Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kejarlah Cinta #15: Semudah Inikah Aku Mendapatkanmu?

15 April 2014   13:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:40 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Feeling Rin mengatakan bahwa Tama pacaran dengan gadis lain.  Rian yang sudah tahu hal tersebut mencoba menenangkan kekhawatiran Rin dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.  Tapi saat pulang dari turnamen bulutangkis antar sekolah, dari dalam bus Rin melihat Tama yang sedang bermesraan dengan gadis lain!  Dengan hatinya yang tersakiti, apa yang akan dilakukan Rin?

CHAPTER 15

Pemandangan di luar bus yang ditumpanginya membuat hati Rin terasa perih.  Rin merasa terkhianati dan tersia-sia, apalagi saat itu Rian dan Lintang juga melihat apa yang dilakukan Tama.  Dalam kesakitan dan keputus-asaannya, Rin tiba-tiba bangkit dari kursinya dan bermaksud turun dari bus.

Tapi dua pasang tangan menahannya.  Rian dan Lintang!

Berusaha untuk tidak menarik perhatian seisi bus, mereka berdua mencoba menahan gadis yang saat itu hatinya sedang perih seperih-perihnya.  Rin mencoba berontak, tapi tenaganya makin melemah.  Akhirnya perlahan pundak gadis tersebut bergetar.  Tenaganya sudah habis, tinggallah rasa sakit yang teramat sangat memenuhi dadanya.

Rin menangis!

Rian dan Lintang hanya bisa memandang Rin dengan iba…

* * *


“Terimakasih Lintang, terimakasih Rian…” ucap Rin.

Mereka bertiga yang turun paling akhir dari bus.  Sepanjang sisa perjalanan tadi Rin membisu sehingga membuat Rian dan Lintang bersusah-payah meyakinkan seisi bus bahwa Rin mendadak tidak enak badan karena kelelahan.


“Aku anter kamu pulang…” Rian menawarkan diri.


“Nggak usah, aku sudah baikan…” Rin berusaha menolak tapi kalimatnya dipotong oleh Lintang.


“Bener kata Rian, kak.  Lebih baik sekarang ini kak Rin pulang bareng Rian.”


“Tapi…”


“Sudahlah kak, nggak apa-apa kok,” kata Lintang.


“Iya, aku nggak keberatan.  Lagian aku juga ada keperluan di daerah deket rumahmu,” Rian menyahut.  Sengaja dia berbohong soal adanya keperluan di daerah deket rumah Rin agar gadis itu bersedia diantar pulang olehnya.

Rin tidak bisa menolak lagi.  Mereka bertiga akhirnya menuju gerbang sekolah bersama-sama.


“Nah kita beda arah.  Aku ke kanan dan kak Rin ke kiri ‘kan?” tanya Lintang.


“Iya Lin, terimakasih atas perhatianmu.  Maaf tadi aku ngerepotin kamu.”


“Ah nggak kok kak.  Aku ngerti gimana perasaan kak Rin.  Dan oya…”

Lintang mendekati Rian dan berbisik,


“Tolong jaga kak Rin ya.”

Lintang mengucapkan sebuah kalimat yang maknanya sangat bias.  Tapi Rian tanpa prasangka mengiyakan ucapan Lintang – gadis yang sekarang disukainya.

Setelah sekali lagi mengucap terimakasih, merekapun berpisah.

Kebisuan lebih banyak menemani perjalanan Rin dan Rian.  Orang lain yang melihat mereka pasti akan berpikir bahwa mereka pasangan yang sedang bertengkar.  Yang gadis berjalan dengan kepala menunduk sementara yang pemuda lebih banyak memandang ke arah lain.  Benar-benar pasangan dengan mood buruk.

Dalam hatinya, Rian sebenarnya ingin mengajak Rin bercakap-cakap, tapi dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dikatakan.


Bisa-bisa nanti aku bikin dia nangis lagi…

Waktu terasa berjalan lambat.  Kebekuan menyelimuti kedua remaja tersebut.


“Rian…” panggil Rin.

Mereka berdua berhenti di sebuah persimpangan.


“Sepertinya cukup sampe sini kamu nganter aku.  Rumahku udah deket dari sini, aku tinggal belok kiri.  Kamu pulang aja.”

Rian bimbang.


“Tapi…”


“Udah, Rian.  Aku nggak apa-apa kok…”


“Bener kamu nggak apa-apa?” tanya Rian khawatir.

Rin mengangguk.


“Terimakasih udah nganter aku pulang.  Maaf aku jadi ngerepotin kamu.”


“Ah nggak, nggak apa-apa.  Kalo gitu aku duluan ya, bye.”


“Bye Rian.  Salam buat Lintang juga.”

Merekapun berpisah.  Rian berbalik arah.

Setelah pemuda itu hilang dari pandangannya, Rin berjalan menuju arah yang berbeda dari yang tadi dikatakannya pada Rian.

* * *


“Pasti sayang, sampe ketemu besok ya.  Miss you…”

Tama menutup ponselnya.  Nampaknya dia sedang senang hari ini.


Hari yang melelahkan tapi menyenangkan.  Akhirnya aku baikan lagi sama dia.

Sambil bernyanyi kecil, Tama menuju kamar kosnya di lantai dua.  Malam itu jarum jam baru beranjak ke angka delapan sehingga suasana di luar masih ramai tapi penghuni kos yang lain kebanyakan belum kembali ke rumah.

Di ujung tangga tiba-tiba Tama berhenti.  Dia melihat sesosok gadis yang sangat dikenalnya berdiri di depan pintu kamar kosnya.


Dia?  Ngapain dia ada di sini?

Tama cepat-cepat menguasai dirinya.


Fyuhh…  Untung aja aku lagi nggak sama Maya.  Bisa berabe urusannya…


“Hai Aya?  Kamu bikin aku kaget aja…” panggil Tama pada gadis tersebut yang ternyata Rin.

Acuh tak acuh Rin memandang Tama,


“Mas kaget?  Kenapa kaget?  Didatangi pacar kok kaget?  Emang Mas ngapain?” jawabnya.


“Iiy…yaa…  Nggak apa-apa sih, ak… aku seneng kamu datang.  Cuma kalo dadakan gini ya aku kaget juga…” Tama tergagap.


“Kamu gugup Mas, kamu juga kaya’nya cape banget sampe keringetan gitu?”


“Iya, aku hari ini cape banget.  Tugas kampus.  Nanti kamu juga bakal ngerasain kalo udah jadi mahasiswa.”

Keduanya kini berdiri di depan pintu kamar kos Tama.


“Mas…” panggil Rin.


“Ya Aya?”


“Kok pacarnya dateng nggak dibukain pintu?  Nggak disuruh masuk?  Apa aku ngganggu kesibukan kamu?”


“Ah… Oh… Nggak kok…” Tama kembali tergagap dan mulai merasa tidak nyaman, ”Aku lupa.  Sebentar, aku buka dulu pintunya.”


Ada apa dengannya hari ini?  Sepertinya auranya beda banget.  Apa dia lagi bad mood?

Rin mendekati Tama.


“Kamu hari ini agak lain, Aya…” ujar Tama, “Ada apakah?”


“Oh nggak ada apa-apa…” jawab Rin tersenyum aneh, “Aku tadi ikut turnamen antar sekolah, dan pulangnya liat orang pacaran.  Tiba-tiba aja aku inget kamu dan ingin ‘MELAKUKAN SESUATU’ ke kamu.”

Rin memberi penekanan pada kata ‘melakukan sesuatu’.


Melakukan sesuatu?  Apa maksudnya? Tama keheranan.

Kini jarak antara mereka berdua semakin dekat.  Rin memandang Tama.  Dalam hatinya, Tama bersorak.


Oh, jadi ini yang kamu mau? Apa semudah inikah aku mendapatkanmu Aya?  Aku nggak perlu melakukan apa-apa dan kamu datang sendiri memintanya padaku.  Huh!  Gampangan!


“Mas, angsurkan pipimu.  Yang mana aja boleh…” pinta Rin.


“Cuma pipi?” goda Tama.


“Iya, pipi aja dulu.  Oya pejamkan juga matamu Mas…”


“Oke…”

Tama mengangsurkan pipinya dan memejamkan matanya.


Sebentar lagi aku akan mendapatkan semuanya darimu, Aya.  Setelah pintu ini terbuka, kamu nggak akan bisa lepas dariku.  Kamu memang gampang aku dapa…

PLAKK!!!

Alih-alih mendapatkan ciuman seperti sangkaannya, sebuah tamparan keras dari Rin mendarat di pipi Tama.  Sebelum Tama sadar apa yang terjadi, Rin sempat mendaratkan lagi sebuah tamparan di pipi pemuda tersebut.

PLAKK!!!


“Aya?!  Kenapa?!” protes Tama.


“Jangan kamu pikir aku nggak tau kamu di mana dan sama siapa tadi sekitar jam 4!” sentak Rin marah.  Gadis itu menjauh ketika Tama coba mendekatinya.


“Jangan dekat!  Tama!  Aku liat semuanya tadi.  Dan ingat, aku nampar kamu bukan karena aku menyesal sudah mencintaimu.  Aku menyesal karena sudah terlau banyak mempercayai kata-katamu!”

Tama mengusap pipinya yang merah karena tamparan tadi.  Beberapa penghuni kos melihat sejenak pertengkaran mereka.  Tama merasa malu tapi Rin tidak peduli.


“Aku nggak menyesal pernah mencintaimu.  Tapi sekarang sudah saatnya aku mengucapkan ini…” Rin terdiam sejenak.


“Tama, kita PUTUS!!”

Rin bergegas meninggalkan Tama yang tanpa ekspresi masih mengusap pipinya yang merah akibat tamparan keras gadis tersebut.

(Bersambung)


Kecewa dengan perselingkuhan Tama, Rin akhirnya memutuskan hubungannya dengan pemuda tersebut dan memberi 'hadiah' dua tamparan keras di pipinya.  Apakah akan terbuka kembali peluang Rin untuk jadian dengan Rian?  Di chapter 16, Rian menyatakan perasaan cintanya!  Ikuti terus 2 chapter terakhir “Kejarlah Cinta”…

Kejarlah Cinta, terbit tiga kali dalam seminggu, Selasa, Kamis, dan Sabtu…

Kejarlah Cinta #16 : Pernyataan Cinta di Koridor Sekolah |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : amorousnostalgia.wordpress.com

Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun