Hatta mengangguk pelan, “Baik, No.”
Lalu diam.
Semua dalam sepi.
Hatta merapatkan tubuhnya lebih dekat pada Soekarno. Tak ada suara, hanya napas Soekarno yang kadang tersengal. Selebihnya suara tetesan infus, itu juga samar.
Mereka saling tatap.
Air mata Soekarno perlahan menetes. Hatta iba.
(“Hatta” – halaman 340)
Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat, selamat berakhir pekan!
Tulisan ini masuk kategori “Buku, Film, dan TV” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H