"Nah, kalimat terakhir ini yang 'menjebak' kita selama bertahun-tahun" Sambung saya.
"Kedua del, kalaupun Freeport kita ndak perpanjang, artinya di tahun 2021 kita bakal menghadapi persoalan yang lebih besar"
"Apa itu mas" Tanyanya.
"Pertama, menurut Pasal 22 ayat 1 Kontrak Karya mengatur, jika perjanjian tidak diperpanjang, semua kekayaan milik perusahaan yang bergerak atau tidak bergerak yang terdapat di wilayah-wilayah proyek harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga atau nilai pasar tidak lebih rendah dari nilai buku".
"Artinya, nilai aset kekayaan si Freeport itu harus kita beli, Â dan parahnya kita ndak boleh nawar lebih rendah dari nilai taksiran" Sambung saya sambil menyerutup kopi panas.
"Wah, belum paham saya mas" Ujar Gudel.
"Gini del, misal kamu punya usaha besi baja, tempatnya kamu sewa ke H. Rustam misal. Â Lalu tiga tahun lagi ternyata H. Rustam mau pake tempatnya dia untuk usaha yang sama dengan kamu del, tapi kamu ndak disitu lagi. Kira-kira H. Rustam ngapain del?" Tanya saya.
"Ya pak Haji sebaiknya beli alatku sekalian mas kalo memang usahanya sama" Jawab Gudel.
"Nah, sama dengan Freeport. Ini bukan cuma sebaiknya beli, tapi Indonesia harus beli seluruh alat dan investasinya si Freeport yang ada di pasal 22 ayat 1 tadi, harganya ndak boleh ditawar"
"Edian, wah, kalo gitu sama saja kita ndak bisa usir Freeport dari Indonesia donk mas?"
"Lha memang iya, Freeport dan Pemerintah jaman dulu membuat segala sesuatunya untuk Freeport bisa stay di Indonesia. Nah untuk seluruh aset dan investasinya yang kita harus beli semua, kamu tau berapa nilainya?" Tanya saya.