Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kejarlah Cinta #16: Pernyataan Cinta di Koridor Sekolah

17 April 2014   13:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13975795941991453349

Cerita Sebelumnya :

Rin memergoki Tama yang bermesraan dengan gadis lain.  Walau Rian dan Lintang mencoba menahan Rin, gadis yang sedang sakit hati itu tetap menemui Tama dan memberinya 'hadiah' dua tamparan keras di pipi pemuda tersebut.  Hubungan mereka pun berakhir!

CHAPTER 16


“Oke, latihan hari ini cukup!  Terimakasih semuanya, sampai ketemu di latihan berikutnya!”

Latihan bulutangkis SMA Dian Pelita hari itu selesai.  Dalam beberapa sesi latihan, sekolah memang mendatangkan pelatih profesional untuk mengetahui sejauh mana kemajuan anggota ekskul bulutangkis.  Sesi latihan bersama pelatih biasanya lebih singkat namun lebih berat dari biasanya – seperti kali ini.

Dan sore itu seusai latihan, Rian dan Lintang yang mendapat giliran membereskan perlengkapan ekskul.


“Rian, Lintang, aku duluan ya.  Bye…” sapa Rin pada mereka berdua yang sedang sibuk membereskan dan mendata perlengkapan ekskul.


“Oke kak.  Sampai ketemu…” balas Lintang.

Rin adalah orang terakhir yang meninggalkan lapangan.  Sekarang tinggallah mereka berdua – Rian dan Lintang.


Aku lupa kapan terakhir kali aku beresin perlengkapan ekskul bareng Lintang.  Hari ini kebetulan banget kita dapet giliran.

Saat itu Rian melepas net dari tiangnya untuk kemudian dilipat sekenanya sementara Lintang sibuk menghitung sambil memeriksa kondisi raket dan shuttlecock.  Raket dan shuttlecock yang rusak akan didata dan dilaporkan pada penanggung jawab ekskul.


“Oke.  Semuanya beres…” gumam Lintang, “Sekarang tinggal kita angkut ke ruang olahraga.  Netnya udah, Rian?”


“Udah.  Yuk!” jawab Rian.

Setelah beres semuanya, ruang olahraga pun dikunci.  Mereka sekarang berjalan bersama menuju gerbang sekolah.


“Latihan yang melelahkan ya hari ini…” Lintang membuka percakapan.


“Yah begitulah, tangan sama kakiku sampe pegel semua...” balas Rian, “Moga-moga besok badanku nggak sakit semua.”


“Lebaay lebaay” canda Lintang, “Apa perlu aku pijitin?”


“Hahaha, boleh tuh…”


“Hah!  Maumu!”

Sepasang remaja ini berbincang dalam suasana akrab penuh keceriaan.


“Oya ngomong-ngomong…” ujar Rian, “Apa kamu perhatiin Rin?”


“Kenapa?  Ada apa dengan kak Rin?” tanya Lintang.


“Yah, sudah sekitar satu bulan sejak dia tau pacarnya selingkuh.”


“Hmm… ya, dan waktu awal-awal kita sempet khawatir ‘kan sama dia?  Waktu itu kak Rin bener-bener kehilangan semangat dan keceriaannya.”


“Kamu benar.  Tapi tadi aku perhatiin dia sudah kembali ceria seperti biasanya, walaupun kita nggak tau juga dalam hatinya seperti apa.”

Lintang tersenyum pada Rian,


“Kamu tau nggak?  Itu semua berkat kamu.  Setauku kamu yang paling banyak menyemangati kak Rin.”


“Ya nggak juga sih…” balas Rian, “Kamu juga ‘kan ikut menyemangati dia…”

Mereka berdua terus berjalan sambil membicarakan Rin.


“Jadi…” ujar Lintang sambil memandang langit, “Sekarang kesempatanmu untuk dapetin kak Rin sudah terbuka lebar ya?  Sepertinya kamu udah nggak perlu susah-susah lagi untuk dapetin dia.”

Nada suara Lintang saat mengatakan kalimat tersebut terdengar aneh di telinga Rian, karenanya dia berhenti,


“Lintang…” panggilnya.

Yang dipanggil ikut menghentikan langkahnya dan memandang Rian.


“Ada apa?”

Mereka berdua saling pandang.

Rian menguatkan dirinya, memantapkan hatinya.


Sekarang saatnya!  Kali ini harus berhasil!

Saat ini saat yang tepat baginya untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis yang ada di hadapannya,


“Lintang, kamu tau?”

Mendengar pertanyaan Rian yang seperti itu, jantung Lintang berdegup lebih kencang.  Kedekatan mereka berdua selama ini memang sudah menimbulkan perasaan yang lebih dari ‘sekadar’ sahabat.  Lintang menyadari perasaan Rian padanya – seperti halnya perasaannya sendiri pada pemuda yang saat ini ada di hadapannya.


“Lintang…” Rian menahan kalimatnya.


Dia akan mengatakannya, pikir Lintang.

Sungguh bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk mengatakan hal seperti ini.  Bibir Rian mendadak kembali terkunci seperti waktu itu, jantungnya berdegup semakin kencang, rasa hatinya saat ini campur aduk tak karuan.


Tapi sekarang saatnya!  Sekarang atau tidak sama sekali!

Dengan tekadnya yang kuat, sebaris kalimat akhirnya meluncur keluar dari bibirnya.  Sebaris kalimat yang berasal dari dasar hatinya.


“Lintang…  Aku suka kamu…”

Deg!

Meski sudah menduga akan mendapat pernyataan cinta seperti itu, mendengarnya langsung dari mulut Rian yang disukainya membuat wajah Lintang bersemu merah.  Perlahan gadis itu menundukkan kepalanya, masih belum tahu apa yang harus dikatakannya.

Koridor sekolah sore itu menjadi saksi bisu ketika Rian akhirnya menyatakan perasaannya pada Lintang.  Hanya debar jantung kedua remaja tersebut yang saat ini terdengar dengan jelas.


“Rian…  Kenapa?” tanya Lintang akhirnya.


“Apa harus ada alasan untuk suka sama seseorang?” Rian balik bertanya.

Lintang terdiam.


“Aku menyukaimu karena aku menyukaimu…” ujar Rian, “Nggak ada alasan yang lain.  Kamu mau jadi pacarku?  Kita jadian?”


Akhirnya saat seperti ini datang juga, batin Lintang.


Tapi apa dia masih akan menyukaiku setelah tahu masa laluku?


Rian, kamu nggak tau apapun tentang aku.


“Rian…”

Lintang mengangkat kepalanya dan memandang Rian,


“Kamu nggak tau apa-apa tentang aku…” ujarnya.


“Tentang?” tanya Rian.


“Semuanya…”


“Kamu bisa memberitahunya padaku…”


“Kamu yakin?”


“Ya.”


“Meski itu hal yang sangat buruk?”


“Ya.”


“Rian, aku nggak yakin kamu siap.”


“Aku siap, Lintang.”


“Aku masih nggak yakin, Rian…”


“Lintang…”


“Baiklah.  Kalau itu memang maumu…”

Lintang menyerah.  Dia kemudian mengambil sebuah amplop coklat dari tasnya.  Sebuah amplop yang sudah lama dia persiapkan untuk saat ini.  Amplop tersebut kemudian diangsurkannya pada Rian.


“Ini.  Buka dan bacalah…” katanya.

Dengan penuh tanda tanya, Rian membuka amplop coklat tersebut.  Isinya ternyata berlembar-lembar kertas hasil print dari berita-berita di internet.  Dibacanya salah satu judul berita tersebut,


“SISWI SMA KHUSUS PUTRI TERNAMA, TERLIBAT VIDEO ASUSILA!


(TrebanNews.com – Yogyakarta) Masyarakat Yogyakarta sedang dihebohkan dengan beredarnya sebuah video tak senonoh yang melibatkan seorang siswi dari sebuah sekolah khusus putri ternama.  Dalam video berdurasi sekitar 2 menit tersebut terlihat jelas wajah siswi yang belakangan diduga sebagai putri seorang tokoh terpandang di Yogyakarta.


‘Kami belum berani mengambil kesimpulan.  Kita tunggu hasil penyelidikan kepolisian’ kata kepala sekolah khusus tersebut saat ditanya wartawan apakah benar siswi yang ada di video tersebut bersekolah di sana.  Sementara pihak keluarga terduga siswi tersebut sampai saat ini masih belum bisa dimintai keterangan.


Hingga saat ini polisi masih menyelidiki peristiwa tersebut. (LL/RM)”

Tangan Rian bergetar membaca berita tersebut.  Dia tak percaya dengan apa yang dibacanya.  Dibacanya berita yang lain, namun isinya sama saja.


“PUTRI PENGUSAHA TERLIBAT VIDEO MESUM!”


“DIDUGA MABUK, GADIS CANTIK BERBUAT TAK SENONOH”


“POLISI MASIH MENYELIDIKI KASUS VIDEO ASUSILA L (16)”


“KASUS L DAN MORAL GENERASI MUDA”


“PENGACARA KELUARGA BILANG L DIJEBAK!”

Dan masih banyak berita-berita dengan isi serupa.  Tanpa sadar, kertas-kertas tersebut jatuh berserakan.  Rian buru-buru mengambilnya.


“Itulah aku…” terdengar suara Lintang.

Gadis itu kini membelakanginya.  Rian tak bisa melihat wajahnya, hanya suaranya saja yang terdengar berat seperti menahan suatu beban tak tertanggungkan.


“Kamu sudah tau siapa aku.  Sekarang gimana dengan perasaanmu?  Apa kamu masih mau aku jadi pacarmu?”

Ada kesedihan, penyesalan, sekaligus harapan dalam suara itu.

Rian terdiam.  Dipandanginya punggung Lintang.  Gadis itu masih diam di tempatnya.

Keheningan itu terasa sangat menyiksa bagi keduanya.

Rian menghela nafas.  Berat.

Samar Lintang mendengar langkah kaki pemuda itu di belakangnya.  Dekat.  Dekat.  Dan semakin dekat.

Lalu…

Rian berjalan melewati Lintang!  Tanpa sepatah kata.

Lintang menunduk dan mendesah. Rian kini menjauh dan semakin jauh.


Akhirnya jadi seperti ini…

(Bersambung)


Ada apa dengan Rian?  Kenapa dia meninggalkan Lintang setelah gadis itu memberitahu masa lalunya?  Apakah perasaan Rian berubah setelah mengetahui masa lalu Lintang?  Yang lebih penting, mereka jadian atau tidak?  Jangan lewatkan chapter terakhir season I “Kejarlah Cinta” di hari Sabtu…

Kejarlah Cinta #17 : The Ending |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : scarletmoon.dasaku.net

Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun