Orang yang takut salah dalam belajar, itu sikap yang salah. Maka jangan takut salah dalam belajar. Harus berlatih dengan tidak takut salah. Ini kunci maju. – KH. Imam Zarkasyi
Bahasa merupakan mahkota pondok, ucap bagian penggerak bahasa di rayon-rayon saat mengumpulkan anggotanya suatu waktu. Gontor dengan bahasanya, ibarat sepasang pengantin yang tidak bisa dipisahkan.
Merupakan hal yang wajar apabila kita melihat santri Gontor menguasai bahasa arab dan inggris, lalu apa saja rahasia mereka? Berikut adalah faktor para santri Gontor dapat menguasai bahasanya versi pengalaman penulis pribadi.
Sebagai santri Gontor tahun pertama, kita semua akan bertanya-tanya tentang arti bahasa yang sering digaungkan oleh pengurus rayon, misalnya ijtima’.
Saat pertama kali mendengar kata '' ijtima’ '' benak kita belum mengenali kosa kata tersebut.
Misalnya saat mudabbir (Pengurus rayon) menginstruksikan anggotanya untuk berkumpul, pasti kalimat yang digaungkan pertama kali oleh mereka adalah ijtima’.
Keesokan harinya, seorang ustadz mengarahkan anggota kelasnya untuk hadir mengadakan muwajjah (Belajar malam) pasti ustadz tersebut akan mengucapkan kata yang sama yaitu ijtima’.
Kemudian saat di kamar ketua kamar yaitu teman sendiri pun mengatakan hal yang sama ketika ingin mengumpulkan anggota kamarnya , kata tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah '' ijtima’ '' yang diucapkan oleh mudabbir-nya sendiri.
Begitu seterusnya, sehingga terjadi keseinambungan antara satu dengan yang lainnya, lalu secara tidak sadar otak kita merekam sehingga menciptakan kosa kata baru dalam memori kita, bahkan tidak jarang santri Gontor lupa dengan kosa kata aslinya (bahasa indonesia) atau keceplosan menggunakan bahasa arab saat berbicara dengan siapapun, karena sudah terbiasa menggunakan bahasa arab dalam bahasa sehari-harinya. Hal ini dalam ilmu psikologi disebut dengan Long Term Memory.
Long term memory sebagian besarnya terjadi di luar kesadaran kita, tetapi dapat dipanggil ke dalam memori kerja untuk digunakan bila diperlukan (recall).
Contoh sederhananya adalah kita akan lebih mudah mengingat peristiwa penting seperti pertemuan kita dengan cinta pertama dengan kejelasan dan detail yang jauh lebih besar.
Hal ini disebabkan oleh seberapa sering kita mengakses kenangan tersebut. Karena kenangan yang sering diakses akan menjadi jauh lebih kuat dan lebih mudah untuk diingat. Mengakses kenangan ini berulang-ulang memperkuat jaringan saraf di mana informasi dikodekan, mengarah ke lebih mudah ingatan informasi. Di sisi lain, kenangan yang tidak sering diingat terkadang dapat melemahkan atau bahkan hilang atau digantikan oleh informasi lain.
Itu baru satu kata, bayangkan berapa banya kosa kata baru yang didapat oleh santri Gontor, di setiap lini pergerakannya. Maka wajar saja apabila para santri Gontor hebat dalam berbahasa, karena lingkungannya pun sangat mendukung.
Lalu, apakah kita bisa seperti itu, jawabannya tentu saja bisa, yaitu dengan menciptakan lingkungan (bi’ah) disekitar kita, mulailah untuk membiasakan diri menggunakan bahasa arab, inggris atau bahasa apapun yang ingin kita kuasai, sering-seringlah mendengar percakapan, maupun bacaan.
Kita hidup di era serba digital, dimana semua informasi dapat diakses melalui segala cara, jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa.
Salah satu prinsip Gontor yang tercantum dalam buku tarbiyyah kelas 3 KMI yaitu “Semua yang terlihat oleh santri baik itu pergerakan, suara-suara merupakan pendidikan yang akan membangun kematangan akhlak dan pikiran santri.”
Lalu, tunggu apa lagi, mari kita belajar bahasa mulai detik ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H