Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Pengalaman Menonton Scorpions di JogjaROCKarta

21 Maret 2020   15:31 Diperbarui: 21 Maret 2020   18:27 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tibalah tanggal 1 Maret, hari keramat, hari Scorpions akan berada tak jauh dari mata. Minggu itu menjadi rangkaian hari saat Yogya tak henti-hentinya diguyur hujan. Sejak pagi sampai menjelang asar, hujan enggan memutus debit air.

Saya cemas, bagaimana jika hujan masih terus saja. Teringat, andai waktu itu beli tiket yang bertempat duduk dan berpeneduh, hujan tak akan menjadi hal yang dikhawatirkan. Tiket itu tak jadi dibeli karena ucapan teman: "Mosok nonton rock kok duduk manis?!"

Pukul 16.00 kurang sedikit, saya bergegas menuju Kridosono. Hujan masih ngeriwis. Sesampainya di sana, hujan tersisa rinai kecil. Kendaraan saya parkir dan berjalan sendiri menuju depan venue sambil menunggu Mbak Heny - Mas Kris dan Mbak Monic tiba di titik temu yang disepakati.

Saya bahagia sekali karena hari itu betul-betul tiba. Tapi sebagaimana hukum kehidupan, tak ada kebahagiaan yang mencapai angka sempurna. Pasti ada satu atau beberapa hal yang menjadi harga yang harus dibayar.

Baik, hari itu saya bahagia, tapi tak sempurna karena tak berhasil mengajak Bu Ryan untuk ikut bersama. Saya sudah membujuk setengah mati. Tapi ia tetap menolak karena yakin tak akan bisa menikmati musik rock yang ia sebut gedombrangan. Ia memang bukan penikmat rock. Musik dia musik khas cewek yang lembut dan mendayu.

Setelah bertemu ketiga teman tadi, kami langsung menuju depan panggung. Kami memilih sisi kiri yang kami rasa strategis. Saat berjalan menuju lokasi, God Bless sedang tampil. Lamat-lamat, terdengar Kehidupan sedang dibawakan Ahmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah, Abadi Soesman, dan Fajar Satritama. Lagu yang masih kontekstual karya almarhum Yockie Suryoprayogo itu persis berhenti saat kami tiba.

Berikutnya, Semut Hitam, Panggung Sandiwara, dan Rumah Kita diperdengarkan. Kita tahu, selain Fajar, personel God Bless sudah berusia senja. Tapi stamina beliau-beliau masih oke. Sekalipun Om Iyek terlihat sudah kewalahan dalam menjangkau nada tinggi.

Sebelum God Bless tampil, sebenarnya ada Death Vomit, Kelompok Penerbang Roket, dan Navicula. Tapi saya memilih untuk berangkat sore saja. Toh, saya kurang memantau kiprah ketiga band itu.

God Bless menutup aksi tepat ketika azan magrib berkumandang. Saat panggung jeda istirahat dan salat, gerimis turun. Kekhawatiran muncul kembali. Bagaimana kalau tidak reda, bagaimana kalau lapangan makin becek, bagaimana kalau masuk angin padahal besok Senin. Sementara akutu tidak boleh main ujan sama mamah gitu~

Saat band Mongolia, The HU, naik panggung, hujan total berhenti. The HU tampil bagus. Tapi karena lagu-lagunya belum banyak dikenal, penonton hanya berdiri mematung sambil sesekali berteriak HUUUUUU atau bertepuk tangan sebagai simbol apresiasi. Band ini cukup berkarakter karena memainkan alat musik khas Mongolia yang dimainkan dengan digesek. Modelnya semacam Cello begitu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun