Di suatu malam bulan purnama di tanah antah berantah. Di antara jejeran pepohonan hutan yang lebat dan rindang. Seorang wanita dengan bersusah payah, berusaha lari sekuat tenaga untuk menghindar dari sesosok makhluk yang sedang mengejarnya. Pakaiannya compang-camping dengan luka yang memenuhi sekujur tubuh. Keringat membasahi tubuhnya namun dia tidak terlalu peduli. Entah sudah berapa jauh dan lama dia berlari, instingnya mengatakan dia harus bisa bertahan hidup apapun caranya. Sesekali dia merapalkan kekuatannya dan melemparnya ke arah belakang.Â
"Kau pikir bisa kabur dariku, hah?!" Suara yang terdengar berat dan dalam itu menggema ke seluruh penjuru hutan. Sosok berbadan besar dengan tanduk yang runcing ke atas serta taring yang besar tengah mengejar wanita tersebut dengan bersusah payah.Â
Si wanita berusaha tidak menghiraukannya sampai dia berada di sebuah jalan buntu. Di antara tanah yang terbelah lebar dengan kabut yang ada di bawahnya terdapat jurang yang bisa membuatnya tewas seketika. Begitu dalam sehingga dia tidak bisa melihat ujungnya. Wanita itu frustasi. Dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menggerakan kakinya itu. Ketika dia sedang berpikir bagaimana supaya dia bisa kabur, nahas sosok berbadan besar itu telah menemukan keberadaannya. Suasana makin mencekam ketika dia tertawa puas melihat wanita tersebut terlihat tidak berdaya di hadapannya. Dia adalah monster hutan yang sangat ditakuti dan tiada yang berani berulah dengannya karena pasti nyawa taruhan.
"Apa yang kau inginkan dariku, Zaburo?! Bukannya Yang Mulia sudah berbaik hati telah menolongmu, hah?!" bentak si wanita, tidak bisa lagi menyembunyikan amarahnya itu.Â
"Yang Mulia? Nenek tua itu? Berarti, kau tidak diberitahu kejadian yang sebenarnya," ucap Zaburo dengan nada dan tatapan dingin kepadanya.
Apa? Memangnya apa yang terjadi?, batin si wanita dengan mengerutkan dahi, berpikir keras.
Tanpa berpikir panjang, dengan tangannya yang besar, dia mencekik wanita itu sambil tersenyum mengerikan. Wanita yang dicekik berusaha melepaskan cengkeraman tangan Zaburo namun dia saat ini sedang tidak berdaya. "Tenang di alam sana, Violet."
Setelah berkata demikian, Zaburo membawanya ke tepi jurang dan melepaskan genggamannyaa begitu saja, membuat Violet terjun bebas menuju dasar jurang. 'Jadi begini ya, akhir dari hidupku. Maafkan aku semuanya. Selamat tinggal,' batinnya sambil memejamkan mata. Ketika dia sudah pasrah bertemu dengan ajalnya, tiba-tiba dari arah bawah muncul sebuah cahaya berwarna biru yang semakin lama membesar dengan diameter yang tidak terlalu lebar, melahap dirinya. Membawa dia ke dunia yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi.Â
                                                               ~~~~~
Matahari tepat di atas ubun-ubun kepala. Sinar nya yang terik terasa menyengat kulit. Angin berbaik hati mengirimkan hawa sejuknya berupa angin sepoi-sepoi untuk para makhluk yang sedang berjuang melawan teriknya matahari. Di sebuah rumah dengan gaya bangunan yang sederhana, namun ditempati beberapa pot tanaman dan sebuah pohon mangga yang menjulang tinggi membuatnya nampak asri dan rindang. Nampak seorang gadis sedang asyik membaca sebuah novel di teras rumahnya seraya duduk di kursi yang dianyam dari rotan dengan ditemani minuman dan makanan pendampingnya. Ditemani suara burung yang saling berkicau bersahutan, dia menikmati waktunya saat ini yang terasa menenangkan.
Tidak lama kemudian, muncul seorang pemuda sambil berdiri meneguk sebotol teh lemon dingin kemudian duduk bersebelahan dengan gadis itu. "Tumben, kemari. Biasanya menonton anime di kamar, jadi wibu nolep. Ada apa?" tanya si gadis tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang sedang dibacanya.