Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad Saw dikatakan sebagai orang yang dermawan. Dalam lingkup masyarakat Arab, Rasulullah Saw dijuluki "Ajwadun an-Nas" yang berarti manusia yang sangat dermawan. Artinya, beliau tidak segan-segan memberikan jauh lebih banyak dari apa yang ia miliki.
Implementasi dari sifat tersebut banyak diabadikan oleh para sahabat yang turut menyaksikan dan merasakan kedermawanan Nabi Muhammad Saw. Salah satunya Sayyidina Umar bin Khattab pernah bercerita, bahwa pernah suatu hari, ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi Muhammad Saw. Kedatangan itu dimaksudkan untuk meminta-minta, lalu kemudian Nabi Muhammad Saw memberikannya sesuatu.
Tidak berakhir pada momen itu saja, berkat kebaikan dan kemurahan hati seorang Nabi Muhammad Saw menyebabkan pada keesokan harinya laki-laki itu kembali datang. Nabi Muhammad Saw tetap memberikan bantuan dengan ikhlas sehingga lagi dan lagi, laki-laki tersebut terus datang meminta-minta.
Puncaknya, terjadi pada suatu hari, Nabi Muhammad Saw tidak lagi memiliki benda ataupun sesuatu yang dapat beliau berikan kepada laki-laki tersebut. Beliau berkata: "Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya."
Sayyidina Umar yang saat itu sedang bersama Nabi Muhammad Saw, kemudian merespon perkataan itu: "Wahai Rasulullah, janganlah memberi di luar batas kemampuanmu."
Pernyataan tersebut pun cepat ditanggapi oleh salah seorang dari kaum Anshar yang baru saja datang di perkumpulan itu. Ia berkata: "Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan."
Mendengar ucapan laki-laki dari kaum Anshar itu, Rasulullah Saw tersenyum. Kemudian, beliau berkata kepada Sayyidina Umar: "Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah Swt kepadaku."
Melihat kedermawanan sebagai salah satu sifat terpuji, ulama kita membagi menjadi dua kategori. Pertama, Sakhaa yang berorientasi pada pemberian sebagian dari apa yang dimiliki. Kedua, Jawaad yang mengekspresikan pemberian sesuatu di mana dari segi kuantitas lebih banyak dari apa yang dimiliki.
Lebih lanjut, Rasulullah Saw dalam satu kesempatan mengatakan, bahwa harta manusia yang sesungguhnya ada tiga:
-Â Â Yang engkau makan hingga ia habis.
-Â Â Yang engkau pakai hingga ia hancur.