Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fly Me To The Moon #2 : Storm

11 Maret 2016   18:13 Diperbarui: 19 Maret 2016   15:51 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="fly me to the moon"][/caption]

Hari 230, Jumat 18 Agustus 2045.

Dari jendela pesawat luar angkasa ini, pemandangan di bawah sana sungguh indah.  Sebuah bola biru dengan pola berwarna-warni di permukaannya; hijau, coklat, biru, dan putih ditingkahi aksen keemasan yang dihasilkan spektrum cahaya matahari.

“Indahnya,” gumamku.

Saat ini pesawat yang kami tumpangi bergerak perlahan mengikuti rotasi Bumi.  Namun meski perlahan, kecepatannya tak kurang dari 1.700 km/jam.  Waktu keberangkatan kami tadi adalah pagi hari saat Bulan sedang berada di sisi lain planet Bumi, karena itu kami menunggu momentum yang tepat untuk dilentingkan menuju permukaan Bulan ketika gravitasi dua benda langit ini bertemu.

“Ibaratnya kita memakai baju besi kemudian melompat dari satu magnet ke magnet yang lain,” terangku pada Chandra – putri tunggalku – beberapa tahun lalu sewaktu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar.  “Dengan cara itu, kita hanya membutuhkan tenaga yang cukup untuk lepas dari gravitasi Bumi.  Selanjutnya gravitasi Bulan akan otomatis menarik pesawat.  Tentunya ini akan menghemat bahan bakar ketimbang kita berusaha terbang langsung ke Bulan.”

Aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu.

“Sakti,” suara Dirga terdengar antusias.  “Maaf mengganggu lamunanmu, tapi aku yakin kau tidak mau melewatkan pemandangan yang satu ini.”

“Hm?” gumamku.

“Sebentar lagi,” ujar Dirga.  “Nah, nah.  Itu dia.”

Setelah beberapa kali berpapasan dengan satelit-satelit komunikasi dari Amerika, China, Russia, Perancis, India, Inggris, Australia, Korea, Singapura, Indonesia, dan berbagai negara lainnya, pemandangan yang nampak kali ini sungguh menakjubkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun