Ditutuplah tumpukan kertas yang sudah terjilid itu. Beliau tanda tangan, dan berkata: "Selasa ujian ya". Datar tapi menggelegar. Tak terduga.
Tidak ada kata lain selain siap. Senang akhirnya sampai juga. Senang sekaligus kaget. Pun muncul tanya, apa benar garapan saya sudah layak diuji.
Saya bergegas ke ruang admisi untuk melapor jadwal ujian. Juga mengurus segala administrasi lain seperti pembayaran wisuda dan berfoto.
Hari itu mendapat kabar, saya akan diuji oleh dosen senior, yang juga saya idolakan selain dosen pembimbing saya. Makin tegang.
Bagaimana tidak, saya akan diuji oleh seorang begawan, seorang akademisi kawakan yang kiprahnya mentereng. Sekaligus, ber-prejengan angker. Tapi saya masih sedikit tenang, dosen pembimbing tak kalah maestronya.
Setibanya di rumah, langsung lapor atasan. Minta cuti dua hari, Senin dan Selasa. Tentu, dikabulkan.
Sabtu, Minggu, Senin cepat sekali berlalu. Kala itu Yogya diguyur hujan tiga hari tanpa henti. Dingin. Ngelangut. Muram. Membuat diri yang tak jenak semakin gelisah.
***
Selasa tiba. Hujan masih ada.
Saya datang jauh lebih awal sebelum jadwal ujian. Masih harus menunggu giliran disidang. Jantung bak genderang. Berdebum-debum.
Masuk ruangan. Dua dosen terlihat menakutkan. Dosen penguji menyambut dengan senyum khasnya. Ramah, tapi seperti menyeringai. Saya merasa seperti akan dimakan.