Hari ini berakhir. Entah kapan kesempatan seperti ini akan datang lagi. Keliatannya Rian memang masih berharap pada Lintang.
“Kamu nggak perlu berterimakasih,” ujar Rian, “Justru aku yang terimakasih sama kamu dan semua perhatianmu selama ini.”
Tanpa sadar mereka berpegangan tangan dan saling memandang.
“Aku nggak tau kita bisa ketemuan lagi atau nggak,” Rin berkata lirih.
“Rin…”
“Rian, ada satu hal yang ingin aku katakan ke kamu.”
Dalam keremangan lampu jalan malam itu, kedua remaja tersebut masih saling tatap.
Jantung Rin berdegup kencang, nafasnya memburu. Andai saja suasana saat itu cukup terang, Rian mungkin bisa melihat wajah Rin yang saat ini bersemu merah.
Aku harus bisa mengatakannya! Aku harus bisa melepaskan bebanku ini!
“Aku…” Rin terbata.
Tanpa sadar tangannya meremas kuat tangan Rian.
“Aku masih menyukaimu…”
Rin tidak tahu bagaimana ekspresi pemuda di hadapannya tersebut karena saat ini dia berbicara dengan kepala tertunduk,
“…tapi aku tau kamu masih mencintai Lintang. Meski aku berharap dan berusaha, keliatannya aku nggak akan pernah punya kesempatan untuk jadi pacarmu. Jadi…”
Dengan tangannya yang masih memegang tangan Rian, Rin mendongak, bibirnya mendekati wajah Rian dan memberi satu kecupan lembut.
“…hanya ini yang bisa aku lakukan untuk menunjukkan perasaanku ke kamu. Aku juga nggak berani berharap kamu bisa jadi pacarku. Terimakasih, Rian.”
Hatiku terasa sangat sakit. Aku menyukainya tapi tidak bisa memilikinya. Hatinya sudah milik orang lain.
”Dan… jangan dipikirkan ciumanku yang tadi ya…”
Rin berbalik, hendak masuk ke dalam rumah.
Tapi dia tidak bisa.
Sesuatu – atau lebih tepatnya seseorang – menahannya.
Rian!
Jika tadi Rin yang memegang tangan Rian, sekarang berbalik Rian yang memegang tangan Rin.
“Kenapa?” tanya Rin.
Rian tidak berkata-kata, dia kemudian memeluk Rin.
Dalam kegundahannya akan sikap Lintang belakangan ini ditambah dengan kenyataan akan perasaan dan perhatian Rin padanya, saat ini perasaan Rian terhadap Rin kembali tumbuh - rasa suka terhadap gadis yang pernah menjadi kakak kelasnya ini.
“Rian?”
“Rin, perhatianmu sudah menumbuhkan lagi perasaanku yang dulu…”
Rian melepaskan pelukannya. Dipandanginya wajah Rin.
“Rin… Kamu mau jadi pacarku?”
Mendengar ucapan Rian, hati Rin serasa disiram air hujan yang sudah lama dinantikannya. Gadis itu tak mampu berkata apa-apa selain kembali memeluk Rian – erat - sambil menangis.
(Bersambung)
Meski pada awalnya Rin tak berharap, ternyata mereka jadian! Kembalinya perasaan Rian membuatnya menyatakan perasaannya pada gadis yang pernah disukainya sejak kelas X dulu. Apakah jalinan cinta mereka akan berakhir bahagia atau sebaliknya, kandas seperti kisah cinta Rian & Lintang? Di chapter berikutnya, Niko kembali muncul dan memaksa menemui Lintang di Jakarta, apa yang akan terjadi?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!