"Kalian apakan Mba Dhea sampai pingsan begini?"
Kevin menginterogasi mereka berdua yang telah berubah menjadi manusia normal lengkap dengan dua kaki dan pakaian yang mereka kenakan sebelumnya. Mba Dhea dibaringkan di atas sofa ruang tengah dengan dikompres air hangat, atas saran Gilang.
"Sumpah, mana kami tahu! Begitu dia melihat kami, dia langsung pingsan di tempat." Alina berusaha membela dirinya dan Kaori yang diduga menjadi penyebab Mba Dhea begini.
"Kecapekan kali? Mba Dhea aja nggak kasih kabar ke kita kalau dia bakal pulang cepat," timpal Gilang sesudah mengambil segelas air putih hangat untuk Mba Dhea. "Terus, pas lihat Alina sama Kaori, siapa juga yang nggak bakal kaget melihat ada dua putri duyung di kolam renang rumah," tambahnya seakan-akan membela mereka berdua.
"Tuan Gilang ..." Alina merasa terharu dengan pembelaan Gilang yang menyentuh hatinya.
Gilang mengacungkan jempol kepada Alina seakan-akan mengatakan 'Tidak masalah'. Kevin yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. Dia juga merasa pernyataan Gilang itu masuk akal. Â Tidak lama berselang, Mba Dhea pun siuman dari pingsannya. Setelah mengumpulkan kesadaran, mendadak dia histeris sembari menunjuk dua gadis cantik yang berada tidak jauh darinya. "M-m-mereka ... bukan manusia ..."
"Tenang, Mba Dhea, tenang! Kami sudah tahu, kok. Jadi, jangan khawatir!" Gilang berusaha menenangkan Mba Dhea yang langsung menghela napas lega begitu mendengarnya.
"Tapi, dari mana kalian semua bisa bertemu?" tanya Mba Dhea yang sudah sedikit tenang, namun raut wajahnya menunjukkan kebingungan.
Supaya masalah tidak berkepanjangan, Kevin pun meminta mereka semua untuk duduk melingkar di bawah yang beralaskan karpet berbahan wol yang lembut. "Mba Dhea, perkenalkan mereka Kaori dan Alina," ucap Kevin mewakili perkenalan mereka berdua dengan telapak tangan yang diarahkan secara bergantian. "Kami semua bertemu ketika berada di sebuah bar yang di dalamnya terdapat ruangan yang cukup besar dan sedang diselenggarakan lelang barang antik. Ketika kami hendak mengambil barang lelang yang diinginkan, pemandu lelang menawarkan Alina dan Kaori sebagai tambahannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung membeli mereka dan membawanya ke sini. Lalu, Mba Dhea pulang tanpa kasih kabar terlebih dahulu dan bertemu dengan mereka berdua kemudian Mba pingsan di tempat. Begitu ceritanya, Mba Dhea," tambahnya panjang lebar dan sedikit menyindir Mba Dhea.
Mba Dhea menggaruk tengkuknya sambil tertawa kecil. "Maaf, Tuan Kevin. Soalnya, tiket kereta yang saya pesan itu hari ini, jadi saya terburu-buru buat ke sini," akunya. "Selebihnya persis apa yang Tuan katakan," tambahnya.
Kevin tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Mba. Saya maklumi, tapi lain kali kalau bisa mengabari dulu ya?"
Mba Dhea tersenyum sambil mengangguk kecil kepada Kevin. "Berarti, Non Alina dan Kaori budaknya Tuan Kevin?" tanyanya ragu-ragu sembari memandangi dua gadis tersebut.
"Tidak akan! Aku akan menganggap mereka sebagai anak angkat dan bukan budak," sergah Kevin cepat yang direspon oleh Mba Dhea dengan mengangguk-anggukan kepala. "Lagipula, aku dan Gilang belum tahu menahu tentang asal-usul mereka berdua ini. Kemarin malam, kita belum sempat membahasnya. Bisakah kalian ceritakan kronologinya?"
Memang, malam sebelumnya mereka hanya saling memerkenalkan diri setelah saling mengetahui bahasa masing-masing. Ternyata Kaori punya darah campuran Jepang-Indo sedangkan Alina Amerika-Indo. Karena sudah larut malam, mereka semua memutuskan untuk membicarakan semuanya besok. Alina dan Kaori pun tidur di kamar Mba Dhea untuk sementara waktu dengan menggunakan pakaian milik Mba Dhea yang sengaja ditinggal.
Alina pun berinisiatif untuk bercerita. "Awalnya, aku dan Kaori ingin mencari kehidupan baru yang layak di negara Australia. Karena tidak punya ongkos yang cukup, kami memutuskan untuk berenang dari Jakarta menuju tujuan Australia. Meninggalkan semuanya yang kami punya di apartemen mendiang ayah angkat kami," terangnya. Kaori menggenggam tangan Alina dan mengelus-elus punggung tangannya.
Kevin, Gilang dan Mba Dhea menatap iba mereka berdua. "Kami turut berduka cita mendengarnya," ungkap simpati Gilang. Â "Silakan, dilanjutkan ceritanya," lanjutnya untuk memersilakan Alina melanjutkan cerita.
Alina mengangguk, kemudian kembali bercerita. "Ketika kami sedang beristirahat di sebuah pulau terpencil yang letaknya tidak terlalu jauh dari Pulau Jawa, kami bertemu dengan tim pencari barang lelang dengan menaiki kapal yang cukup megah. Mereka mengajak berbicara kepada kami, namun kami memutuskan untuk bungkam. Mungkin karena habis kesabaran, mereka menangkap kami berdua dan dibawa ke tempat lelang tersebut. Sebelum kami ditempatkan di akuarium, sang pemandu memasang leher budak di leher kami lalu berkata, 'Semoga kalian terjual dengan harga yang cukup untuk menambal modal. Selama itu, kalian tinggallah di akuarium ini dengan menuruti S.E.M.U.A perintahku!,' dan tertawa dengan cukup keras sembari meninggalkan kami berdua, di dalam akuarium yang tidak terlalu besar bersama ikan-ikan peliharaan mereka. Kami takut, sangat takut, sambil terus berharap akan ada seseorang yang menyelamatkan kami berdua," terangnya sembari menahan air mata.
Kemudian, Alina menatap Kevin. "Di saat itulah, Tuan Kevin menyelamatkan kami. Tuan mau membeli kami dengan harga yang cukup mahal dan membawa kami ke sini, hingga kita bisa mengobrol seperti ini," katanya sambil tersenyum. "Terima kasih Tuan Kevin, terima kasih banyak sudah mau repot-repot menolong kami. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kami ditawarkan kepada orang jahat yang mau memanfaatkan kami demi kepentingan pribadi."
Kaori mendekap erat Alina yang menangis tersedu-sedu. Mereka berdua sama-sama menangis dalam dekapan masing-masing. Karena sebelumnya, mereka hanya punya satu sama lain.
Gilang dan Mba Dhea ikut menangis mendengarnya, ikut merasakan dan memahami apa yang mereka berdua alami. Sedangkan Kevin hanya menyimak dengan wajah datar. Setelah mereka berdua sudah merasa agak tenang, Kevin melontarkan pertanyaan, "Kalau begitu, apa kalian tahu di mana orang tua kandung masing-masing?"
Kaori mengusap air matanya dengan kasar. "Tidak tahu, karena menurut penuturan ayah, beliau menemukan kami berdua terbungkus oleh kain putih di dalam kardus makanan. Kemudian, kami diangkat menjadi anaknya beberapa hari setelahnya," terangnya dengan terisak-isak.
Kevin nampak berpikir keras. Dia jadi teringat curhatan dua koleganya yang merupakan dua orang pria paruh baya yang kehilangan anak tepat setelah bayinya lahir dan sampai saat ini keberadaan mereka misterius, tepat saat rapat telah usai. Awalnya mereka asyik membicarakan topik seputar bisnis dan semacamnya, kemudian merambah ke masalah pribadi. Mereka berdua optimis bahwa anak mereka masih hidup. "Tadi, aku sempat mengobrol dengan dua kolega yang sama-sama kehilangan anak mereka tepat setelah bayi mereka lahir dan di rumah sakit yang sama. Pihak rumah sakit sudah berusaha mencari keberadaan dua bayi tersebut, namun hasilnya nihil. Mereka, dua kolegaku itu, yang pertama orang Jepang dan yang kedua orang Amerika, sudah menyiapkan nama untuk bayinya masing-masing. Nama dua bayi yang hilang tersebut adalah Kaori Hanazawa dan Alina Margarete," terangnya.
Kaori dan Alina membelakkan mata. "Tapi, kami mengikuti marga ayah angkat kami, yakni Werkudara," ucap Kaori.
"Bagaimana? Kalian mau bertemu dengan kolegaku itu terlebih dahulu? Siapa tahu ternyata mereka orang tua kandung kalian," tawar Kevin. "Tapi sekarang mereka ada perjalanan bisnis di benua Eropa. Kemungkinan besar, dua bulan lagi mereka akan kembali ke Indonesia," tambahnya sekaligus memberikan informasi.
Alina dan Kaori saling berpandangan, kemudian saling menganggukkan kepala. "Kami harus memastikan apakah mereka orang tua kandung kami atau bukan. Bolehkah kami menemui mereka nanti, Tuan Kevin?" tanya Alina kemudian.
Kevin mengangguk sembari melayangkan senyuman kepada mereka berdua. "Tentu saja boleh. Tapi sekarang kita harus bersabar menunggu mereka kembali. Soalnya, mereka tipe orang yang tidak boleh diganggu saat bekerja," Kevin resmi memberi lampu hijau kepada mereka.
Alina dan Kaori kegirangan mendengarnya hingga berjingkrak-jingkrak sembari memutar tubuh. Kevin, Gilang dan Mba Dhea ikut senang melihat mereka bahagia seperti itu.
Bersambung  ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H