[caption id="attachment_345925" align="aligncenter" width="600" caption="Aku Cinta Bahasa Indonesia (sumber gambar : pemudaasap.blogspot.com)"][/caption]
Tulisan ini saya buat setelah membaca tulisan Kompasianer Seneng Utami yang berjudul “Terus Menulis, Acuhkan Jabatan!”. Bukan, bukan isi tulisannya yang hendak saya koreksi karena isi tulisannya sangat bagus sebagai motivasi agar kita terus menulis – tak peduli latar belakang sosial kita.
Saya hanya tergelitik dengan pemilihan kata ‘acuh’ pada judul tulisan tersebut.
Lewat tulisan ini saya mencoba memberikan koreksi serupa bagi Kompasianer yang selama ini cukup sering ‘terpeleset’ dalam mengartikan sebuah kata, dan mohon koreksinya juga apabila saya melakukan kesalahan saat menggunakan kata.
Rujukan yang saya gunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Siap?
Acuh
Selama ini kata ‘acuh’ sering diartikan sebagai ‘tidak peduli’, ‘cuek’, ‘ora urus’, dll yang memiliki arti serupa.
Contoh :
Aku terus berjalan dan mengacuhkan suaranya yang memanggilku.
Kedua orang itu saling acuh meski kerap bersama.
Mungkin karena bunyi ‘cuh’ yang memiliki intonasi negatif seperti orang –maaf- meludah sehingga kata ‘acuh’ diasumsikan memiliki arti seperti di atas.
Padahal menurut KBBI, ‘acuh’ justru memiliki arti sebaliknya sbb :
Acuh (verba, kata kerja) peduli; mengindahkan
ia tidak acuh akan larangan orang tuanya;
acuh tak acuh tidak menaruh perhatian; tidak mau tahu;
mengacuhkan /meng·a·cuh·kan/ (verba, kata kerja) memedulikan; mengindahkan
tidak seorang pun yg mengacuhkan nasib anak gelandangan itu;
acuhan /acuh·an/ (nomina, kata benda) hal yg diindahkan; hal yg menarik minat
(sumber : KBBI)
Geming
Cukup sering saya menemui penggunaan kata ‘geming’ yang dipadukan dengan ‘tidak’ sehingga menghasilkan frasa dengan arti ‘tidak bergerak’, ‘kokoh pada tempatnya’, dll yang memiliki arti serupa.
Contoh :
Sosok itu tak bergeming dari tempatnya walau sudah dihajar berkali-kali oleh penduduk desa.
Seberapa keras dia berteriak, aku tak bergeming.
Jika kita merujuk pada KBBI, maka inilah arti sesungguhnya dari kata ‘geming’ sbb :
geming /ge·ming/ (bahasa Jakarta Melayu), bergeming /ber·ge·ming/ (verba, kata kerja) tidak bergerak sedikit juga; diam saja;
tergeming /ter·ge·ming/ (verba, kata kerja) terdiam
(sumber : KBBI)
Seronok
Kata ‘seronok’ sering diartikan sebagai ‘tidak patut’, ‘tidak sesuai dengan nilai kesusilaan yang berlaku umum’, dsb yang memiliki arti serupa. Umumnya dikaitkan dengan gaya berpakaian yang ‘provokatif’ dan ‘mengundang’.
Contoh :
Ia menyanyi di panggung dengan pakaian yang seronok.
Wow! Apakah penyanyi itu berpakaian seksi? Terbuka? Memperlihatkan bentuk tubuhnya? Bahasa Indonesia saat ini mengartikannya semacam itu, padahal bila merujuk ke KBBI, arti kata ‘seronok’ adalah sbb :
seronok /se·ro·nok/ (adjektiva, kata sifat) menyenangkan hati; sedap dilihat (didengar dsb)
dl dunia keronggengan ini suara pesinden itu sama-sama seronok dan menarik hati
menyeronokkan /me·nye·ro·nok·kan/ (verba, kata kerja) menimbulkan rasa seronok;
keseronokan /ke·se·ro·nok·an/ (nomina, kata benda) perihal (yg bersifat) seronok
(sumber : KBBI)
Jadi, ‘seronok’ itu mempunyai arti yang lebih luas. Hanya saja penggunaan kata ‘seronok’ mungkin perlu melihat-lihat kondisi supaya tak terjadi salah paham seperti contoh di bawah ini :
Papa : “Ma, papa punya film baru. Kita nonton yuk!”
Mama : “Boleh (manja), film apa sih Pa?”
Papa : “Rahasia, pokoknya filmnya seronok banget! Anak-anak ajak juga.”
PLAK! PLAK! *sound effect tamparan
Mama : “Nonton film gituan kok ajak anak-anak. Yang bener dong Pa!” (melotot)
Papa : “Aduuh Ma, ini kan film Transformers…” (sambil mengusap pipinya yang ditampar)
(Catatan iseng : tadinya tokoh Papa di sini mau saya ganti dengan nama Kompasianer jenaka yang biasa menulis di tema humor dewasa, tapi mbayanginnya kok nggak tega ya hehehe)
Nyinyir
Naah, kata ‘nyinyir’ akhir-akhir ini sedang populer di media sosial. Biasanya istilah ini disematkan pada orang-orang yang dituding nggak bisa move on. Move on kenapa? Waduh, itu bukan urusan saya karena tulisan ini membahas dari sisi bahasa, bukan dari sisi lainnya.
Jika saya tak salah tangkap, ‘nyinyir’ kerap diartikan sebagai ‘sinis’, ‘selalu mencela’, dll yang memiliki arti serupa.
Jika kita melihat KBBI, maka inilah arti ‘nyinyir’ yang sebenarnya :
nyinyir /nyi·nyir/ (adjektiva, kata sifat) mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet
nenekku kadang-kadang nyinyir , bosan aku mendengarkannya;
kenyinyiran /ke·nyi·nyir·an/ (nomina, kata benda) hal (keadaan, sifat) nyinyir
(sumber : KBBI)
Wow, ternyata dalam kata ‘nyinyir’ tersirat makna bahwa si pelaku (orang yang nyinyir) memiliki status yang lebih tinggi dari orang lain. Jadi jika kita mengatakan,
“Nyinyir banget sih lo!”
Secara tidak langsung kita sudah mengakui diri lebih inferior (rendah) dibanding orang yang kita kata-katai tersebut. Meski KBBI juga menyertakan kata ‘cerewet’, maknanya tetap sama, ada hubungan hirarkis dimana si nyinyirer berada di posisi yang lebih tinggi. Mungkin perlu cari kata yang lain? Yang lebih makjleb?
Itulah sedikit kata-kata yang cukup sering disalah-artikan dalam penggunaan sehari-hari, mungkin netter bisa menambahkan? Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat, selamat siang!
Rujukan :
Tulisan ini masuk kategori "Bahasa" dan dipublish pertamakali di www.blog.ryanmintaraga.com. Copasing diizinkan dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI