- Â Â Yang engkau sedekahkan, itulah yang benar-benar menjadi hartamu.
"Hartaku" jika dialihbahasakan ke bahasa Arab menjadi "Maaliy" atau dengan rincian kata Maal yang berarti harta, lalu ditambah pronomina persona tunggal berupa Yaa Al-mutakallim di akhir kata yang berarti kepunyaan "saya", sehingga menjadi Maaliy yang berarti "harta saya/hartaku". Namun, satu hal yang perlu kita ketahui, bahwa Rasulullah Saw sering mengatakan bahwa manusia terkesan sering mengatakan "ini adalah hartaku". Padahal, harta sesungguhnya adalah hanya ada tiga menurut ulama kita yang telah disebutkan di atas.
Ekspresi 'membelanjakan harta' ini kemudian banyak rupa kita jumpai di kalangan masyarakat kita, khususnya suku Bugis. Misalkan pada perayaan Maulid, kita akan akrab dengan istilah "Male", dimana Male ini memiliki arti seni menggunting hiasan kertas. Biasanya, bentuk/corak/motif yang menjadi Male adalah bunga, sehingga namanya menjadi Bunga Male. Pada mulanya, Male disiapkan di bakul-bakul atau ember yang dihiasi kertas minyak dan kertas krep warna-warni yang berisi nasi ketan. Orang Makassar menyebutnya ka'do' minnya' atau songkolo. Kalau orang Bugis menyebutnya sokko'. Pada bagian atas nasi ketan inilah ditaruh sepotong paha atau dada ayam goreng, biji cengkeh, irisan buah pala, irisan jeroan ayam yang digoreng, serta telur dadar yang diiris tipis selebar tali rapiah sebagai pelengkap sekaligus pemanis estetika Male.
Male itu tidak menutup kemungkinan adalah serapan dari istilah "Maaliy" menjadi "Male". Jadi, Male itu adalah gambaran bahwa harta yang sesungguhnya adalah apa yang kita berikan. Karena di antara ciri khas yang disiapkan oleh orang-orang Bugis lalu kemudian dibawa ke masjid, itu tidak boleh dibawa pulang kembali ke rumah. Harus diambil oleh orang lain, meskipun dia akan membawa Male yang lain.Â
Pada intinya, Male yang dibawa dari rumah, tidak diperkenankan untuk dibawa pulang kembali. Begitupun ketika ada orang yang datang ke rumahnya, maka ia menyiapkan Male, menyiapkan bingkisan, makanan, ataupun wadah yang berisikan kaddo'Â dengan kolaborasi lauk yang beragam untuk orang yang bertamu ke rumahnya. Inilah yang menjadi salah satu keteladanan Rasulullah Saw dalam hal kedermawanan pada tradisi Male di masyarakat Bugis. Meskipun kedermawanan Rasulullah Saw itu masih sangat jauh dari kedermawanan yang dicontoh oleh umatnya. Akan tetapi, ini tidak menjadi masalah, karena memang yang diikuti jauh lebih baik daripada yang mengikuti. Kita hanya kebagian 'berharap berkah' atas apa yang kita niatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H