Di medsos pun demikian, jika ada pihak yang share berita yang menghina salah satu pihak lain, maka biasanya pakai akun bodong, alias palsu.
Pihak oposisi menuduh Pro Jokowi-Ma'ruf yang melakukan penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, apakah Projo segitu bodohnya? Saya kira sama sekali tidak. Tindakan represif, persekusi dll adalah isu yang sensitif, melemahkan, dan Projo sangat paham itu.
Seorang pedangang tidak mungkin menghancurkan dagangannya sendiri, ini prinsip dasar.
Begitupula kubu Prabowo-Uno, pihak pro pemerintah ada yang nyeletuk itu bagian dari strategi adu domba mereka. Jika benar Ratna dianiaya, itu adalah skenario dari dalam, untuk kemudian menuduh pihak Projo pelakunya.
Masuk akal, tapi juga naif. Isu seperti itu adalah isu murahan. Kubu Prabowo sangat paham counter attack seperti itu. Ratna playing victim, boleh juga analisanya tapi lemah secara pembuktian.
Kecuali, kecuali nih ya, jika berita tersebut hoax, maka analisa bahwa Ratna ataupun pihak-pihak tertentu playing victims dengan tujuan mengadu domba perlu di garis bawahi.
Indikasi hoax pun bukannya isapan jempol. Ratna diberitakan di tangani oleh dokter estetika di RS Bina Estetika Menteng. Beberapa kawan pun tahu jika Rumah Sakit ini memang spesialis kecantikan, lebih terkonsentrasi lagi di bedah plastik.
RS Bina Estetika sendiri didirikan di tahun 1992 oleh dr. Sidik Setiamihardja, yang diduga langsung menangani Ratna Sarumpaet di RS tersebut.
Beberapa kawan pun mempertanyakan kenapa ke RS kecantikan, padahal IGD di mana-mana banyak. Untuk kasus pengeroyokan dan korban babak belur, rujukan utama ya IGD, klo IGD Rumah Sakit yang kelas wahid pun banyak.
Dan lebih lagi, jika kasusnya adalah kejahatan, maka yang di gunakan polisi adalah laporan dan hasil visum. Untuk hasil visum sendiri, lamanya waktu antara kejadian dan pemeriksaan bisa merubah hasil visum. Dan saya percaya, seorang Ratna Sarumpaet bukanlah amatir dalam bidang ini.
Namun, jika berita tersebut terbukti hoaks seperti beberapa broadcast laporan kepolisian, maka para penyebar berita tersebut, termasuk Rachel Maryam, Fadli Zon hingga Prabowo yang melakukan konfrensi pers, bisa ditindak pidana pelaku penyebar hoaks, dasar hukumnya UU ITE Pasal 28 ayat 1 dengan ancaman hukuman 6 tahun atau denda 1 milyar rupiah.