Dia keliatan sedih dan tertekan! Ada apa?
Semua mengenal gadis tersebut sebagai seseorang yang enerjik dan selalu ceria, karena itu saat melihat Rin dalam kondisi sedih dan tertekan seperti ini membuat Rian mengubah pertanyaannya.
“Kamu nggak apa-apa?”
Rin masih terdiam, atau lebih tepatnya sedang berusaha memilih kalimat yang akan diucapkannya. Melihat keadaan Rin yang seperti ini membuat Rian melupakan kantuk dan lelahnya.
“Mau pulang bareng?” tanyanya.
Rin hanya mengangguk.
Sepanjang perjalanan, mereka lebih banyak diam. Ini sangat mengganggu Rian tapi dia sadar bahwa untuk saat ini tak ada yang bisa dilakukannya selain menunggu Rin mengeluarkan isi hatinya.
Dan saat itu akhirnya tiba,
“Rian…” panggil Rin lirih, “Apa kamu tau?”
“Tau apa?” Rian bingung.
“Sampai sekarang cuma kamu sama Lintang yang tau kalo aku pacaran sama Mas Tama. Karena itu, aku cuma bisa cerita sama kamu soal ini…”
Rin menghela nafas,
“Aku…” dia tampak ragu, “Feelingku bilang kalo Mas Tama punya pacar lain, atau mungkin balik lagi ke mantannya.”
Meski Rian sudah mencurigai adanya hubungan yang tidak biasa antara Tama dengan gadis yang dilihatnya kemarin, mendengar kalimat Rin barusan tak urung membuat Rian terkejut juga.
Apa aku harus ngasih tahu ke dia?
Tapi rasanya lebih baik aku biarkan Rin menyelesaikan ceritanya dulu.
“Kok kamu bisa punya feeling seperti itu?” Rian bertanya. Saat itu mereka sudah berada di luar area sekolah.
“Aku nggak tau. Aku cuma curiga aja, belakangan ini aku sulit menghubungi Mas Tama. Teleponku nggak pernah diangkat, dia juga terkesan asal-asalan bales SMS-ku. Bahkan sudah beberapa kali dia membatalkan janji ketemuan dengan alasan sibuk.”
Apa aku harus ngasih tahu Rin tentang apa yang aku lihat kemarin? Rian bimbang.
“Padahal kalo diinget-inget, aku belum dua bulan pacaran sama dia…” keluh Rin,”…lagipula dia juga yang minta aku pacaran dengannya. Dan kesalahanku adalah waktu itu aku segera mengiyakannya tanpa pertimbangan.”
Rasanya lebih baik aku nggak cerita soal kemarin.
Rin menghentikan langkahnya, matanya tampak berkaca-kaca. Kegelisahan, kekhawatiran, dan sedikit penyesalan tergambar jelas di wajahnya. Rian tidak tega melihatnya, buru-buru dia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Nggak disangka! Teganya dia mengkhianati perasaan dan kepercayaan Rin!
“Rian?” panggil Rin.
Rian menoleh. Ingin rasanya dia memegang tangan gadis di sampingnya ini, memeluknya, mengusap rambutnya, dan menghapus airmatanya. Tapi dia sadar bahwa saat ini hal itu tidak mungkin dilakukannya.
“Mungkin kamu cuma terlalu khawatir…” ujar Rian pada akhirnya.
Memang sementara ini lebih baik Rin nggak tahu pengkhianatan pacarnya.
Meski begitu, Rian sadar bahwa dia sudah tidak jujur. Dan jauh di lubuk hatinya Rian takut bahwa ketidakjujurannya akan membawa akibat yang lebih menyakitkan bagi Rin – gadis yang pernah sangat disukainya.
“Mungkin dia memang bener-bener sibuk dan nggak sempat menghubungi kamu. Kamu cuma perlu lebih memahaminya aja…”
Mendengar kalimat Rian barusan, Rin mencoba tersenyum dengan mata yang masih berkaca,
“Terimakasih Rian. Mungkin kamu benar, aku cuma perlu lebih memahami Mas Tama aja. Aku akan mencoba membuang semua keraguanku padanya.”
Rin, maafkan aku yang sudah memberikan harapan palsu soal Tama padamu.
“Tapi Rian…”
Rin terdiam sejenak, tampak ragu sebelum akhirnya dia melanjutkan ucapannya.
“Seandainya aku dulu nggak ngebatalin janji kita untuk ketemuan, mungkin saat ini aku sudah bahagia pacaran sama kamu.”
Mereka saling pandang.