Langit yang awalnya merah, kini berubah menjadi hitam dengan taburan bintang-bintang. Sebuah mobil keluaran terbaru berwarna hitam legam tengah menyusuri jalanan kota yang ramai dengan kendaraan yang lalu-lalang. Walau sudah menjelang malam, seakan-akan kota tersebut tidak pernah mati dengan sorotan lampu dari berbagai gedung pencakar langit, membumbung membelah langit.
Di dalam mobil, alunan tembang kenangan yang menggema. Menemani keheningan antara dua orang pria paruh baya yang sedang larut dalam pikiran masing-masing. Pria dengan setelan hitam dan gaya rambut yang rapi tengah melempar pandangan ke luar kaca mobil, sedangkan pria satunya fokus menyetir, membelah keramaian jalan kota. "Ugh, aku benci ini," ucap salah satu dari mereka.
"Kenapa, Tuan Kevin? Ada masalah?" tanya sang sopir kepada pria yang diketahui namanya Kevin itu.
Kevin menggelengkan kepala. "Nggak papa. Cuma kayak merasa bosan 'aja gitu, akhir-akhir ini," jawabnya sambil tersenyum kepada sang sopir. "Ke USA, UK, Monaco, Liechtenstein , Jerman, Polandia, Perancis, semua daftar negara tadi sudah pernah ku kunjungi. Belum deretan daftar lima puluh negara yang lain. Kayak nggak terasa sudah sebanyak itu, dan tiba-tiba rasa bosan itu muncul 'gitu lho!" celotehnya kemudian.
"Hmm, Tuan Kevin bisa bosan juga ternyata. Saya baru tahu," sindir sang sopir yang disahut dengan kekehan si majikan. "Sebentar lagi kita akan sampai. Tuan sudah siap?" tanyanya kemudian.
Kevin pun terbelalak. "Wait a second! Kita malam-malam 'gini mau ke mana woi?!"
"Tuan nanti juga tahu sendiri," jawab Sang sopir sambil tersenyum dan membawa Kevin ke suatu tempat. Pertanyaan Kevin pun terjawab saat mereka telah tiba di sebuah bar yang sudah lumayan tua. Begitu masuk, aroma berbagai macam alkohol dan bau badan orang-orang mencuat ke dalam hidungnya. Menciptakan harmoni yang tidak sedap untuk dirasakan.
Setelah sang sopir sedikit basa-basi dengan pemilik bar, mereka dibawa ke ruang bawah tanah dengan pencahayaan minim. Setelah menuruni beberapa anak tangga, lalu memasuki sebuah ruangan dengan pencahayaan yang terang. Semakin mendekat, suara gemerisik orang-orang mulai terdengar.
Kevin tidak bisa berkata-kata dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dalam ruangan tersebut, ternyata sedang diadakan lelang barang dengan para peserta yang memakai topeng dan pakaian mewah yang menunjukkan tingkat kekayaan masing-masing individu.
"Silakan tuan-tuan dan nyonya! Penawaran dimulai dari sekarang, dimulai dari harga dua puluh juta," ucap sang pemandu lelang yang juga menyembunyikan identitasnya dengan memakai topeng. Nampak barang yang ditawarkan adalah sebuah lukisan kuno dengan seorang wanita Eropa jadul yang sedang menaiki sebuah ayunan.
"Dua puluh lima!" ucap salah seorang wanita yang mengangkat tangannya dan tidak jauh dari Kevin berada.
"Tiga puluh enam!" sahut seorang pria tua dengan jenggot putih yang menghiasi dagunya.
"Delapan puluh lima!" Seorang pemuda mengangkat tangannya dengan penuh percaya diri dengan harga yang ditawarkannya.
"Terjual dengan harga delapan puluh lima juta!" sang pemandu lelang langsung menyetujui tawaran dari pemuda tersebut.
Kevin menelan sallivanya yang pahit. Dia tidak terlalu suka dengan acara lelang barang begini, namun tidak bisa dipungkiri bahwa orang tuanya pernah mengajak ke sebuah acara yang serupa. Dia ingin mencoba kabur, namun niatnya gagal karena sang sopir menyuruhnya memakai topeng pemberiannya dan ikut berbaur dalam puluhan peserta dari berbagai kalangan tersebut.
"Saya mengincar sebuah kalung yang akan dilelang dalam acara kali ini. Karena itu, mohon bantuannya ya, Tuan Kevin!" bisik sang sopir yang tidak punya akhlak itu.
Kevin ingin memarahinya sekarang, namun hal tersebut bisa mengundang perhatian para peserta sehingga dia mengurungkan niatnya. "Yah, daripada gabut. Nggak papa deh, sekali-kali ikut ginian," gumamnya pasrah sambil bertopang dagu menyaksikan serangkaian acara lelang tersebut.
Setelah menunggu dengan sabar, kini tibalah meraka di penghujung acara. Dari balik tirai panggung, sebuah kalung dengan ornamen benda-benda laut yang indah menarik perhatian sejumlah peserta. "Ini dia, ini dia!" Sang sopir sudah termakan atmosfer antusiasme tinggi. Matanya berbinar-binar dengan kilauan yang dipancarkan dari kalung tersebut.
Tanpa berpikir panjang, mereka berani menawarkan barang tersebut dengan harga yang cukup fantastis. Dasar konglomerat!
"Apa, apa? Hanya segitu yang ditawarkan? Para hadirin yang berbahagia, sejumlah harga yang ditawarkan tadi belum ada apa-apanya dengan perjuangan kami yang berusaha mendapatkan barang ini dengan susah payah! Nah, silakan jika ada yang mau menambah harga!" ucap sang pemandu agak menyombongkan diri.
Setelah cukup berdiam diri, Kevin pun mengangkat tangan. "Lima setengah milyar. Bukankah cukup untuk menambal modal?" tantangnya kepada sang pemandu.
Sontak saja semua mata tertuju kepada Kevin. Sejauh ini, sederet harga yang ditawarkan masih di bawah milyaran. Tentunya mereka tidak ingin mengambil resiko yang tidak perlu. Para peserta yang hadir pun berdecak kagum dengan penawaran harga dari Kevin yang bisa dibilang cukup berani dan agak naif tersebut. "B-baiklah, apa ada yang lagi yang mau menawarkan harga?" kata sang pemandu kepada para peserta.
Hening. Tidak ada lagi orang yang mengangkat tangan atau sekadar bergurau mengajukan harga yang bisa membuat sebagian besar orang pingsan begitu mendengarnya. Tanpa berpikir panjang, sang pemandu pun berkata, "Baik, kalung ini terjual dengan harga lima setengah milyar kepada Tuan!"
Suara tepuk tangan saling bersahut-sahutan memenuhi ruangan lelang. Ketika keadaan ruangan sudah menjadi sepi, sang sopir dan Kevin sudah berada di sebuah ruangan di balik panggung untuk menyelesaikan transaksi barang. "Terima kasih banyak tuan-tuan sudah mau membeli barang kami. Saya tidak menyangka bahwa harga yang ditawarkan sangatlah fantastis!" ucap sang pemandu dengan gembira.
"Haha, tidak masalah!" Malah sang sopir yang menyahut dengan polosnya sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya Kevin ingin menjitak kepalanya saat ini juga.
Lalu, ada seseorang yang datang dan membisikkan sesuatu kepada sang pemandu. Nampak sang pemandu tertegun namun akhirnya mengangguk. "Tuan-tuan sekalian, ini sesuatu yang penting. Mari ikut saya," ucap sang pemandu yang berjalan mendahului. Kemudian, mereka berdua mengekori sang pemandu dalam kebingungan tanpa menghilangkan kewaspadaan.
Ternyata, mereka diajak ke sebuah ruangan yang di dalamnya terpajang sebuah akuarium besar. Begitu sampai, mereka berdua langsung takjub dengan akuarium tersebut. Airnya jernih, batu karang yang tersusun rapi, dan nampak ikan-ikan dengan beraneka jenis berenang ke sana kemari dengan ekornya yang gemulai. Â "Eh, ini maksudnya apa ya?" Sesaat Sang sopir dan Kevin saling berpandangan dalam kebingungan.
Tidak lama kemudian, terdengar alunan melodi indah dari dalam akuarium. Tidak hanya itu, terdengar alunan melodi yang lebih indah dan menyejukkan hati menyahuti. Ikan-ikan mulai bergerumul membentuk pusaran angin. Setelahnya, dua pria tersebut membeku di tempat.
Begitu gerembolan ikan itu menyingkir ke segala penjuru akuarium, nampak dua makhluk mitos berparas cantik yang sering diceritakan dalam dongeng-dongeng rakyat. Tatapan mereka saling bersua dalam keheningan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Bersambung ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H