Cepat banget laporan itu nyampe ke mereka.
Mamanya barusan menelepon dari Athena, menanyakan kebenaran insiden antara dirinya dengan Lintang dan temannya tadi.
Dan lagi-lagi aku disuruh kuliah di luar negeri…
Niko bukannya tidak memahami posisinya sebagai penerus tunggal dari kelompok bisnis yang dijalankan ayahnya. Kedua orangtuanya sangat berharap agar putra tunggal mereka bisa meraih gelar akademik dari universitas di luar negeri dan mulai terlibat dalam bisnis. Hanya saja saat ini dia masih belum berminat untuk itu.
Wajah Lintang terbayang di benak Niko, juga ekspresi Lintang saat melihat temannya tadi terkapar di jalan karena menolong gadis tersebut.
Apa mereka pacaran?
Insiden tadi sedikit banyak membuat Niko tersadar akan posisinya saat ini di hati gadis yang pernah menjadi pacarnya tersebut. Masih terngiang di telinganya tadi ucapan keras Lintang,
“…sampai mati sekalipun aku nggak akan pernah maafin kamu!!”
Kenyataan ini membuat satu sisi dari hatinya bersuara,
Sudahlah Niko, dia sudah tidak mencintaimu lagi. Dia bahkan membencimu.
Akan tetapi Niko masih punya setidaknya satu keinginan,
Setidaknya biarkan dia tau kebenaran peristiwa tersebut…
* * *
Aksa membawa mobilnya dengan tenang. Sengaja dia tidak banyak bicara mengingat Lintang pernah mengalami peristiwa yang sangat buruk. Aksa bahkan sempat berkata bahwa dirinya tidak masalah seandainya Lintang memilih untuk duduk di kursi belakang, sesuatu yang ditolak mentah-mentah oleh Lintang.
Tapi melihat sikap Aksa yang tidak biasa itu, Lintang merasa dia harus bicara,
“Aksa…” panggilnya.
“Ya, Lin?” Aksa menjawab sambil matanya tetap memandang lurus ke jalanan di depannya.
“Kamu deket sama Rian. Apa kamu tau sudah berapa lama mereka pacaran?”
“Mereka?” kening Aksa berkerut, “Maksudmu Rian sama Rin?”
Lewat sudut matanya, Aksa melihat Lintang mengangguk.
“Seingatku tepat sebelum kita jalan ke Dufan. Ya, hari itu Rian bilang kalo dia baru jadian sama Rin.”
“Begitu ya…” desah Lintang, “Mereka memang pasangan yang cocok.”
Seandainya aku tidak terkungkung dalam masa laluku, ceritanya mungkin bakal berbeda…
“Lin…” panggil Aksa.
“Ya Aksa?”
“Sorry kalo aku ikut campur. But as a friend, aku hanya ingin memberikan saran…”
Aksa kemudian melanjutkan ucapannya,
“Terkadang jalan hidup tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Selalu ada masalah menghadang di depan sana. Ada kalanya memang kita perlu berhenti sejenak dan tidak melakukan apa-apa, tapi kita tidak bisa berharap bahwa masalah akan hilang dengan sendirinya. Kita harus bangkit dan menghadapi masalah itu!”
Lintang masih terdiam mendengar perkataan Aksa.
“Ini sekadar cerita masa laluku,” lanjut Aksa, “Aku tidak tahu seperti apa rupa ayahku karena dia sudah meninggalkan ibu saat aku masih dalam kandungan. Belakangan Ibu bilang bahwa dia masih menyimpan satu foto ayah yang kelak akan diperlihatkannya padaku saat aku sudah siap,” Aksa tertawa getir.
“Jadi, kamu belum tau seperti apa ayahmu?” tanya Lintang. Ia sama sekali tak menduga Aksa akan menceritakan hal tersebut.
“Sebenarnya nggak penting juga sih. Aku nggak terlalu mikirin orang yang nggak ada di hidupku, apalagi dia sudah ninggalin Ibu,” balas Aksa.
“Dan kamu tau, Lintang? Aku hidup berdua dengan Ibu dan melihat perjuangannya membesarkan aku hingga jadilah kami seperti sekarang ini,” samar Lintang melihat mata Aksa memerah.
“Ibumu benar-benar tangguh,” gumam Lintang.
“Itu juga yang aku mau dari kamu,” tukas Aksa, “Jangan pernah lari dari masalah. Hadapi masalahmu seberat dan sebesar apapun. Bahkan jika kamu punya masa lalu segelap apapun atau saat ini kamu punya sesuatu yang harus diperjuangkan, maka berjuanglah, hadapilah itu! Masa lalumu sudah berlalu, jangan biarkan itu mengganggu kehidupanmu yang sekarang, apalagi jika orang itu sudah menerimamu apa adanya…”
Lintang terkejut!
“Aksa, kamu…?”
Apa maksud ucapanmu tadi?!
(Bersambung)