"Iya, iya! Sabar dikit 'napa?" timpal Kevin.
Victor dan Hartono memersilakan Kevin mendekat ke arah Alina. Di hadapan Claudia, dia meminta waktu sejenak untuk berbincang dengan anaknya. Claudia sepertinya memahami apa yang akan terjadi, dia pun menyingkir sejenak untuk memberi ruang kepada mereka berdua. Sesaat, tenggorokan Kevin terasa kering. Â Namun, setelah mengumpulkan segala keberanian, dia pun berkata, "Alina, aku tidak tahu harus berkata apa ke kamu tapi ..."
Tiba-tiba Kevin berlutut di hadapan Alina, menawarkan cincin sederhana yang melambangkan awal baru mereka.
"Alina Margarete," katanya dengan senyum penuh harapan, "maukah kamu menjalin kasih cinta bersamaku?"
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Alina saat ia mengangguk. "Ya, Kevin. Aku mau."
Sontak Gilang, Mba Dhea dan Kaori berteriak heboh mendengarnya. Gilang kegirangan meninju-ninju udara kosong, Mba Dhea dan Kaori yang saling berpelukan sembari berjingkrak-jingkrak. "Akhirnya, kapal kita berlayar juga!" kata mereka kompak.
Sedangkan para orang tua bertepuk tangan sebagai bentuk perayaan. "Bagaimana, Victor? Kau menginzinkan mereka menjalin asmara?" tanya Hartono.
Victor menghela napas pasrah. "Iya, aku mengizinkan Sir Kevin dan Alina menjalin kasih." Lampu hijau untuk mereka berdua, restu mertua!
"Oh, ayolah ... kalian ini ..." Kevin justru mengusap mukanya merasa malu, setelah dia memasukkan cincin tersebut ke jari manis Alina.
"Jadi, kapan kita ... menikah?" tanya Alina malu-malu.
Kevin tersenyum kepada Alina. "Setelah kamu lulus sarjana bersama Kaori. Atau tidak, setelah kamu merasa siap. Terserah padamu, karena aku akan setia menunggumu."