Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Dua Hati #20: Aksa

18 Juni 2014   14:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:17 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403049441881432650

Cerita Sebelumnya :

Kecelakaan yang dialami Rian membuat Rin cemas, terlebih lagi melihat masih dekatnya hubungan antara pacarnya tersebut dengan Lintang.  Akhirnya Rin secara halus meminta Lintang untuk menjauhi Rian, dan Lintang yang yang merasa bersalah atas kecelakaan tersebut akhirnya sampai di batas kekuatannya.  Ia pingsan!

CHAPTER 20


“Dia sudah siuman!”


“Syukurlah…”


“Lintang?”

Lintang membuka mata dan memandang sekelilingnya dengan bingung.


“Aku di mana?Aku kenapa tadi?”

Tubuhnya terasa lemas saat ini.

Lintang bermaksud bangkit tapi Aksa mencegahnya.


“Sudah Lin, kamu istirahat aja dulu.”


“Kamu tadi pingsan,” ujar Rian, “Kami sempat khawatir, tapi syukur kamu nggak apa-apa…”


Pingsan?  Aku?


“Aku minta maaf kalo omonganku ke kamu tadi terlalu keras,” Rin berkata.

Perlahan-lahan kesadaran Lintang kembali dan dia ingat apa yang terjadi.


“Maaf aku jadi ngerepotin,” katanya.

Baik Aksa, Rian, maupun Rin sama-sama menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Lintang barusan.


“Justru aku yang harusnya minta maaf,” Rin berkata lirih, “Secara nggak langsung aku tadi sudah nyalahin kamu untuk kecelakaan yang menimpa Rian.”


Itu memang benar, Rian celaka gara-gara aku.


“Yawdah, sekarang kamu istirahat aja di rumah,” ujar Rian, “Lagian aku sudah boleh pulang kapan aja.  Hasil scan tadi nggak nunjukin aku ada luka dalam.”


“Oya?” Lintang merasa lega.


Rian, sebenarnya aku ingin bersamamu, tapi itu nggak mungkin…


“Semua biaya juga sudah ‘mereka’ tanggung.  Nah, jadi nggak ada yang perlu dikhawatirkan.  Sekarang biar aku anter kamu pulang,” Aksa menawarkan diri.

Lintang menoleh pada Aksa.


Mulai sekarang aku harus mencoba melupakan Rian, bila perlu menjauh darinya…


“Tapi aku bisa pulang sendiri.  Aku nggak mau ngerepotin kalian lagi…”


“Halah!  No problemo kok, lagipula kondisimu masih seperti itu,” tukas Aksa.


“Aca benar,” ujar Rian yang tahu bahwa Lintang sebenarnya masih kurang nyaman untuk jalan dengan orang lain.  Dalam hatinya dia memahami kondisi psikologis Lintang yang masih trauma dengan pengalaman masa lalunya.


“Lagipula dia sahabatku sejak kecil.Kamu bisa percaya padanya,” Rian tersenyum.

Lintang terdiam sejenak.


Sepertinya memang tidak ada pilihan lain…


“Oke,” ujarnya singkat.

* * *


“Bye mom.”

Niko menutup ponselnya dan merebahkan dirinya di tempat tidur.


Cepat banget laporan itu nyampe ke mereka.

Mamanya barusan menelepon dari Athena, menanyakan kebenaran insiden antara dirinya dengan Lintang dan temannya tadi.


Dan lagi-lagi aku disuruh kuliah di luar negeri…

Niko bukannya tidak memahami posisinya sebagai penerus tunggal dari kelompok bisnis yang dijalankan ayahnya.  Kedua orangtuanya sangat berharap agar putra tunggal mereka bisa meraih gelar akademik dari universitas di luar negeri dan mulai terlibat dalam bisnis.  Hanya saja saat ini dia masih belum berminat untuk itu.

Wajah Lintang terbayang di benak Niko, juga ekspresi Lintang saat melihat temannya tadi terkapar di jalan karena menolong gadis tersebut.


Apa mereka pacaran?

Insiden tadi sedikit banyak membuat Niko tersadar akan posisinya saat ini di hati gadis yang pernah menjadi pacarnya tersebut.  Masih terngiang di telinganya tadi ucapan keras Lintang,


“…sampai mati sekalipun aku nggak akan pernah maafin kamu!!”

Kenyataan ini membuat satu sisi dari hatinya bersuara,


Sudahlah Niko, dia sudah tidak mencintaimu lagi.  Dia bahkan membencimu.

Akan tetapi Niko masih punya setidaknya satu keinginan,


Setidaknya biarkan dia tau kebenaran peristiwa tersebut…

* * *

Aksa membawa mobilnya dengan tenang.  Sengaja dia tidak banyak bicara mengingat Lintang pernah mengalami peristiwa yang sangat buruk.  Aksa bahkan sempat berkata bahwa dirinya tidak masalah seandainya Lintang memilih untuk duduk di kursi belakang, sesuatu yang ditolak mentah-mentah oleh Lintang.

Tapi melihat sikap Aksa yang tidak biasa itu, Lintang merasa dia harus bicara,


“Aksa…” panggilnya.


“Ya, Lin?” Aksa menjawab sambil matanya tetap memandang lurus ke jalanan di depannya.


“Kamu deket sama Rian.  Apa kamu tau sudah berapa lama mereka pacaran?”


“Mereka?” kening Aksa berkerut, “Maksudmu Rian sama Rin?”

Lewat sudut matanya, Aksa melihat Lintang mengangguk.


“Seingatku tepat sebelum kita jalan ke Dufan.  Ya, hari itu Rian bilang kalo dia baru jadian sama Rin.”


“Begitu ya…” desah Lintang, “Mereka memang pasangan yang cocok.”


Seandainya aku tidak terkungkung dalam masa laluku, ceritanya mungkin bakal berbeda…


“Lin…” panggil Aksa.


“Ya Aksa?”


“Sorry kalo aku ikut campur.  But as a friend, aku hanya ingin memberikan saran…”

Aksa kemudian melanjutkan ucapannya,


“Terkadang jalan hidup tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan.  Selalu ada masalah menghadang di depan sana.  Ada kalanya memang kita perlu berhenti sejenak dan tidak melakukan apa-apa, tapi kita tidak bisa berharap bahwa masalah akan hilang dengan sendirinya.  Kita harus bangkit dan menghadapi masalah itu!”

Lintang masih terdiam mendengar perkataan Aksa.


“Ini sekadar cerita masa laluku,” lanjut Aksa, “Aku tidak tahu seperti apa rupa ayahku karena dia sudah meninggalkan ibu saat aku masih dalam kandungan.  Belakangan Ibu bilang bahwa dia masih menyimpan satu foto ayah yang kelak akan diperlihatkannya padaku saat aku sudah siap,” Aksa tertawa getir.


“Jadi, kamu belum tau seperti apa ayahmu?” tanya Lintang.  Ia sama sekali tak menduga Aksa akan menceritakan hal tersebut.


“Sebenarnya nggak penting juga sih.  Aku nggak terlalu mikirin orang yang nggak ada di hidupku, apalagi dia sudah ninggalin Ibu,” balas Aksa.


“Dan kamu tau, Lintang?  Aku hidup berdua dengan Ibu dan melihat perjuangannya membesarkan aku hingga jadilah kami seperti sekarang ini,” samar Lintang melihat mata Aksa memerah.


“Ibumu benar-benar tangguh,” gumam Lintang.


“Itu juga yang aku mau dari kamu,” tukas Aksa, “Jangan pernah lari dari masalah.  Hadapi masalahmu seberat dan sebesar apapun.  Bahkan jika kamu punya masa lalu segelap apapun atau saat ini kamu punya sesuatu yang harus diperjuangkan, maka berjuanglah, hadapilah itu!  Masa lalumu sudah berlalu, jangan biarkan itu mengganggu kehidupanmu yang sekarang, apalagi jika orang itu sudah menerimamu apa adanya…”

Lintang terkejut!


“Aksa, kamu…?”


Apa maksud ucapanmu tadi?!

(Bersambung)

Apa maksud ucapan Aksa barusan?  Dia baru saja menceritakan sebagian masa lalunya dan berharap Lintang menjadi seseorang yang tangguh dalam menghadapi masalah.  Apakah pada akhirnya nanti Lintang bisa melupakan Rian?  Ikuti chapter berikutnya saat Lintang memberanikan diri dan memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengan Niko...

“Kisah Dua Hati” terbit tiga kali dalam seminggu, Senin, Rabu, dan Jumat…

Kisah Dua Hati #21 : Sebuah Keputusan |   Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!


Sumber gambar : 9images.blogspot.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun