Beberapa waktu lalu saya sempat mengikuti sharing session pada Sharing on Research and Invention Experience in Oil and Gas Sector di Universitas Indonesia dengan pembicara Arcandra Tahar, M.Sc. Phd. Siapa yang tak kenal sosok ini? Bahkan sampai saat ini timeline sosial media kita masih ramai bersliweran namanya.
Ada beberapa poin yang asyik untuk dicermati, di antaranya;
Pertama, soal administrasi negara. Arcandra tentu bukan sosok sembarang, selain dari cara penyampian pada sharing session soal Migas yang lugas, beliau juga punya beberapa hak paten yang di akui di dunia hingga memiliki passport Amerika. Untuk itu sosok Archadra tentulah istimewa. Jadi kalau untuk seorang Arcandra, administrasi negara dibilang terlewat soal dwi kewarganegaraan, saya kok masih rancu.
Kenapa? Karena untuk posisi menteri ESDM yang kita tahu, sangat krusialnya hingga Presiden terus memundurkan jadwal reshuffle, tentu adalah posisi yang sangat rawan. Ada dua concern mengapa reshuffle di undur: Membawa pulang Sri Mulyani dan meminta seorang Arcandra untuk kembali ke Indonesia.
Meminta Arcandra, untuk menjabat menteri, apalagi itu sektor ESDM, tidaklah sama ketika ibu saya meminta saya pulang karena terlalu lama main kelereng. Beda, ini bukan hal sederhana, ini krusial. Untuk itu yang pertama bergerak adalah Intelijen, sebagai mata dan telinga Presiden, BIN pasti sudah bergerak kesana.
Jadi jika di katakan BIN tidak tahu soal dwi kewarganegaraan adalah sangat aneh. Sebab banyak pemilik hak paten di negara lain yang memiliki dwi kewarganegaraan karena kapabilitas yang di akui di Negara lain tersebut. Jadi ini tidak aneh lagi dan bukan hal istimewa.
Jadi point pertama, intelijen, dalam hal ini BIN “kemungkinan” (mungkin bisa “dipastikan”) sudah tahu bahwa Arcandra punya dwi kewarganegaraan, tetapi di by pass dengan asumsi akan di bereskan secepatnya sebelum atau setelah pelantikan.
Mungkin dialognya begini;
Presiden: “Bagaimana soal Arcandra yang punya passport Amerika? Bermasalah nggak?”
BIN: “Tenang saja pak. Bisa dibereskan”