Saut, yang sejak proses rekruitmen membawa konsep “pencegahan” tentunya ingin konsepnya itu berjalan, yang dirubah adalah sistem pejabat tadi, sistem bagi-bagi kue, budaya ini harus dirubah, harus ditutup lubangnya. Korupsi harus di cegah, bukan hanya di tindak.
Alangkah naif, jika Saut yang berlatar belakang BIN tidak mengenal HMI, sehingga bisa dinalar bahwa pembawaan nama HMI adalah bentuk ungkapan “orang cerdas yang pernah LK-1 saja bisa termakan oleh sistem korup pejabat”.
Ada yang berkomentar, “Jangan naif juga dong, HMI itu kan link-nya luas, isinya orang-orang yang punya posisi, satu kebagian yang lain juga mau.”. Ya betul, unsur link adalah unsur utama terjadinya KKN, dan tak dipungkiri memang orang-orang HMI sangat punya pengaruh di pemerintahan, jadi secara tidak langsung HMI sering diidentikkan dengan sistem itu.
Tapi lha mbok ya lebih intelek sedikit kalau komentar, adanya link-link seperti itu karena sistem pejabat lama yang sudah menempel, dibiarkan, hingga berkarat. Pejabat-pejabat termasuk anggota dewan terhormat sudah biasa dengan bisikan “eh, nanti kalau ada proyek, kasih ke aku ya”. Kalau ini sesama pengusaha sih tak masalah, tapi kalau pejabat publik? Apalagi menggunakan power-nya, ya kacau. Ini biang masalahnya.
Jadi, adinda-adinda yang tercinta, coba itu raup dulu, bilas wajah kalian dengan air wudhu dan berpikirlah jernih, kalau perlu menepi di Jalan Senopati Jogja sambil ngopi dan ngemil cilok untuk meresapi kembali visi dan misi HMI ketika dibentuk. Kalau memang pernyataan Saut melukai adinda, lebih elok jika adinda datangi seorang Saut Situmorang, Saut bukanlah selevel presiden yang perlu perjanjian berbulan-bulan untuk ketemu atau sekedar makan siang kok, atau sekalian saja ke ranah hukum tanpa harus ribut-ribut merusak, itu lebih elegan untuk menghargai intelektual adinda.
Terus terang, mohon maaf, tingkah adinda kemarin tidaklah lebih intelek dari tingkah supir taksi tempo hari, tak lebih. Penyataan maaf Saut Situmorang adalah bentuk kebesaran hati pribadi seorang Saut, bukan kemenangan adinda atau apapun.
Toh tindakan vandalis sudah terekam jelas di kamera manapun, sejarah sudah mencatat, nasi sudah menjadi bubur. Adinda sehat?
Note: Oya, itu tolong bon makan demo kemarin dibayar dulu.
Ket:
(1). Hariqo Wibawa Satria (2011). Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya. Jakarta: Lingkar. p. 397
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H