Hal ini disebabkan oleh seberapa sering kita mengakses kenangan tersebut. Karena kenangan yang sering diakses akan menjadi jauh lebih kuat dan lebih mudah untuk diingat. Mengakses kenangan ini berulang-ulang memperkuat jaringan saraf di mana informasi dikodekan, mengarah ke lebih mudah ingatan informasi. Di sisi lain, kenangan yang tidak sering diingat terkadang dapat melemahkan atau bahkan hilang atau digantikan oleh informasi lain.
Itu baru satu kata, bayangkan berapa banya kosa kata baru yang didapat oleh santri Gontor, di setiap lini pergerakannya. Maka wajar saja apabila para santri Gontor hebat dalam berbahasa, karena lingkungannya pun sangat mendukung.
Lalu, apakah kita bisa seperti itu, jawabannya tentu saja bisa, yaitu dengan menciptakan lingkungan (bi’ah) disekitar kita, mulailah untuk membiasakan diri menggunakan bahasa arab, inggris atau bahasa apapun yang ingin kita kuasai, sering-seringlah mendengar percakapan, maupun bacaan.
Kita hidup di era serba digital, dimana semua informasi dapat diakses melalui segala cara, jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa.
Salah satu prinsip Gontor yang tercantum dalam buku tarbiyyah kelas 3 KMI yaitu “Semua yang terlihat oleh santri baik itu pergerakan, suara-suara merupakan pendidikan yang akan membangun kematangan akhlak dan pikiran santri.”
Lalu, tunggu apa lagi, mari kita belajar bahasa mulai detik ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H