"Ya tapi gak juga lah, beda. Saya pernah tugas ke beberapa negara miskin di Afrika seperti Zimbabwe, Namibia hingga Togo, bahkan di sanapun sudah pakai RON 92, istilahnya bensin super. Lha ini, Indonesia, BMW sama Mercy di mana-mana, bus aja pake Toyota, motor udah mirip semut, karoseri lokal bisa dihitung jari, eh pakainya malah 88, gak sayang mesin bos?" Ujar Si Inggris yang masih saja bermimik heran.
Yup, saya pun hanya bisa mesem, tersenyum kecut, bukan karena saya tak berkompeten menjawab, tapi saya memang tak bisa menjawab. Faktanya RON 88 memang jauh kualitas dengan RON 92 atau bahkan RON 90, itu fakta. Rakyat masih memakai Premium karena gap harga antara Pertamax dengan Premium yang disubsidi pemerintah itu jauh, bukan karena memang mereka ingin memakai Premium, bukan itu. Jika ada kualitas yang lebih baik dengan harga terjangkau, mereka pasti beralih.
Dan persis dua minggu lalu, saya baru saja meng-update status di sosial media tentang penggunaan Pertalite yang menggembirakan, dan eh ternyata saya mendapati komentar seperti ini:
"Penghapusan Premium secara diam-diam itu adalah bentuk kezhaliman pemerintah, bentuk kesewenangan Pertamina sebagai pemegang amanah kedaulatan rakyat, seperti pasal..dst...dst.."
Saya paham, zhalim lagi nge-hitz, bahkan mengusir kucing kawin pun dibilang zhalim. Tapi duh, miris rasanya. Saya coba menarik nafas dalam dan kemudian seruput kopi.
Gini gaes, saya coba melakukan beberapa wawancara dengan beberapa anak muda geng motor, kenapa geng motor? Karena geng seperti ini biasanya sangat peduli dengan oktan meskipun tak peduli dengan nyawa, tapi toh apa peduli saya.
Mereka semua kompak lebih memilih Pertalite dengan RON 90 ketimbang Premium, bahkan tak jarang mengisi bensin dengan Pertamax meskipun makan mereka harus ngirit. Kenapa? Pertama, performance motor terasa lebih yahud, motor yang tadinya sering knocking (menggelitik) jadi jarang knocking dan kedua, nyatanya memang lebih irit. Untuk urusan irit, ini fakta gaes, coba lihat ini:
Jadi, berkurangnya produk Premium di kancah persilatan BBM Indonesia bukan karena pemerintah dan Pertamina yang zhalim, tapi karena hadirnya Pertalite sudah menjadi obat kerinduan masyarakat terhadap kualitas oktan yang lebih tinggi tapi dengan harga yang terjangkau.
Ini seharusnya diapresiasi, pemerintah dan Pertamina sudah membangun "jembatan" untuk bensin yang baik bagi kendaraan tapi juga ramah di kantong, dan memotong subsidi Premium untuk pembangunan infrastruktur dan lainnya.
Jadi, kalau Premium berkurang di pasaran, ya memang karena pengguna BBM sudah banyak beralih ke Pertalite, ini fakta lho, gaya hidup sudah berubah, masyarakat sudah paham mana bensin yang lebih baik dan tentunya ramah lingkungan. Jika dunia sudah tidak lagi menjual Premium, lalu Indonesia masih, mau dikata apa? Ini lagi-lagi fakta.
Ya, gaya hidup sudah berubah, orang sudah tidak lagi menganggap yang murah itu adalah selalu baik, edukasi ilmiah terutama soal pemakaian energi sedikit banyak sudah terserap masyarakat, karena apa? Karena merasakan sendiri bedanya. Dan sekarang bagi Anda, masih zhalim-kah pemerintah? Pasti anda belum ngopi.