepada anggotanya, maupun kepada masyarakat sekitar.Â