Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Surat Terbuka untuk Menteri Pendidikan

28 Agustus 2016   20:14 Diperbarui: 13 Juni 2017   22:44 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SD: Sejumlah siswa SD memegang kreweng usai memainkannya dengan digesek-gesekan di Ceramic Music Festival 2015, di lapangan Jatiwangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Rabu petang (11/11/2015).(KOMPAS.com / MUHAMAD SYAHRI ROMDHON)

Lho bener ini Pak. Nah, coba bayangkan kalau anak sudah pulang sejak siang lalu malamnya ngajak lari-lari? Waduh, mending kami pulang subuh sekalian. Sore hari, orang rumah juga pasti cari jalan pintas, gampang, kasih gadget! Jadilah dari siang/sore sampai malam anak kami ber-gadget Pak, supaya anteng. Kami toh merasa lebih aman kalau anak kami bersama pokemon ketimbang bersama manusia. Ya, me-manusia-kan pokemon di dalam rumah ternyata menyenangkan lho Pak.

Nah kan katanya gadget jelek buat perkembangan anak, jadi ya mending mereka seharian di sekolah saja kan Pak. Jadi, pas saya pulang kantor mereka pun sudah capek, acara lari-lari dan petak umpet bisa diubah menjadi acara bobok bersama, alangkah indahnya.

Yang ketiga Pak, sebagian dari kami yang menolak, beralasan bahwa nanti waktu orang tua dan anak menjadi berkurang, lho... lho... waktu yang mana coba, Pak? 

Nih ya, waktu kita berangkat ke kantor, anak juga berangkat ke sekolah. Waktu anak pulang siang hari, kami tentu masih di kantor. Anak tidur, tak jarang kami pun masih di kantor, dua-duanya. Shalat bersama bapak-ibu? Walah. Malah sebagian yang wirausaha masih berkutat dengan dagangan di hape sampai malam, lha ya online shop dong Pak, ah bapak ini.

Nah, coba Pak kalau followers kita sudah ratusan ribu atau jutaan, berapa order masuk setiap harinya coba? Mana bisa ngecek anak kami, ngerekap order aja masih suka belepotan tho Pak, meskipun sudah dibantu admin. Nah, dengan ide bapak itu, kami yang wiraswata sangatlah terbantu Pak.

Yang keempat Pak, preketek itu soal parenting. Toh kalau weekend kami ini kepinginnya ya we-time, waktu untuk kami berdua, saya dengan istri gitu lho Pak. Lho terus anak gimana? Tenang, anak kami ada di pundak baby sitter yang siap sedia bak pengawal Firaun. Baby sitter itu mesias lho Pak, penolong kami. Bahkan mereka bisa lebih tahu jumlah dan letak tahi lalat anak kami ketimbang kami sendiri. Apa mereka gak hebat coba Pak? Jadikan mereka pahlawan nasional, kami pasti setuju.

Jadi Pak, dengan argumen-argumen yang sudah saya paparkan, kami mohon kiranya agar Bapak konsisten dengan ide Bapak. Biarkan saja sekolah full day. Bahkan anak kami jelas lebih terlindungi dari asap rokok ketimbang mereka di rumah yang belum tentu bebas dari debu dan asap rokok bapaknya sendiri. Biarkan saja sekolah full day, toh bisnis dan usaha kami sudah jauh mengambil porsi di dalam otak kami ketimbang pertanyaan anak kami berapa hasil 7 x 6, atau hapalan surat pendek. 

Biarkan saja sekolah full day, toh kami cuma bisa berucap, "Ih, kok gitu," ketika kami melihat instagram @awkaxxn dan keluarga cemaranya Kadarshian, namun tak tahu harus berbuat apa.

Biarkan saja sekolah full day, toh kami lebih sibuk berdebat di fesbuk soal politik ketimbang melirik PR anak kami. 

Biarkan saja sekolah full day, toh anak pulang siang dengan pulang sore/malam sama saja. Si bibik masih lebih tahu kalau telur dadar kesukaan anak kami itu ternyata pakai daun bawang, bukan pakai tomat.

So, jangan minder soal pendahulu Bapak yang katanya lebih charming itu. Ah itu kan bisa-bisanya mamah muda saja. Kami para bapak ya gak peduli. Yang penting bagaimana aksi Bapak ke depan. Dan ide Bapak itu, tentulah kami dukung karena kami para orangtua nyatanya memang menikmati program full day school itu kok. Gaya-gayaan saja kami menolak, agar kami dibilang peduli anak, ah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun