Dikira berusia lebih muda dari usia sebenarnya, menjadi kebiasaan bapak. Saat pensiun sekitar tujuh-delapan tahun lalu, semua temannya berkata beliau belum pantas. Itulah sedikit dari banyak efek positif perjuangan olahraga berpuluh tahun.
***
Saat kuliah, praktis saya sama sekali tidak berolahraga. Kuliah di IPB sangat jauh dari stereotype kuliah yang tampak di FTV. Nihil santai-santai, apalagi mbolas-mbolos.
IPB membuat makalah dan tugas menjadi nama tengah kami. Hidup berada dalam tempo yang sangat kencang. Bagi saya, yang dikirim jauh-jauh ke sana khusus untuk berkuliah, olahraga hanya membuang waktu.
Hasilnya, dipikir-pikir, saat itu saya tidak bugar. Semua tampak dari foto-foto masa itu yang tampak lusuh dan kuyu.
Saat bekerja dan kemudian menikah, kenaikan berat badan menjadi isu terbesar. Ada masanya celana mulai sesak. Memang, selain sedikit berbakat musik, saya berbakat gemuk.
Gemuk ekuivalen dengan tidak sehat dan kurang eloknya penampilan. Ditambah, adanya penelitian yang menyatakan, semakin besar lingkar pinggang semakin tinggi risiko mengidap penyakit berbahaya.
Memang, pria yang sudah menikah hidupnya ayem tentrem. Yang masakin ada, uang tersedia, beli makanan yang diinginkan bisa. Saat itulah, jika tidak dikontrol, perut semakin tak terkendali. Kancing baju pun meronta-ronta.
Mulai, saya berusaha merutinkan lari pagi. Di kantor dibangun lapangan futsal. Membuat kami bermain seminggu dua kali. Di akhir minggu, ditambah jalan atau jogging.
Hampir dua tahun kelompok futsal kami meredup. Sosok yang mengomandani dan membimbing sudah purna. Vakum.
Saya memilih menggantinya dengan perpaduan High Intensity Interval Training (HIIT) dan angkat beban seminggu tiga kali. Ditambah sekali bersepeda.