Mohon tunggu...
Dona Mariani
Dona Mariani Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Seorang pelajar yang sedang berusaha menjadi sesuatu. Menulis adalah salah satu kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Di Antara Kita : Bagian Keenam

30 Desember 2024   18:16 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:22 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto strawberry shortcake)(sumber gambar : pinterest)

Ruang kerja yang awalnya ditempati tiga orang, kini bertambah dengan kehadiran seorang lagi. Gilang menelan sallivanya yang pahit. "E-eh, Tuan Kevin ternyata! A-a-ada perlu apa, ya?" tanya Gilang dengan terbata-bata.

Kevin menghela napas. "Tidak usah sekaku itu, Gilang. Sebenarnya aku tidak ingin dipanggil 'Tuan' lagi olehmu karena menurutku kurang pas didengar," akunya. "Then, kenapa kamu bercerita 'itu' kepada mereka berdua?" tanyanya kemudian, yang memberi penekanan pada kata 'itu'.

Gilang memandang lekat-lekat teman masa kecilnya itu. "Jika ada yang bertanya, maka harus dijawab. Alina penasaran kenapa kamu seperti menjaga jarak di antara kalian dan aku jawab sekiranya yang aku tahu," terangnya dengan santai. "Ikhlaskan kepergian Jesika, Vin. Hanya itu caranya supaya dia tenang di alam sana," tambahnya dengan nada sendu.

Kevin mengeraskan rahang sembari kedua tangan yang mengepal  kuat. "Andai saja kita tidak pernah bertemu dengan makhluk itu, andai saja kita membiarkan saja makhluk itu sendirian di pantai, andai saja kita tidak bermain di pantai waktu itu," Kevin menunduk dengan perasaan yang campur aduk. Marah, benci, sedih, agak hampa, semuanya berpadu menjadi satu menciptakan harmoni yang menyakitkan.

"Nasi sudah menjadi bubur, tapi kita masih bisa makan bubur itu yang dipadukan sama lauk-pauk yang lain, maka jadilah bubur ayam. Segala sesuatu yang terjadi di masa lampau, biarlah dijadikan pembelajaran di kemudian hari. Aku tahu rasanya sakit dan pahit, tapi kalau kayak gitu terus, kita stuck di situ-situ aja dong?" Gilang mendekat ke arah Kevin dan menepuk-nepuk bahunya, mencoba menguatkan temannya itu. "Aku penasaran sih, terus kenapa kamu mau menampung Alina dan Kaori?" tanyanya kemudian dan kembali ke posisi awal.

Kevin memandang Alina dan Kaori secara bergantian. "Aku hanya kasihan kepada mereka. Bayangkan saja mereka harus di akuarium itu dalam waktu yang lama, apa nggak sumpek? Bukannya kata sang pemandu mereka hanya bonus dari barang lelang yang kita beli kemarin-kemarin?" kata Kevin dengan nada meremehkan, sepertinya kebenciannya kepada makhluk duyung masih belum sirna.

Baik Alina dan Kaori sama-sama tertegun mendengarnya. "Hanya bonus, katamu?" Jari-jari Alina mengepal erat, dengan suara yang menahan kesal.

Kevin mencondongkan tubuhnya ke Alina. "Yah, begitulah. Sebenarnya, aku ingin menjual salah satu dari kalian ke sebuah tempat seperti sirkus atau kebun binatang agar menjadi tontonan dan bisa melihat wajah sengsara kalian di sana. Begitu aku membayangkannya, aku langsung tertawa terpikal-pikal," provokasinya dengan wajah yang sama. "Dengan cara itu, aku bisa melampiaskan emosiku sepuasnya. Kalian juga akan lebih berguna untukku. Bagaimana? Tawaran yang menarik bukan?" tambahnya.

PLAK!

Alina menampar dengan keras wajah Kevin hingga dia agak tersungkur ke dinding. Di wajah Kevin sendiri, terlukis bekas tamparan wajah yang berubah menjadi ungu karena memar. Gilang dan Kaori yang melihatnya tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut mereka. Masih belum puas, Alina menarik paksa kerah Kevin. "TERUS BUAT APA KAU MENOLONG KAMI?! KAMI SUDAH BERUSAHA MENJADI ANAK BAIK SELAMA DI SINI DAN INI BALASANNYA? JANGAN BERCANDA, BODOH! KALAU TAHU SEPERTI INI, DARI AWAL LEBIH BAIK KAU TIDAK USAH MENOLONG KAMI SEKALIAN!"

Lengang. Air mata mulai membasahi pipi Alina layaknya sungai dengan arus yang deras. "Aku tarik kembali perkataanku kemarin. Aku kira kamu ikhlas menolong kami, tapi ternyata bakal dijual kembali. Aku khawatir denganmu yang selalu menjaga jarak dariku atau Kaori, tahu! Aku kecewa padamu, Kevin. Padahal aku kira sudah menemukan rumah kedua ..."

Kevin tertegun dengan ucapan Alina. Gadis putri duyung yang telah dibuatnya menangis tersedu-sedu, bahkan air matanya menetes sampai ke pipi Kevin.

Setelah itu, Alina melepas cengkeramannya dan melangkah keluar dengan cepat, disusul Kaori yang khawatir dengan keadannya. Gilang menghela napas gusar dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal,  namun karena pusing dengan ulah temannya itu. "Beneran kamu mau gituin ke mereka? Kalau iya, parah banget sih," Gilang mengulurkan tangannya kepada Kevin dan dibalas oleh temannya itu.

"Sebenarnya nggak bakal kayak gitu, cuman, otak sama mulutku nggak sinkron tadi. Jadinya, malah melampiaskan kekesalan kayak gitu," elak Kevin apa adanya.

Sekali lagi Gilang menghela napas. "Cepat minta maaf ke mereka berdua, terutama Alina yang sudah kecewa berat sama kamu," kata Gilang sebelum meninggalkan Kevin seorang diri di ruang kerjanya yang sudah lama tidak terpakai.

                                                                                                                                ~~~~~

Sejak kejadian itu, keadaan rumah semakin canggung. Alina dan Kaori lebih banyak menghindar dari Kevin dan begitu juga sebaliknya. Kevin ingin meminta maaf, tetapi setumpuk kerjaan selalu menyita waktunya untuk mengajak mereka berdua berbincang. Mba Dhea yang sudah tahu permasalahan di antara mereka semua, memilih untuk tidak ikut campur karena di luar kendalinya. Dia hanya berpesan kepada Kevin yang kurang lebih sama dengan Gilang.

Karena itu juga, dia semakin banyak melamun hingga terkadang menghambat pekerjaanya kerena dipenuhi rasa bersalah yang besar. Dia memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar kantornya, menghirup udara perkotaan yang sebenarnya agak berpolusi. Ketika melewati sebuah toko kue, dia memutuskan untuk mampir sejenak. Lonceng pintu berdering, menandakan seorang pelanggan yang datang berkunjung. "Selamat datang! Eh, Tuan Kevin ternyata!" Seorang pramusaji wanita terlihat senang begitu menyapa Kevin, salah seorang pelanggan setia toko kue tersebut.

"Halo, Kira! Aku ingin membeli ..." Kevin melihat sejenak ke arah etalase yang menyajikan aneka kue yang baik penampilan maupun rasanya menggugah selera. Lalu, pilihannya jatuh pada dua strawberry shortcake, dua kue sus dengan rasa coklat dan sebuah cromboloni yang berhiaskan lumuran saus cappuchino.

"Tuan Kevin sudah lama tidak ke sini, jadi saya kira Anda sudah berpaling ke toko kue lain," gurau Kira ketika sedang menghitung jumlah kue yang dibeli oleh Kevin.

Kevin tertawa kecil. "Mana mungkin, aku sudah jatuh cinta dengan toko ini! Sederhana, tapi instagrammable dan nyaman untuk lama-lama di sini," katanya yang disertai pujian tulus untuk sang pemilik langsung.

Rasanya Kira ingin melayang sekarang, namun dia harus bersikap profesional di depan pelanggan sehingga dia hanya berterima kasih yang disertai seulas senyuman. Usai menyelesaikan proses transaksi, Kevin berpamitan kepada Kira dan langsung menuju kantornya untuk bekerja kembali. Dia bertekad untuk meminta maaf kepada mereka berdua sepulang bekerja.

Langit yang awalnya cerah, kini telah berganti menjadi hitam. Malam telah tiba dengan dewi malam yang malu-malu bersembunyi di balik awan. Hari ini, dia memutuskan untuk pulang lebih awal menggunakan jasa layanan ojek daring dan tiba di rumah dengan selamat. Tidak lupa menenteng bingkisan kue yang dibelinya tadi siang. Begitu dia membuka pintu, yang biasanya disambut oleh Alina, kini tidak lagi ada sosoknya yang menunggu kehadirannya. Rumah terasa sepi karena Gilang memutuskan untuk mengajak Kaori, Alina dan Mba Dhea untuk jalan-jalan keliling kota.

Tidak ingin ambil pusing, dia menaruh bingkisan tersebut di atas meja makan, lalu segera mandi dan berganti pakaian. Ketika dia hendak memasak mie goreng, dia mendengar alunan melodi indah dari area belakang rumah. "Bukannya semuanya lagi pada jalan-jalan?" gumamnya nyaris berbisik.

Karena penasaran, dia memutuskan untuk memeriksanya. Berbekal sebuah wajan goreng dan sebuah tongkat bisbol, secara mengendap-endap dia menuju area belakang yang di mana terdapat kolam renag rumah. Begitu sampai, dia sangat terkejut karena Alina sedang duduk di pinggir kolam dalam wujud putri duyungnya. Alunan lagunya yang bernada melankolis, seakan-akan menggambarkan suasana hatinya saat ini. "Kamu sudah pulang," katanya tanpa menoleh.

Kevin mengurasi rasa waspadanya. "Ya," sahutnya. "Yang lain?" tanyanya kemudian setelah keheningan yang cukup menyesakkan.

"Mereka bilang ada urusan mendesak yang lain, jadinya aku ditinggal. Di suruh menunggu Tuan Kevin, kata mereka," jawab Alina yang masih enggan menoleh.

"Ya sudah, makasih sudah menyambutku," kata Kevin antara ikhlas dan tidak. Kemudian, dia teringat dengan kue-kue itu. Kevin meninggalkan Alina sebentar untuk mengambil sepotong shortcake strawberry yang disajikan dalam sebuah piring kecil beserta sebuah garpu dan cromboloninya. Tidak lama kemudian, dia kembali ke area belakang dan langsung duduk di pinggir Alina yang berjarak. "Makanlah!" Kevin menyodorkan kue tersebut di pinggir Alina.

"Terima kasih, tapi aku tidak lapar-"

"Ya sudah, buat aku saja." Kevin hendak mengambil kue tersebut namun ditahan oleh Alina yang lantas mencomotnya. Ketika sesuap kue masuk ke dalam mulut, perpaduan rasa manis dari krim putih dan asam dari buah strawberry berpadu dengan sempurna di mulutnya. "Enak banget! Apa ini? Rasanya manis tapi manisnya nggak bikin eneg di perut," Mata Alina berbinar-binar menatap kue yang ada di genggamannya.

Kevin menyeringai. "Enak 'kan? Aku tahu kau suka makanan manis dari Gilang, jadinya aku beli ini. Namanya Strawberry Shortcake, yakni salah satu kue dengan perpaduan stroberi dan base cotton cheesecake," terangnya sambil tersenyum. "Kalau mau tambah, ambil saja di kulkas," tambahnya sebelum menggigit cromboloninya.

Alina terdiam, dia berniat untuk cuek di depan Kevin tapi malah kelepasan karena kue yang dia makan. Mereka berdua pun makan dalam hening. Usai makan, Kevin pun membuka obrolan demi mencairkan suasana. "Alina, aku ... minta maaf. Omonganku kemarin sudah keterlaluan," kata Kevin sembari menatap Alina. "Sebenarnya aku hanya kesal kepada Gilang yang bercerita masa lalu tanpa sepengetahuanku, tapi aku malah mengutarakan kebencianku kepada wanita siren itu kepada kalian berdua. Aku sungguh menyesal, aku minta maaf," tambahnya.

Alina tertegun. Sebenarnya dia tidak membenci Kevin, tapi hanya sungkan untuk sekedar melihat wajahnya saja. Alina tersenyum lembut kepada Kevin. "Aku juga minta maaf, sudah menamparmu terlalu keras," katanya. "Pipimu masih sakit?" Ketika Alina hendak menyentuh pipinya, Kevin menepis dengan halus tangan Alina.

"Tidak apa-apa, ini harga yang setara setelah ucapan jahatku kepada kalian," ujarnya sembari tersenyum. "Makasih, ya. Sudah menyadarkanku," tambahnya.

Alian tertawa kecil dan mengajak Kevin untuk berenang bersama. Kevin tidak menolak permintaannya, dan menceburkan diri di kolam renang tersebut sembari bermain air bersama Alina. Sesekali tidak apa-apa, bukan?

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun