* * *
"Jadi, kamu tinggal di sini sekarang?" tanya Go.
Mereka tiba di sebuah kompleks perumahan, jauh di luar kota.
"Ya" jawab Kika, "Tadinya aku tinggal dengan ibu mertuaku sampai beberapa bulan setelah meninggalnya Abi. Â Masuk yuk, kamu pasti lelah menyetir sejauh ini."
Go melihat ponselnya. Â Tidak ada sinyal di sini.
Aku tidak bisa menghubungi Erin. Â Sebaiknya aku tidak usah berlama-lama di sini. Â Erin, tolong ingatkan aku. Â Aku khawatir tidak bisa menahan diri saat bersamanya.
"Go" panggil Kika.
"Oh oke" Go keluar dari mobilnya, "Sepertinya aku agak haus dan perlu ke kamar mandi sebentar."
* * *
Erin menyerah. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Go tetapi gagal.
Kamu ke mana, Go?
Mendadak sebuah kecemasan yang amat sangat menyergapnya.
Jangan-jangan…
Erin memang sering cemburu melihat kedekatan Go dengan beberapa perempuan di sekitarnya. Â Akan tetapi suaminya selalu bisa menenangkannya, mengatakan padanya untuk tidak perlu khawatir.
"Mereka cuma klien. Â Mereka cuma rekan kerja." ujar Go suatu ketika.
Dan selama ini Go mampu menjaga komitmen pernikahannya dengan Erin. Tapi yang ini beda!
Apa kamu pergi dengan perempuan itu? Â Perempuan yang di phonebookmu dinamai Danar?
* * *
Go dan Kika berpandangan. Keduanya semakin dekat, dekat, dan dekat.
"Go…" Kika berkata pelan.
Kemudian entah siapa yang memulai, bibir keduanya bertemu.
Aku tidak bisa melupakanmu Kika. Â Jauh di dasar hatiku selalu masih ada tempat untukmu.
"Maafkan aku Go…" kata Kika, "…seandainya dulu aku memilihmu, kita pasti tidak akan begini."