Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Merapi yang Sayang Bila Dilewatkan

11 Januari 2016   11:25 Diperbarui: 11 Januari 2016   12:23 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="baru kali ini saya melihat merapi dari dekat (dokpri menggunakan meizu m2 note)"][/caption]Melihat peta wisata Yogyakarta, saya penasaran karena titik terdekat dengan Candi Borobudur - yang merupakan destinasi wisata populer dan wajib - adalah Gunung Merapi.  Jika dilihat di peta, kedua destinasi wisata ini sama-sama berada di sebelah Utara.

Penasaran, saya pun bertanya pada klien saya yang kebetulan hobinya menjelajah goa dan gunung.

"O, ada, Mas.  Di Merapi ada wisata Merapi." begitu katanya.  "Di situ kan tempatnya Mbah Maridjan, Mas bisa liat bekas-bekas letusan Merapi tahun 2010."

"Tapi, aman nggak buat anak-anak?  Rutenya berat nggak?  Terus, banyak pengunjungnya nggak?" tanya saya.

"Amanlah, Mas.  Nanti di sana Mas bisa nyewa jeep buat keliling, itu memang tempat wisata kok," jawab klien saya.

Menarik!

Karena itu usai mengunjungi Candi Borobudur saat liburan lalu, saya meminta driver mobil sewaan kami untuk melanjutkan perjalanan ke Merapi.

Wisata Merapi

Dengan waktu tempuh sekitar 1 - 2 jam perjalanan dari Borobudur, saya bisa mengatakan bahwa wisata kali ini merupakan pilihan tepat.  Selain menambah pengetahuan dan pengalaman, kita juga akan disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan dengan latar belakang gunung Merapi yang indah, gagah, namun juga menakutkan.

Dan pengalaman tersebut bisa didapatkan bila kita menyewa jeep dengan harga paling murah Rp 300.000 untuk 4 - 5 orang penumpang.  Dengan harga sewa segitu, kita akan dibawa berkeliling sekitar 1 - 1,5 jam mengunjungi 4 titik di Gunung Merapi.

Selain itu masih ada 2 paket lagi yang ditawarkan dengan harga Rp 400.000 (2 - 2,5 jam perjalanan) dan Rp 500.000 (3 - 3,5 jam perjalanan).

Dengan berbagai pertimbangan, saya memilih paket yang paling murah saja.

[caption caption="dengan kendaraan inilah kita akan mengelilingi merapi selama 1 hingga 1,5 jam ke depan (dokpri)"]

[/caption]Sebelum berangkat, kita disodori masker, mungkin karena rute yang akan kita tempuh penuh debu.

Beberapa saat kemudian, jeep sudah dipacu menempuh jalan yang lebih banyak berbatu, berdebu, dan benar-benar tidak rata alias 'gujlek-gujlek'.

Benar-benar pengalaman baru bagi saya sekeluarga.

"Jalan ini kita yang bikin, Pak," ujar driver jeep bernama Anto yang menjadi pemandu kami sewaktu kendaraan menempuh jalan tanah yang membuat penumpangnya berguncang - bahkan bila tidak hati-hati bisa saja terpental keluar.

Kalo hujan pasti licin, pikir saya.

Omahku Memoriku (The House of Memory)

Inilah lokasi pertama yang kami kunjungi.  Kondisi jalan dari titik pemberangkatan ke lokasi ini tidak terlalu berat karena beberapa kali saya bisa mengambil gambar - bahkan berswafoto (selfie) sepanjang perjalanan.

Omahku Memoriku adalah sebuah rumah yang didedikasikan menjadi museum erupsi Merapi 2010.  Di sini terpajang aneka memorabilia korban Merapi yang dikumpulkan dari berbagai tempat di sekitar kawasan.  Ada motor yang sudah tinggal rangkanya saja, ada tulang sapi, furnitur, perkakas rumah tangga, dll.  Bahkan rumah itu sendiri sudah menunjukkan pada kita seperti apa dahsyatnya erupsi Merapi.

Hampir semua memorabilia di Omahku Memoriku punya cerita, namun satu yang menurut saya paling kuat ceritanya adalah sebuah jam dinding yang angkanya berhenti di angka 12.15 sbb :

[caption caption="jam di omahku memoriku, perhatikan bahwa jarum berhenti di angka 12 lewat 15 menit (dokpri)"]

[/caption]Konon, angka yang ditunjukkan jam tersebut adalah saat dimana panas Merapi menerjang.

"Jam ini berhenti setelah tiga kali diterjang panas Merapi," tutur Anto.  Sayangnya saya tidak ingat apakah waktu yang tertunjuk pada jam tersebut pagi atau malam.

Kami pun meninggalkan Omahku Memoriku dan menuju lokasi kedua.

Batu Alien

Begini penampakan Batu Alien, maaf cuma ini foto yang saya punya, mohon maklum kalo saya narsis sedikit hehehe :

[caption caption="batu alien (dokpri)"]

[/caption]Anto bercerita bahwa guratan pada batu tersebut mirip wajah manusia.  Coba perhatikan foto di atas, apa memang benar mirip wajah manusia?

Tapi sebenarnya bukan itu saja cerita tentang situs Batu Alien.

"Dulu di sini ada empat rumah," ujar Anto.  "Waktu erupsi Merapi, semuanya langsung tertimbun."

"Ada rumah di bawah sini?" tanya saya tak percaya.

"Ya.  Nah di bawah batu itu (sambil menunjuk Batu Alien) dulunya kandang sapi."

"Semuanya tertimbun?" cecar saya lagi.

"Semuanya," pungkas Anto, pemandu kami yang berkulit legam tersebut.

[caption caption="beginilah penampakan lokasi sekitar situs batu alien, konon di sini ada 4 rumah yang tertimbun begitu saja saat erupsi merapi 2010 (dokpri)"]

[/caption]Masih menurut Anto, Batu Alien tersebut terlontar bersama material panas lain dari Merapi saat erupsi.

Batu sebesar itu terlontar begitu saja.

Kekuatan sebesar apa yang mampu melontarkannya?

Luar biasa!

Dari situs Batu Alien pula, kami bisa melihat jalur lahar Merapi saat erupsi 2010, sementara dari kejauhan tampak Gunung Merapi yang indah dan gagah dengan puncaknya yang sedikit tertutup awan.

[caption caption="tampak merapi di kejauhan sementara jalur berpasir di bawah adalah jalur lahar merapi saat erupsi 2010 (dokpri)"]

[/caption]Sekarang saatnya menuju lokasi terakhir wisata Merapi kita.

Bunker Merapi

Harus saya katakan, perjalanan menuju lokasi terakhir ini benar-benar yang paling berat.  Kondisi jalanan benar-benar 'menantang' jika tidak bisa dikatakan 'parah'.  Ya maklumlah, lokasi ini yang bisa dibilang paling berat menerima dampak erupsi Merapi.

"Dulu ini jalan aspal," tutur Anto seraya mengemudikan jeepnya.  "Sekarang jadi seperti ini, aspalnya meleleh kena panas, ditambah lagi tertimbun debu."

Setelah perjalanan berat tersebut, akhirnya kami sampai di Bunker Merapi Kaliadem.  Di lokasi ini, dari kejauhan nampak kediaman alm. Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi yang meninggal di rumahnya saat erupsi menerjang.

"Rumah Mbah Maridjan sudah hancur, tapi dibangun lagi," ujar Anto.  "Kalau mau ke sana mesti pakai ojek."

Mendengar penuturan tersebut, saya jadi teringat cerita klien saya bahwa suhu paling rendah saat debu dan awan panas menerjang adalah 400 derajat Celcius!  Jauh di atas titik didih air yang 100 derajat.  Di beberapa titik, suhu bahkan bisa mencapai 1.000 derajat Celcius!

Bayangkan saja, sebutir debu membawa panas 400 derajat, padahal jumlah debunya sendiri tak terhitung.

"Makanya buat relawan yang ikut tim penyelamat, nggak boleh pake baju dari bahan nylon, bisa langsung kebakar," cerita klien saya.  "Pakenya baju dari bahan katun, kalo kena debu panas ya cuma bolong-bolong."

Kembali ke topik.

Beginilah penampakan bunker saat ini yang sejatinya dibangun sekitar tahun 2000 sebagai tempat perlindungan jika awan panas Merapi menerjang.

[caption caption="kondisi bunker saat ini (sumber : detik.com)"]

[/caption]Kelihatan tak terawat, padahal dulunya wajah bunker Kaliadem tidak seperti ini.  Bunker ini hancur saat erupsi Merapi tahun 2006.  Foto di bawah ini sebagai pembanding bagaimana kondisi bunker sebelum erupsi 2006 :

[caption caption="penampakan bunker sebelum erupsi merapi 2006 (sumber : rovicky.wordpress.com)"]

[/caption]"Silakan kalau mau masuk lihat-lihat," tawar Anto.  Kami sontak menggelengkan kepala karena entah kenapa tampak luar bunker saja sudah terasa menakutkan.  Apalagi kemudian pemandu kami bercerita bahwa saat erupsi Merapi 2006, ada 2 orang tewas di dalam bunker.  Sejak itu bunker jadi tak terawat karena dianggap tidak berfungsi.  "Karena ada yang meninggal, tahun 2010 - waktu erupsi - nggak ada orang yang masuk ke bunker ini," lanjut Anto.

Masih menurut Anto, begitu jam 17.00 seluruh aktivitas di kawasan wisata ini dihentikan, para pedagang akan menutup tokonya dan meninggalkan kawasan.

"Nggak ada orang yang tinggal di sini," tuturnya.

Saya melirik jam, sudah hampir jam 16.00 saat itu.

Kami memutuskan beristirahat sejenak, menikmati makanan dan minuman yang dijual di sekitar lokasi sebelum kembali ke titik awal pemberangkatan.  Harus saya akui, kondisi kami memang sudah mulai lelah.

Cerita tentang Bunker Merapi Kaliadem memang memilukan, namun sejujurnya bentang alam di sini luar biasa.  Baru kali ini saya melihat Merapi dari jarak dekat hingga tampak puncaknya yang berwarna keperakan dan membuat saya membayangkan tandusnya daerah sekitar puncak Merapi.

[caption caption="si sulung berfoto dengan latar merapi (dokpri menggunakan meizu m2 note)"]

[/caption]

[caption caption="merapi (dokpri)"]

[/caption]Seperti yang saya katakan di awal, tidak sia-sia kita berwisata ke Merapi.  Selain mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, kita juga disuguhi pemandangan alam yang indah sekaligus menggentarkan dari salah satu gunung api teraktif di Indonesia.

Jadi, jika netter berkunjung ke Yogyakarta, sempatkan waktu untuk mengunjungi Merapi, dan dapatkan pengalaman baru dalam berwisata! Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat. Referensi & Tautan Luar :

  1. Merapi, Wikipedia
  2. Kisah Misteri Bunker Menangis di Lereng Gunung Merapi, Detik
  3. Tragedi Bunker Merapi 2006 - Efusif Bukan Berarti Aman Terkendali
  4. Peta Wisata Yogyakarta (Yogyakarta Tourism Map)

Video :

Sengaja saya unggah video untuk memberikan sedikit gambaran bagaimana medan seputar wisata Merapi

  1. https://www.youtube.com/watch?v=TUnTLLFRC7s&feature=youtu.be
  2. https://www.youtube.com/watch?v=no1KKX7Lok4&feature=youtu.be

Tulisan ini dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun