Foto sumber: merdeka.com
Syabila -bukan nama sebenarnya- adalah wanita arab, asli Qatar, disebut juga Qatari, yang penulis temui di sebuah sudut kafe di Mall beberapa waktu lalu. Dia memakai abaya hitam layaknya Qatari pada umumnya, Syabila ini kandidat doktor di Universitas yang memiliki background di dalam dunia human resources dan public relation.
Syabila adalah salah satu wanita Qatari yang memakai cadar atau burka. Dia mengaku sudah sejak lama, tepatnya sejak lulus kuliah, memutuskan untuk memakai cadar. Terus terang, di Qatar masih banyak wanita aslinya yang tidak sempurna dalam memakai hijab, dalam artian abaya hanya sebagai pelapis luar tubuh, sedangkan rambut masih terbuka. Ya ini bisa dimaklumi karena Qatar, yang termasuk negara Islam namun masih sedikit longgar untuk pengaturan soal berpakaian karena mayoritas penduduk di Qatar adalah expatriat atau pendatang.
Pertemuan kami jelas diikuti teman-teman Syabila, jadi tidak berdua. Syabila yang duduk di depan penulis memesan spaghetti dan dia telihat kerepotan ketika harus menyuap spaghetti berpeluh saus daging satu demi satu ke mulutnya. Apalagi kalau bukan terhalang burka yang dia kenakan, bolak-balik tangan kirinya harus menyibak burka, menutup lagi hingga beberapa saus menempel pada burkanya. Terus terang aktivitas itu menyita perhatian penulis.
Dan ketika suasana sudah santai penulis pun mencoba memberanikan diri bertanya ke Syabila soal cadarnya. Kok berani? Ya sedikit berani karena Syabila toh masih rekan kerja juga, jadi ya lumayan sudah akrab lah. Ah dasar penulis kepo.
"Eh, Mbak, emang gak repot makan spaghetti pake cadar gitu?"
“Ya repot, emang kenapa? Kamu keganggu ya?”
“Oh enggak, saya cuma heran aja, kok kamu bela-belain pake cadar gitu, padahal temen-temen kamu juga banyak yang enggak pake.”
Perbicangan berlanjut yang menurut Syabila, cadar bukanlah halangan untuk melakukan apapun, tidak ada yang risih melihat orang bercadar, pun sebaliknya tidak melihat orang lain yang tidak bercadar itu lebih rendah pemahaman agamanya. Karena Qatar adalah negara yang menjunjung tinggi nilai perbedaan. Justru pertanyaan Syabila soal Indonesia yang sangat menohok penulis.
“Nah, justru di negara kamu sendiri kan yang masih ngeributin soal cadar boleh enggak, atau cadar yang justru dianggap berbahaya di negara kamu.”
Penulis jelaskan, bahwa Indonesia adalah negara yang baru belajar artinya demokrasi, meskipun Indonesia merdeka lebih dahulu dari Qatar, tetapi soal pengertian toleransi masih seumur uprit. Masih banyak di media sosial dan beragam demonstrasi untuk mendirikan negara Khilafah yang entah konsep darimana, yang satu mengkafirkan yang lain, yang satu menyebut tidak syar’i dan sebagainya.